Sena baru saja memandikan Nikita saat pintu rumah terbuka. Bima muncul dengan dua plastik besar berisi belanjaan. Sedikit berjingkat, Sena meletakkan Niki di atas sofa lalu bermaksud membantu majikan barunya itu membawa barang belanjaannya menuju dapur, sekalian menatanya di kulkas juga ditempat lain yang bisa di hafal jika butuh sesuatu. Manik hijau toska Sena membulat saat melihat Bima berjalan menghampiri Niki lalu berusaha menggendongnya dengan gerakan kaku.
"Biar kubantu." dan tanpa aba-aba Sena mengangkat tubuh si kecil lalu menaruhnya dalam gendongan Bima dengan gerakan yang sama-sama kaku. Mereka terlihat seperti pasangan orang tua baru yang amat mesra jika dilihat dari kejauhan.
"Hmmm....dia sangat manis." puji Bima sambil menimang Niki yang kebetulan tersenyum padanya. Sena tak menyahut, dia lebih fokus pada belanjaannya dan menuju dapur.
"Mau dimasakkan apa untuk makan malam, pak?" Bima menoleh sekilas.
"Apa saja asal tak terlalu pedas." Sahutnya kemudian. Bima memang tak pernah rewel soal makanan. Kehidupan berpindah-pindah sebagai abdi negara diawal tugas dulu membuat lidahnya harus kebal dengan semua jenis makanan meski dia juga punya beberapa menu favorit.
"Pak Bima mau menjagakan Niki dulu?" Tanya Sena ragu, takut dikatakan memerintah walau sebenarnya ada pantasnya juga jika dia minta tolong karena memasak dengan menggendong Niki yang bahkan belum mampu menyangga kepalanya akan sangat merepotkan.
"Hmmm...pergilah memasak aku akan menjaganya." Sena bergegas ke dapur yang lumayan luas untuk ukuran perumahan. Penataannya yang rapi dan cantik membuatnya betah berlama-lama disana. Apalagi ada jendela kaca diatasnya yang terhubung dengan taman buatan kecil disamping rumah. Pasti dia akan lebih betah berkutat disana bila pagi tiba.
Mie goreng ayam suir dengan berbagai toping sudah tersaji lengkap dengan kopi susu sesuai permintaan Bima tadi. keahliannya membuat olahan mie memang patut diacungi jempol. Tak sia-sia dia jadi juara lomba masak olahan mie di kampus dulu. Uppps....kampus??? Sena menghela nafas panjang saat mengingatnya.
"Makanan sudah siap pak. Silahkan makan." Sena langsung menghampiri Bima dan mempersilahkannya makan.
"Kau tak makan sekalian?"
"Nanti saja. Biar saya....."
"Niki sudah tidur. Sebaiknya kau tidurkan dia dikamar dulu lalu segera makan." Benar, Niki tertidur. Bayi gembul itu rupanya nyaman dalam gendongan ayah barunya. Sena buru-buru membawanya ke kamarnya lalu menyelimuti tubuh Niki sebelum dia tinggal keluar.
"Mau kemana? makan disini saja. Lagipula kau tak usah bersikap terlalu formal padaku. Anggap saja aku...kakakmu. Bukankah aku lebih tua darimu?" Mata sehitam jelaga Bima memincing. Ya, gadis di depannya ini terlihat masih sangat muda dibanding dirinya yang hampir kepala tiga. Jika dilihat-lihat, Sena ini seperti berdarah campuran dengan kulit putih, mata lebar beriris hijau juga rambut kecoklatannya. Tak mungkin wanita ini berasal dari kalangan bawah. Tapi apa yang menyebabkan dirinya pergi tanpa tujuan?
"Makanlah." sena menurut. Perutnya memang sudah berontak minta diisi dari tadi. Mereka makan dalam diam, tentu saja dengan suasana canggung yang dominan.
"Disana ada beberapa lembar pakaian untukmu dan Niki. Ada juga...ahh aku lupa bertanya. Apa kau seorang muslim??" Sena mengangguk. Dibesarkan dalam lingkungan islami yang kental tak menjamin hidupnya akan berjalan mulus dan jauh dari dosa. Nyatanya sekarang dia baru saja lari dari kubangan dosa meski tak sekalipun berniat masuk ke sana. Hutang wajib dibayar. Tapi kenapa harus dengan begini dia membayarnya?? Jika tau begini dia juga tak ingin dilahirkan.
