"Humairah? pria ini?" Abi Hakim, melihat ke arah Humairah, lalu beralih menatap wajah Ferdi, yang nampak memperhatikan sekeliling tempat tersebut.
'Tidak buruk, sampai kakek membatalkan perjodohan itu, mungkin sementara aku harus di sini, lebih dulu.' Ferdi memperhatikan tempat baru yang dia datangi bersama dua wanita cadar, Humairah dan Shanaya. Namun, pandangan Ferdi kepada Shanaya membuat Ustaz Aiman, tidak suka.
"Ehem!" Abi Hakim, berdehem saat lama memperhatikan gerak gerik Ferdi yang sedikit mencurigakan. Ferdi menoleh, tatkala Abi Hakim berdehem, dan dirinya menampilkan senyuman yang sopan terhadap pria yang lebih tua darinya.
Ferdi, mendekat lalu meraih tangan Abi Hakim, serta mencium punggung dan telapak tangan Abi Hakim, perbuatan itu membuat Shanaya dan Humairah membulatkan matanya. Mereka tak menyangka jika pria seperti Ferdi, tahu menghormati orang yang lebih tua, padahal di lihat dari penampilan Ferdi, pria itu memiliki sifat sopan dan mungkin sedikit arogan. Ternyata tebakan mereka salah, Ferdi cukup sopan, dan bahkan menampilkan senyuman tulus kepada Abi Hakim.
Humairah, menyenggol siku Shanaya, saat melihat Ferdi mendekati Abi Hakim secara pribadi, tanpa harus mereka suruh.
"Maaf, Abi. Saya...." Ferdi menggantungkan ucapannya lalu menoleh ke arah Humairah dan Shanaya, karena Ferdi tidak tahu harus memperkenalkan dirinya yang seperti apa.
"Maaf, Abi. Pria ini tidak mengingat siapa dirinya, dan juga dimana tempat tinggalnya. Luka yang pria ini dapatkan itu sebab karena kita berdua," Humairah, menundukkan kepalanya, karena netra Abi Hakim, membuat Humairah sedikit takut.
"Lalu, kami membawanya ke sini, karena mungkin Abi bisa memberi solusi terhadap masalah ini," sambung Shanaya, Ferdi kembali tersenyum lalu melihat ke arah Abi Hakim.
"Nanti dia hanya menipu kalian? harusnya kalian jangan mau membawa dia ke sini, periksa saja dompetnya, barang kali ada identitasnya!" ucap Ustaz, Aiman dengan tegas, perkataan itu membuat Ferdi gugup, kenapa dia harus lupa dengan dompetnya.
"Ah, benar. Tolong tunjukkan identitas Anda, Tuan." Pinta Shanaya, Ferdi menaikan satu alisnya.
'Kenapa aku lupa dengan dompetku, harusnya aku membuangnya terlebih dulu tadi di jalan,' batin Ferdi, meskipun saat ini semua orang sedang menunggu Ferdi untuk menunjukkan identitasnya, tetapi Ferdi masih berusaha untuk tenang, agar kebohongannya bisa bertahan lebih lama, minimal sampai perjodohan itu di batalkan.
"Sudah ku duga, dia hanya berpura-pura," cibir Ustaz Aiman, Ferdi langsung menatap pria itu dengan raut wajah tak suka. Jika bukan karena Ferdi mau di jodohkan dia 'pun tak akan berada di tempat itu, untuk sementara waktu Ferdi harus bersembunyi. Keluarganya memiliki banyak cara untuk menemukan dirinya, tentu saja Ferdi butuh tempat seperti pondok pesantren ini, kakeknya tidak akan pernah tahu tempat ini, pikir Ferdi.
"Berikan dompet, Tuan. Saya akan memeriksanya," ujar Humairah, Ferdi tersenyum kecut, dan tak punya pilihan lain, mau tak mau dia 'pun menuruti perkataan mereka semua.
'Loh, mana dompetku?' batin Ferdi, yang tak menemukan adanya dompet di dalam saku celananya.
"Bagaimana, Tuan?" tanya Ustaz Aiman, yang mulai tak sabar, di saat melihat gelagat Ferdi yang mencurigakan.
"Mohon maaf ini sebelumnya, sepertinya dompet saya terjatuh di saat saya tertabrak tadi," jawab Ferdi, dengan raut wajah yang penuh kemenangan, akhirnya dompet itu hilang dengan sendirinya.
"Ya sudah, kalau begitu untuk sementara kamu saya izinkan tinggal di sini, tetapi begitu kami mengetahui informasi tentang kamu, kamu boleh pergi meninggalkan tempat ini," tukas Abi Hakim, membuat Aiman tak suka dengan keputusan dari Abi Hakim.
