Nikita

"Masuklah." ucap Bima begitu mereka sampai di rumah sederhana tipe 45. Rupanya rumah pria muda itu ada dilokasi perumahan yang baru dibangun beberapa blok saja. Belum begitu banyak penghuni disana hingga sedikit banyak membantu mereka untuk istirahat sejenak dari mulut julid tetangga.

"Kau bisa tinggal disini untuk sementara, bisa kuminta identitasmu?" Sena terkesiap. Sudah dia duga, pria ini akan sama seperti Leon ibrahim yang akan menanyakan latar belakangnya secara detail lalu menyuruhnya pergi dari rumahnya begitu saja.

"Aku tak membawa apapun." Jawabnya apa adanya. Bima bahkan sampai menggelengkan kepalanya tak percaya. Tapi saat melihat wanita di depannya yang memang sama sekali tak membawa apa-apa selain baju yang melekat ditubuh, dia jadi tak bisa banyak bertanya lagi.

"Itu kamarmu. Masuk dan istirahatlah." tunjuk Bima pada sebuah kamar tepat didepan ruang tv.

"Lalu bayi ini?" Lagi, Bima dibuat menggelengkan kepalanya ketika mendengar wanita muda didepannya itu kembali bertanya hal yang bahkan dia sendiri tau jawabnya. Bukankah Bima menyuruhnya tinggal untuk membantu menjaganya? bukannya itu artinya bayi itu juga harus berada dalam pengawasannya.

"Bawa dia bersamamu. Ehmmm...ngomong-ngomong apa tujuanmu kemari?" Sena masih diam, tak tau harus menjawab apa.

"Jika kau mau, kau bisa bekerja padaku untuk semantara waktu. Aku akan mengijinkanmu tinggal dan memberimu gaji walau tak banyak." Tiba-tiba kedua mata bening Sena berbinar. Tawaran itu..kenapa terdengar begitu menarik? Tinggal serumah dengan pria tampan baik hati yang sejak tadi sudah mencuri hatinya adalah hal yang ingin dia lakukan sekarang. Siapa tau Bima tertarik padanya lalu menjadikannya calon istri. Jadi dia tak perlu bersusah payah mencari calon suami. Benar-benar pas dengan kebutuhannya.

"Baik, aku mau...."

"Bima...namaku Bima. Panggil saja begitu." kata Bima menjelaskan sekali lagi.

"Baik pak Bima." Hampir saja Bima kesal saat dipanggil pak. Dia bahkan tak setua itu. Tapi saat mengingat posisi mereka juga panggilannya di tempat kerja, dia jadi maklum.

"Baiklah, aku di kamar ini jika butuh sesuatu. Tapi jangan pernah masuk ke kamarku sembarangan. Aku tak suka siapapun masuk ke sana meski untuk urusan bersih-bersih." Walau berucap dengan nada rendah, Bima tampak sangat tegas. Sena jadi makin terpesona karenanya. Matanya masih tetap menatap pada tubuh athletis si pria hingga menghilang dibalik pintu kamar.

"Nah baby...mari kita tidur. Ehh...aku lupa memberimu nama. Nanti saja bunda pikirkan nama terbaik bagimu ya." celoteh Sena sambil menowel pipi bayi berusia tiga bulanan itu gemas lalu membawanya ke kamar. Bunda? Ahh...kenapa dia jadi ingin dipanggil begitu? Terdengar manis dan...lagi-lagi menarik. Sena mengembangkan senyum lebar saat mengingatnya.

Dua jam kemudian, pintu kamarnya diketuk dari luar. Sena yang baru tidur beberapa menit lalu terpaksa membuka matanya yang masih terasa berat. Diliriknya jam dinding berbetuk lingkaran dia atas pintu kamar, masih jam sebelas siang. Bergegas Sena menuju pintu dan membukanya.

"Ahh...ya Tuhaan..." Pekiknya kaget saat tubuh tegap yang dikaguminya sudah menyambutnya didepan pintu lengkap dengan celana pendek warna cream dan kaos berwarna putih yang menampakkan otot-otot ditubuhnya karena tercetak pas disana. Tak ketinggalan bau wangi sudah menyergap indra penciumannya, tajam.

"Apa bayi itu...."

"Niki, aku memberinya nama itu untuk sementara agar kita bisa gampang menyebutnya pak. Itupun jika pak Bima tak keberatan." potong Sena cepat. Dia memang sudah memilih nama itu, Nikita...sepertinya nama itu cukup sesuai dengan bayi montok yang masih tertidur di ranjangnya itu.

"Itu terserah kau saja. Kita sama-sama bukan orang tuanya." putus Bima diplomatis. Yang dikatakan Bima memang benar adanya, tapi entah kenapa sudut hati Sena seolah tak terima jika nanti Nikita pergi darinya? baru beberapa jam saja dia sudah dibuat jatuh cinta pada kelucuannya.

"Keluarlah, aku sudah memesan makanan online. Sebaiknya kau makan dulu sebelum Niki bangun." Bima sudah berjalan lebih dulu ke ruang makan yang menjadi satu dengan dapur. Disana sudah terdapat dua kotak makanan cepat saji berikut minumannya. Sena maupun Bima segera memakannya dalam diam.

"Kau...bisa masak?" tanya Bima usai meneguk air esnya. Pria itu segera mencuci tangannya lalu kembali duduk ditempatnya.

"Ya. Apa disini ada bahan makanan? Jika ada, aku akan memasaknya untuk makan malam nanti." Bima mengangkat bahunya.

