Bima yang baru memasuki rumah menolehkan kepalanya kesana-kemari. Rumah mungilnya terasa lengang, seperti tak berpenghuni. Kemana Sena dan Nikita? apa mereka pergi belanja? atau main ke rumah tetangga? Tapi semuanya pasti tak mungkin. Sena pasti tak punya uang untuk belanja karena sejak kemarin dia lupa memberikan uang padanya. Ahh...Bima jadi menyesalinya. Harusnya dia meninggalkan sedikit uang untuk pegangan bagi Sena.
Kemungkinan kedua jika Sena dan Niki main ke rumah tetangga rasanya juga tidak mungkin. Perumahan mereka baru saja dihuni beberapa saja, itupun oleh para pekerja yang kebanyakan akan menghabiskan waktu mereka di tempat kerja, apalagi ini hari kerja. Lalu kemana Sena dan Nikita? Pencarian Bima didalam rumah usai, namun satu tempat yang belum dia masuki...kamar Sena. Antara ragu dan sungkan. Bima berjalan kesana, membuka pintunya. Kosong. Benar bukan jika mereka memang sedang tak ada dirumah?
Bima baru akan menutup pintu kamar Sena saat melihat sesuatu. Naluri aparat negaranya bekerja, ada sesuatu yang menyembul dari tumpukan baju Sena yang hanya beberapa. Tapi aneh...seperti ada yang lain disana. Seingatnya, dia tak pernah membelikan Sena baju warna hitam, tapi kenapa dia melihat bahkan ada beberapa potong disana. Padahal Sena datang ke rumah itu juga tanpa baju berwarna hitam.
"Sepatu?? Tali???" gumam Bima ketika mengamati bawah ranjang. Sepatu itu...kenapa sangat mirip dengan rekan sesama polisinya yang berjenis kelamin perempuan? tali itu...untuk apa Sena memakainya? Hampir saja Bima akan melangkah masuk saat mendengar pintu terbuka. Ingin menghindarpun percuma karena letak pintu utama dan kamar Sena satu garis lurus. Sena tau dia membuka pintu kamarnya.
"Pak Bima...." sapa Sena dari arah pintu menyapanya. Gadis itu terlihat gugup, tapi raut wajahnya sudah berganti beberapa saat kemudian. Hal biasa bagi orang lain, tapi sangat tak biasa bagi Bima. Berada pada pendidikan khusus inteligen negara membuatnya tau macam-macam ekspresi seseorang. Lihatlah sekarang...Sena bahkan masih mengenakan sarung tangan entah untuk apa gunanya pada siang terik begini. Lagipula untuk apa dia mengenakannya? dia tak sedang naik motor. Terlihat dari tangannya yang memegang payung, itu berarti mereka jalan kaki tadi. Satu lagi...mata awas Bima melihat sembulan jaket kulit warna hitam. Lagi-lagi hitam. Lagi-lagi Bima bertanya-tanya dari mana Sena mendapatkannya.
"Kalian dari mana saja? diluar sangat terik. Kenapa mengajak Niki keluar hemmm??" wajar jika Bima bertanya begitu. Masih jam dua siang saat dia pulang. Maju beberapa jam dari jadwalnya karena besok dia harus dinas lagi keluar kota. Kantor memberinya waktu untuk bersiap-siap sebelum keberangkatan bersama anak buahnya.
"Kami hanya berjalan-jalan disekitar sini, pak." balas Sena dengan senyum tipis dibibirnya. Terlihat sekali jika gadis itu berusaha mengendalikan dirinya agar tak salah menjawab pertanyaan Bima.
"Dengan sarung tangan layaknya...."
"Ohhh itu....aku ehmm saya...panas...iya panas. Saya takut menjadi hitam." potong Sena cepat walau dengan terbata-bata. Bukannya percaya begitu saja, Bima malah makin curiga, tapi pria itu memilih diam dan membiarkan Sena berkata semaunya. Toh dia bisa menyelidiki semuanya nanti. Sena tak akan mampu menipunya begitu saja.