"Terima kasih, banyak Abi." Ferdi kembali mencium punggung tangan pria tua itu, membuat Abi tersenyum tipis, sembari melirik ke arah Humairah.
"Jadi, siapa nama saya?" tanya Ferdi, Shanaya dan Humairah kembali menghela nafas.
"Bagaimana kalau Daffa saja? sepertinya nama itu cocok denganmu," saran Shanaya, Ferdi membulatkan matanya, karena Shanaya memberikan nama yang cocok dengannya.
'Kalau jodoh memang langsung sehati, iya itu memang nama saya neng,' batin Ferdi tersenyum ke arah Shanaya.
Abi Hakim setuju dengan saran dari Shanaya atas nama yang diberikan kepada Ferdi barusan. Abi Hakim, menyuruh Ustaz Aiman untuk membawa Ferdi ke salah satu bilik yang gak jauh dari rumah Abi Hakim. Bahkan, Abi Hakim menyuruh Ustaz Aiman, untuk memberikan beberapa pakaian lama milik Abi Hakim untuk di kenakan Ferdi sementara waktu.
Ferdi dan Aiman 'pun berlalu pergi dari hadapan mereka bertiga, kini hanya tinggal Humairah dan juga Shanaya.
"Shanaya, Abi melihat kamu sangat cocok mengenakan pakaian seperti ini, apa kamu mau melakukannya terus? maksud Abi, bukan hanya melakukan di saat kamu lari dari rumah saja, Abi ingin kamu melakukannya karena Allah, ikhlas lahir dan batinmu bukan hanya keterpaksaan," Abi Hakim, berbicara begitu lembut dengan Shanaya layaknya anak sendiri.
"InsyaAllah, Abi. Shanaya siap, seumur hidup baru kali ini Shanaya tersentuh dengan ucapan dan dorongan orang lain, sebelumya Shanaya tidak pernah mau menuruti ataupun ajakan orang lain, Shanaya sangat senang berada di tempat ini, biarkan Shanaya menjadi bagian dari pesantren ini, Abi." Pungkas Shanaya, Abi Hakim tersenyum dan hanya mengangguk mendengar ucapan Shanaya, Abi Hakim menghormati setiap putusan Shanaya, wanita yang sudah di anggap seperti anak sendiri.
Humairah dan Shanaya berpamitan untuk kembali ke dapur, karena sebentar lagi jadwal untuk makan siang akan tiba.
Rumah berlantai dua yang ada di pusat kota, rumah kuning bewarna keemasan, dengan corak dan interior yang cukup mewah dan elegan. Rumah itu milik keluarga Adipratama.
Ferdi Firmansyah Adipratama, pria yang kerap di sapa dengan sebutan Tuan Firman, pria ini adalah ayah dari Ferdinand Daffa Adipratama. Firman berdiri di depan jendela besar yang ada di lantai dua di sebuah ruangan kerjanya.
"Tuan, maaf. Kami kehilangan jejak Tuan Ferdi, kamu hanya menemukan jam tangannya saja," tukas pria berjas hitam, yang sedikit menunduk kala berbicara dengan Firman.
"Temukan, dia secepatnya!" ucap pria itu dengan tegas, dan berbalik menatap pengawal pribadinya dengan raut wajah yang dingin.
"Jika kalian, tidak bisa menemukan Ferdi, jangan harap kalian bisa kembali kesini," lanjutnya, beberapa pengawal berdiri dengan lutut yang gemetar, bahkan tidak berani menatap raut wajah Firman untuk saat ini.
"Bubar!" titah Firman lantang, semuanya bergegas pergi tanpa melihat ke arah firman lagi. Pintu ruangan kembali tertutup. Bukan hanya Kakek Rudi dan Kakek Hartawan saja bersahabat, tetapi Firman dan Ibu Shanaya adalah teman sekolah dulu, hanya saja Firman dan Ibu Shanaya tak di jodohkan, mereka berjanji akan menjodohkan anak mereka kelak, jika diantara mereka memiliki anak laki-laki ataupun perempuan.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
luiya tuzahra
jadi dia pura2 amnesia
2023-12-15
1
Neulis Saja
apakah ferdi bisa hidup di pesantren dgn many rule dan hrs siap dgn kehidupan yg sederhana apa adanya tdk seperti ketika berada di rumahnya dan yg membuat menjadi pelajaran pada mereka melarikan dirinya ke tempat yg bagus untuk mendalami ajaran agamanya
2023-09-17
2
Wiek Soen
nasib jadi bawahan maju kena mundurpun kena
2023-08-16
3