"Kurasa belum. Aku baru kembali bertugas hari ini."

"Bertugas??" ulang Sena ingin tau. Bima hanya diam, tak ingin menanggapi lebih jauh atau memberi penjelasan pada perkataan awalnya.

"Sudahlah. Setelah ini aku akan belanja di supermarket di depan perumahan. Tulis saja apa yang kau butuhkan." katanya, berusaha mengalihkan pembicaraan.

Episodes
1 Bertemu
2 Nikita
3 Lenna
4 Aku Saja
5 Ambisi
6 Jelaskan
7 Salah
8 Kopi
9 Teman
10 Pamit
11 Dilema
12 Bertamu
13 Mencoba lagi
14 Mall
15 Siap, ndan!!
16 Negosiasi
17 Wanita pengganti
18 Selanjutnya
19 Syarat
20 Kaget
21 Licik
22 Taman
23 Musuh
24 Putri kedua
25 Kakak
26 Keputusan
27 Pulang
28 Menolak
29 Malaikat
30 Elang Merah
31 Rumah lama
32 Ayah bunda
33 Datang
34 Mengandung
35 Sendiri
36 Dua sahabat
37 Harus hidup
38 Buka mata
39 Sadar
40 Ditangkap
41 Ijin
42 Kita
43 Tuduhan
44 Ajudan
45 Melow
46 Hasil
47 Kakak
48 Tau
49 Tamu
50 Dini hari
51 Sayang
52 Perjanjian
53 Kafe
54 Goresan
55 Meminta
56 Jangan Mendua
57 Rencana
58 Salah
59 Segera
60 Bibi Mertua
61 Ada apa?
62 Rumah
63 Mediasi
64 Tak Peka
65 Ada Aku
66 Menjemput
67 Permintaan
68 Kusut
69 Sidang
70 Hujan
71 Basah
72 Sabun
73 Jenasah
74 Tinggal
75 Manja
76 Kapan
77 Menembak
78 Pak Kades
79 Hujan
80 Jujur
81 Berkumpul
82 Pemenang
83 Kesiangan
84 Bagaimana
85 Cemburu
86 Gagap
87 Terharu
88 Bersamaan
89 Mendatangi
90 Pieter
91 Mamaku Juga
92 Bebas
93 Dekat
94 Belum
95 Episode Tengah Malam
96 Hari Pertama
97 Datang Lagi
98 Lanjutan
99 Harusnya
100 Mbak
101 Babang
102 Jahat
103 Lapas
104 Ancaman
105 Luka
106 Salah Satu
107 Mengulang
108 Etika
109 Panik
110 Tugas
111 Bicara
112 Minta pulang
113 Keinginan
114 Besok
115 Rutan
116 Gajah
117 Pagi Itu
118 Villa
119 Dan
120 Bee
121 Umpan
122 Niat
123 Persamaan
124 Rayuan
125 Nego lagi
126 Kaku
127 Psikopat
Episodes

Updated 127 Episodes

1
Bertemu
2
Nikita
3
Lenna
4
Aku Saja
5
Ambisi
6
Jelaskan
7
Salah
8
Kopi
9
Teman
10
Pamit
11
Dilema
12
Bertamu
13
Mencoba lagi
14
Mall
15
Siap, ndan!!
16
Negosiasi
17
Wanita pengganti
18
Selanjutnya
19
Syarat
20
Kaget
21
Licik
22
Taman
23
Musuh
24
Putri kedua
25
Kakak
26
Keputusan
27
Pulang
28
Menolak
29
Malaikat
30
Elang Merah
31
Rumah lama
32
Ayah bunda
33
Datang
34
Mengandung
35
Sendiri
36
Dua sahabat
37
Harus hidup
38
Buka mata
39
Sadar
40
Ditangkap
41
Ijin
42
Kita
43
Tuduhan
44
Ajudan
45
Melow
46
Hasil
47
Kakak
48
Tau
49
Tamu
50
Dini hari
51
Sayang
52
Perjanjian
53
Kafe
54
Goresan
55
Meminta
56
Jangan Mendua
57
Rencana
58
Salah
59
Segera
60
Bibi Mertua
61
Ada apa?
62
Rumah
63
Mediasi
64
Tak Peka
65
Ada Aku
66
Menjemput
67
Permintaan
68
Kusut
69
Sidang
70
Hujan
71
Basah
72
Sabun
73
Jenasah
74
Tinggal
75
Manja
76
Kapan
77
Menembak
78
Pak Kades
79
Hujan
80
Jujur
81
Berkumpul
82
Pemenang
83
Kesiangan
84
Bagaimana
85
Cemburu
86
Gagap
87
Terharu
88
Bersamaan
89
Mendatangi
90
Pieter
91
Mamaku Juga
92
Bebas
93
Dekat
94
Belum
95
Episode Tengah Malam
96
Hari Pertama
97
Datang Lagi
98
Lanjutan
99
Harusnya
100
Mbak
101
Babang
102
Jahat
103
Lapas
104
Ancaman
105
Luka
106
Salah Satu
107
Mengulang
108
Etika
109
Panik
110
Tugas
111
Bicara
112
Minta pulang
113
Keinginan
114
Besok
115
Rutan
116
Gajah
117
Pagi Itu
118
Villa
119
Dan
120
Bee
121
Umpan
122
Niat
123
Persamaan
124
Rayuan
125
Nego lagi
126
Kaku
127
Psikopat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!