"Hmmmm....Besok aku akan keluar kota. Kau jagalah rumah, juga Nikita. Jangan pergi jauh-jauh selama aku tidak ada. Hubungi kantorku jika ada apa-apa. Salah satu dari mereka akan datang membantumu." ungkap Bima yang memilih urung masuk ke kamarnya dan memilih duduk di sofa sambil menyalakan televisinya.
"Kantor? memangnya pak Bima kerja di kantor apa?"
"Kemarikan Niki, aku ingin menggendongnya." balas Bima seperti enggan menjawab pertanyaan Sena. Pria itu memilih mengalihkan pembicaraan mereka. Sena segera menyerahkan Niki kedalam pelukan Bima.
"Jangan terlalu ingin tau urusan orang lain. Sama seperti aku yang tak ingin tau urusanmu maka lebih baik kau bersikap sama terhadapku." lanjutnya kemudian. Sena mengangguk mengerti.
"Baiklah. Maaf karena sudah bersikap seperti tadi." tak ada sahutan. Sena berbalik menuju kamar kecil di dekat dapur, masih ada setrikaan yang belum dia bereskan. Mumpung Niki ada yang mengasuh. Lagi pula dia harus segera melakukan sesuatu.
"Aahhhhh....." ucapnya tertahan dengan sedikit meringis menahan rasa sakit. Luka di bahu kanannya, walau tak dalam namun terasa sangat perih.
"Sial!" umpatnya pelan sambil meneteskan betadine lalu menepelkan plester luka disana. Sulit, hingga beberapa kali dirinya berusaha. Namun tetap saja sulit memplesternya dengan benar hingga sebuah tangan besar mengambil alih dan menempelkannya. Sena membeku.
"Kau terluka?"
"Hanya terkena besi di jalan." elak Sena sambil kembali menaikkan kemejanya, rasa risih menyerangnya.
"Benarkah? kau yakin? Menurutku itu adalah goresan pisau atau belati." lanjut Bima memberikan asumsi dengan tingkat kepekaan yang amat tinggi. Bagaimanapun dia amat hapal dengan jenis-jenis sayatan atau luka karena bertugas di bagian forensik.
"Pak Bima terlalu menduga-duga. Saya yang luka, pak Bima yang menebaknya. Padahal tebakannya salah." Elak Sena seraya berjalan masuk membopong Nikita.
"Aku bukan anak Tk yang bisa kau bohongi begitu saja. Luka ini akan jadi infeksi atau mungkin tetanus jika tak segera diatasi. Kau ingin mati muda heemmm??" Sena tersenyum sinis. Luka begini saja bisa membuatnya mati?? Ha..ha...rasanya dia ingin tertawa terbahak karenanya. Tubuhnya bahkan dipenuhi luka walau sudah teratasi karena krim mahal yang dipakainya. Luka sebegini hanya goresan kecil baginya. Belum sempat membenarkan pakaiannya, Bima sudah kembali mendekatinya dengan jarum suntik beserta obat cair yang langsung dia suntikkn ke lengan kanan Sena.
"Pak Bima seorang dokter?" tanyanya hati-hati. Lagi dan lagi tak ada sahutan. Bima hanya tersenyum tipis lalu membuang alat suntik bekas beserta wadah obat cair tadi lalu mencuci tangannya.
"Jangan terkena air dulu. Biarkan lukanya kering. Besok aku akan mengganti kasanya."
"Bisa pak Bima tidak masuk ke kamar saya?" untuk sesaat Bima terdiam.
"Aku juga tak berminat kesana andai kalian ada dirumah." balasnya amat datar.
"Lagipula kita tak ada hubungan apa-apa bukan? Ohh ya...polisi sudah menyelidiki siapa orang tua Niki. Beberapa hari lagi mungkin mereka akan menemukannya." Kenapa Sena jadi sedih lagi mendengarnya. Baginya Niki adalah hiburan saat dia lelah. Bayi lucu itu sangat menggemaskan.
"Bisakah aku saja yang menjadi orang tuanya??"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Ilfa Yarni
kok dikmr Sena byk brg2 aneh dan sikapnya jg semakin penasaran deh
2023-09-03
1