Bab 2

Shanaya dan Humairah, telah menunggu Ferdi di depan ruangan pemeriksaan, begitu pemeriksaan selesai, Humairah kembali masuk dalam bertemu dengan dokter yang menangani pria tersebut.

Humairah, mengambil resep dokter dan menebus obat untuk Ferdi, sementara Shanaya menemani pria tersebut yang baru saja selesai di obati oleh Dokter Irma.

"Pasien tak apa-apa, hanya geger otak ringan, dsn tidak perlu di rawat, asal 'kan minum obat tepat waktu. Tetapi, bila dalam dua hari ini masih merasa sakit bagian kepalanya Anda bisa membawanya untuk periksa kembali ke sini," ujar Dokter Irma, Shanaya tersenyum lalu berpamitan kepada Dokter Irma, serta mengucapakan terima kasih kepada wanita yang bergelar dokter itu.

Tiba di luar ruangan Ferdi duduk di kursi tunggu, sembari memperhatikan Shanaya yang sedang menunggu Humairah.

"Tuan, kami dapat mengantar Anda sampai ke rumah, jadi Anda tidak perlu takut kami tidak akan lari dari tanggung jawab, " ucap Shanaya, yang berdiri tak jauh dari tempat duduk Ferdi.

'Kembali ke rumah? tidak mungkin, masak iya aku mau di nikahkan dengan wanita yang sudah dewasa' batin Ferdi yang memang sudah salah paham sejak hari dimana mereka berdua di jodohkan. Ferdi berpikir ibu Shanaya adalah orang yang akan di jodoh dengan dirinya, tetapi ternyata maksud dari ucapan Kakek Hartawan adalah Shanaya cucunya yang akan di jodohkan dengan Ferdi.

Begitu juga dengan Shanaya yang salah paham, Shanaya berpikir orang yang mau di jodohkan dengan dirinya, adalah Ayah Ferdi, padahal maksud Kakek Rudi adalah Ferdinand Daffa Adipratama, karena nama orang tua laki-laki Ferdinand adalah Ferdi Firmansyah Adipratama.

Kesalahpahaman itu membuat ke duanya kabur dari rumah, dan menolak keras perjodohan itu. Humairah, kembali dengan kantong obat di tangannya, obat itu adalah milik Ferdi.

"Mari kita pulang, Abi juga sudah menelepon meminta kita untuk segera pulang, sebelum sore," tukas Humairah, mengajak Shanaya dan Ferdi untuk meninggalkan rumah sakit tersebut.

Setelah Ferdi berada di dalam mobil, Shanaya menyetir seperti biasanya, Ferdi terus saja memperhatikan Shanaya yang tengah fokus menyetir, sampai mobil keluar dari tempat parkiran rumah sakit.

Mobil berhenti, tepat di depan rumah sakit, membuat Humairah terkejut, begitu mobil berhenti, Shanaya menoleh ke arah Ferdi, membuat Ferdi menatapnya bingung, hingga satu alis ikut naik.

"Tuan, dimana alamat rumah Anda?" tanya Shanaya, dan Ferdi 'pun tersadar, yang di takutkan akhirnya terjadi.

"Rumah? saya tidak tahu dimana rumah saya, aagrh!" Ferdi, memegang kepalanya yang terluka, Shanaya melirik ke arah Humairah, begitu juga Humairah.

"Apa Tuan ini amnesia karena benturan di kepala?" bisik Humairah, Shanaya tak menjawabnya.

"Apa Anda ingat, siapa nama Anda?" tanya Shanaya lagi, Humairah menepuk pelan bahu Shanaya.

"Dia tidak ingat alamat rumahnya mungkin dia tak ingat dengan namanya," ujar Humairah. Shanaya menghela nafasnya berulang kali, lalu kembali duduk ke posisi semula sembari berpikir.

Shanaya dan Humairah 'pun berpikir bagaimana cara agar bisa mengantar Ferdi kembali ke rumahnya.

"Bagaimana kalau kita ke kantor polisi?" tanya Humairah.

"Tidak!" jawab Shanaya dan Ferdi serentak, membuat Humairah terkejut.

'Kalau ke kantor polisi mungkin mereka akan tahu siapa aku, yang sedang menyamar,' batin Shanaya.

