Kidung Cinta Bimasena
"Bisa minta tolong membuatnya diam?" Sena, gadis cantik berusia dua puluh tiga tahunan yang sedang duduk bersandar pada kursi kereta api yang akan membawanya kembali ke Jakarta segera menegakkan tubuhnya yang baru saja terjaga dari tidur singkat karena kelelahan. Dia memang mendengar suara tangisan bayi yang sekarang ada dalam gendongannya itu lamat. Tapi bagaimana dia bisa membuat bayi itu diam? dia belum punya pengalaman mengasuh anak. Jangankan melahirkan, menikahpun belum pernah dia lakukan.
"Mungkin dia haus." ujar Sena sambil terus mengelus si bayi yang terus menangis tiada henti, membuat beberapa orang menengok pada mereka karena merasa terganggu akan tangisan sang bocah. Tak ada waktu untuk menanyakan dimana ibunya. Juga bertanya lebih jauh tentang siapa pria yang tadi membawanya. Tapi saat tatapan matanya mengarah pada baby bag ditangan si pria, Sena jadi paham jika dia ayahnya.
"Apa di tas itu ada persediaan susu formula?" tanya Sena menerka-nerka. Si pria langsung membukannya dengan gerakan cepat. Mereka kompak bernafas lega saat mendapati sekotak susu formula tergeletak disana lengkap dengan botolnya yang masih berisi setengah saja. Sena bergegas mengambilnya, berusaha setenang mungkin meminumkannya pada si bayi yang langsung meminumnya, rakus. Terlihat sekali dia amat haus. Tangisnya langsung berhenti, demikian pula kericuhan di kanan kiri mereka. Penumpang gerbong itu melanjutkan tidurnya.
"Putrimu sudah tidur. Kau bisa menggendongnya." Sena baru akan menyerahkan si bayi saat pria di sebelahnya terlihat sedikit ragu menerimanya.
"Apa aku bisa minta tolong lagi?"
"Hmmmmm."
"Gendong dia sampai kau turun nanti." pintanya dengan nada rendah, seperti takut akan sesuatu. Naluri Sena bergejolak. Mungkinkah pria ini penculik bayi? bagaimana jika iya? maka dia akan amat berdosa ikut membantunya memisahkan bayi dalam gendongannya itu dari orang tuanya. Sesaat Sena mengedarkan pandangannya kesekitar. Hening. Sama sekali tak ada pergerakan dari penumpang lain yang mungkin sudah kembali ke dunia mimpi.
"Dimana ibunya?" tanya Sena memberanikan diri. Pria di dekatnya menatapnya lurus.
"Aku tidak tau." balasnya sambil menata rangselnya yang tadi dia letakkan asal lalu meregangkan ototnya yang terasa lelah karena sejak tadi terpaksa menggendong bayi yang terus menangis tanpa henti. Anehnya, bayi itu langsung tertidur lelap dalam gendonga Sena setelah menghabiskan susunya.
"Kau...dia putrimu bukan? bagaimana kau bisa tak tau dimana ibunya? atau jangan-jangan kau menculiknya?" akhirnya pertanyaan yang sejak tadi bergejolak dalam hatinya keluar juga. Sena membayangkan pria itu akan menodongkan pistol atau minimal pisau untuk mengancamnya karena menduga secara benar, bayangan lain juga memperlihatkan pria muda itu akan memukulnya hingga pingsan lalu membawa bayi itu pergi Diam-diam sena mengeratkan dekapannya pada sang bayi.
"Apa wajahku terlihat seperti orang jahat? kau bisa bertanya pada masinis di depan sana. Bayi itu ditemukan tergeletak di gerbong pertama di depan kita setelah beberapa penumpang turun. Tak ada yang tau siapa orang tuanya. Aku membawanya karena sangat kasihan saat mendengarnya terus menangis. Banyak orang yang kumintai tolong malah ketakutan jika dikira menculik anak ini." jelas si pria amat santai sambil menyelonjorkan kakinya. Gesture tubuh yang tak mungkin dilakukan seorang penculik apalagi pelaku kejahatan.
"kenapa tak lapor polisi?" Sang pria menegak air mineral yang dia ambil dari tasnya masih dengan amat santai.
"Sudah. Mereka akan menghubungiku jika sudah menemukan orang tuanya. Kau sendiri...mau turun dimana?" tanya balik pria itu membuat Sena menekuk wajahnya.
"Aku tidak tau." balasnya singkat.
"Kau lari dari rumah?" Sena tersenyum miris. Rumah? kedengarannya indah. Tapi sungguh dia tak memilikinya.
"Tidak." sangat getir ketika mengatakannya. Jika memungkinkah Sena akan berteriak keras untuk menyalahkan nasibnya. Nasib yang sudah membuatnya terombang-ambing dalam kepahitan dan ketidakpastian.
"Siapa namamu?"
"Sena." semoga pria itu tak banyak bertanya lagi soal dirinya, namanya juga tujuannya karena Sena akan memutuskan turun di stasiun berikutnya. Perjalanan ini sudah terasa tak nyaman baginya.
"Namaku Bima." diluar dugaan pria itu malah mengulurkan tangannya, mau tak mau Sena membalasnya. Mereka bersalaman sesaat lalu hening.
"Aku akan turun di depan. Gendonglah anak ini." Sena kembali hendak menyerahkan bayi itu pada Bima saat lagi-lagi pria itu mencegahnya.
"Katamu tidak punya tujuan? kenapa turun disana? Ini masih larut. Kau akan bertemu orang jahat yang mungkin..."
"Apa yang akan ditakuti oleh mantan pelacur seperti saya? Yang harga diri saja sudah tak punya. Hasbunallah wanikmal wakil." Sena nyaris menangis saat mengatakannya. Perkataan Leon ibrahim ketika mengusirnya dari rumahnya masih terngiang hinggan hampir merobek kepalanya yang berdenyut sakit karenanya. Ya...dia hanya mantan wanita malam.
"Astaghfirullah." lirih Bima seraya menatapnya lekat. Apa yang perempuan ini tadi katakan? Mantan pelacur? dandanannya terlihat sangat sopan. Bima juga ingat saat tadi dia berkata jika hanya Allahlah sebaik-baiknya pelindung dalam bahasa Arab yang fasih. Wanita disampingnya ini terlihat sangat tertekan.
"Turun saja dua stasiun lagi. Kita ke rumahku."
🍒
🍒
Asalamualaikum readers....
*Jumpa lagi di novel baru saya 'Kidung Cinta Bimasena." Besar harapan saya agar kalian semua menyukainya juga tetap memberikan dukungan terbaik, kritik, saran dan komentar seperti pada karya saya sebelumnya. *
Tetap semangat ya...Love U all😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Teti Hayati
wa'alaykumussalam...
baru mampir ni ka... 🙏
ahh... jadi penasaran gimana saat Leon ngusir Sena..
2023-09-15
2
Desy Utari Budiatmy
lanjut beebb.
kayany seru nih kk...
2023-08-07
1