"Ada mukena dan peralan sholah disana. Kau bisa memakainya. Maaf, aku belum bisa membelikan lebih banyak karena tergesa-gesa tadi." Mata Sena berbinar. Sedari kemarin dia memang belum ganti baju. Dia bersyukur karena Bima adalah pria yang peka dan punya inisiatif tanpa dia meminta.
"Kanapa kau pergi dari rumah?" Kali ini Sena dibuat terkesiap karena pertanyaan itu. Ada sedikit ketakutan saat Bima menanyakannya. Pertanyaan yang sama seperti yang ditanyakan Leon ibrahim. Pertanyaan sama yang membuatnya diusir dari rumah mewah keluarga Ibrahim walau Leon baru mendengar setengahnya saja. Nyatanya pria itu sudah mengusirnya tanpa ingin tau kelanjutannya. Haruskah dia membohongi Bima agar bisa tinggal dirumah itu lebih lama? Padahal dia sudah terjanjur nyaman dan sayang pada Niki. Tapi berbohong malah akan membuat celaka dikemudian hari. Almarhum ibunya pernah berpesan agar tidak pernah menyembunyikan kebenaran walau menyakitkan. Karena kebohongan yang kita buat akan menggali lagi kebohongan-kebohongan lain setelahnya. Dan Sena tak sanggup memikul dosanya.
"Saya tidak punya rumah." Jawabnya berat.
"Lalu selama ini kau tinggal dimana?" Leon mengrenyitkan keningnya, menatap Sena lekat.
"Saya...ehhmm...Panti pijat Lenna." kali ini Sena menundukkan kepalanya, menunggu reaksi Bima setelah dia mengatakannya. Leon bahkan langsung mengusirnya begitu tau dari mana dia berasal. Lenna adalah rumah bordir berkedok panti pijat yang cukup terkenal di ibu kota dan Bima cukup tau itu. Rumah bordir itu bahkan ada dibawah pengawasan polisi karena disinyalir menjadi tempat jual beli para wanita dari berbagai daerah yang sengaja didatangkan untuk menjadi pelacur namun selalu saja polisi tak menemukan bukti apapun karena mereka seperti dibackingi oleh orang dalam yang punya kedudukan tinggi.
"Dari mana asalmu?" tanya Bima dengan nada rendah, sama persis saat dia berada dalam ruang penyidikan.
"Daerah perbatasan. Orang tuaku meninggal saat aku kelas dua SMA. Rumah kami terbakar. Hanya aku satu-satunya yang masih hidup."
"Lalu bagaimana kau bisa masuk ke Lenna?" bukan hanya ingin tau, tapi Bima juga punya panggilan jiwa untuk menyelidiki tempat itu. Mungkin saja Sena bisa jadi petunjuk baginya.
"Madam Lena tiba-tiba membawaku kemari. Pamanku sudah menjualku."
"Menjual?" ahhh..berarti benar jika Lenna adalah tempatnya para pelaku human trafficking mencari keuntungan dari penderitaan orang lain.
"Ya." balas Sena pendek dengan tatapan menerawang. Tiba-tiba tubuhnya mengigil manakala mengingat berbagai kejadian yang pernah dilihatnya di Lenna. Kedua tangannya terkepal.
"Apa kau akan mengusirku?" Sena memberanikan diri menatap Bima yang masih menatapnya pula.
"Untuk apa aku mengusirmu?" bukannya menjawab, pria itu malah balik bertanya.
"Kau tau dari mana aku berasal." Bima terkekeh kecil hingga Sena menatapnya aneh. Tak ada yang lucu. Tapi kenapa pria tampan itu malah tertawa?
"Aku tak punya alasan kuat untuk mengusirmu. Dari mana kau berasal juga bukan masalah bagiku. Kita masih saling membutuhkan hingga orang tua kandung Niki di temukan." Sena terdiam. Artinya dia tak akan lama disini. Polisi pasti akan menemukan siapa orang tua kandung Nikita dengan sangat mudah. Entah kenapa hati Sena merasa tercubit mendengarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Teti Hayati
Bima ka, bukan Leon... 😁
2023-09-15
1
Ilfa Yarni
,lanjut
2023-09-03
1