'Kalau kami ke kantor polisi, mereka akan mengirim aku ke rumah, dan sia-sia saja aku telah kabur dari Kakek,' batin Ferdi, yang akhirnya memikirkan satu cara agar tak di antar kembali ke kediaman Adipratama.

"Bagaimana kalau aku ikut kalian?"

"Tidak!" kini Shanaya dan Humairah, yang menolak Ferdi, membuat Ferdi membulatkan matanya karena teriakan dari dua wanita yang ada di depannya, bagaimanapun mereka tidak ingin mendapat masalah dari Abi kalau membawa Ferdi ke pesantren.

Akhirnya tiga orang yang berada di dalam mobil itu, nampak berpikir kemana mereka harus membawa Ferdi, sedangkan Ferdi tidak mengingat alamat rumah dan juga bahkan namanya.

"Shanaya, kita harus membawa pria ini bertemu dengan Abi, biarkan Abi yang mengatasi masalah ini," ujar Humairah, pasrah. Tidak mungkin mereka akan terus berada di depan rumah sakit selama itu, bisa-bisa mengundang fitnah dari orang sekeliling, yang melihat mereka satu mobil dengan pria asing. Itu yang Humairah, pikirkan saat ini.

"Kamu, benar."

Shanaya kembali menyalakan mesin mobilnya, dan memutar arah pulang kembali ke pesantren Abi Hakim, yang ada di magelang yang ada di tanah Jawa.

Pesantren Al-Hakim, salah satu pondok pesantren yang di pimpin oleh Abi Hakim, yang berada di tanah jawa tengah, tepatnya di Magelang.

Mobil yang di kendarai oleh Shanaya memasuki halaman pondok pesantren, dan dari jauh, Abi Hakim dan anak murid nya Ustaz Aiman, adalah senior di pondok tersebut, yang sudah mengabdi dirinya kepada pondok pesantren selama 10 tahun.

Humairah dan Shanaya segera turun dari mobil, dan membawa turun semua barang belanjaan mereka, untuk kebutuhan para santriwan dan santriwati.

"Neng Aya, Aa bantuin ya," ucap Aiman, yang menghampiri Shanaya dan Humairah, wanita ini tidak bisa menolak karena Ustaz Aiman adalah murid Abi Hakim yang paling Abi percayai.

Ferdi membuka pintu mobil, dan segera turun dari mobil tersebut. Sepatu pantofel hitam milik Ferdi menginjak tanah pesantren Al-Hakim untuk pertama kali, dan ke dua kakinya berhasil menginjak tanah tersebut, dan pria itu berdiri dengan tegap di samping mobil.

Kebetulan mereka berhenti di depan dapur, dimana dapur santriwan dan santriwati satu tempat, sehingga kedatangan Ferdi ke pondok pesantren membuat seluruh penghuni dapur terpesona oleh ketampanan Ferdi yang tergolong cukup sempurna, untuk seorang manusia seperti Ferdi. Tampan, mampan, dan juga berkelas, aura Ferdi cukup mahal sehingga mampu menarik sejumlah perhatian orang yang ada di tempat itu.

Abi Hakim mendekat, saat melihat Ferdi yang turun dari mobil, Aiman 'pun memandangi sosok pria itu dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas, seakan-akan menelisik cela yang ada pada Ferdi, tetapi memang cukup sempurna tak ada cela sedikitpun.

Seluruh santriwati yang ada di dapur kini berkumpul di depan pintu dapur, dan melihat ke arah Ferdi dengan begitu kagum.

"Bubar," ucap Abi Hakim dengan pelan, tetapi semua orang langsung mengangkat kaki dan pergi dari sana. Abi Hakim tak menampilkan ekspresi apapun, tetapi setiap apa yang di ucapakan Abi Hakim, tidak boleh di langgar, semuanya terasa seperti perintah bagi mereka.

"Humairah? pria ini?"

Terpopuler

Comments

luiya tuzahra

luiya tuzahra

wkwkwkwk

2023-12-15

1

Neulis Saja

Neulis Saja

ha, ha kasihan deh terkejut yah 🤣? disuruh bubar sama kyai habis gak pernah lihat a man handsome and perfect jadinya lupa kalau melihat lawan jenis tuh zina mata serasa reader berada dalam situasi seperti itu

2023-09-17

1

Nova Hartini

Nova Hartini

lanjut

2023-09-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!