Setelah kembali ke Jakarta malam itu, Renatta dan Richard menjadi jarang bertemu. Pria itu disibukkan dengan pekerjaan lainnya.
Richard adalah seorang pengusaha muda yang memiliki beberapa bisnis. Diantaranya, bisnis properti, otomotif, hingga ekspor dan impor bahan pangan.
Menjadi dosen, hanya pekerjaan sampingan yang ia geluti agar bisa melihat lebih dekat kegiatan Renatta di kampus.
“Dia tidak bisa mengajar, kenapa harus menitipkan tugas segala, sih?” Gerutu Renatta saat ia sedang mengumpulkan tugas teman-temannya.
Richard memang tidak bisa hadir di kampus, namun pria itu tetap memberikan tugas agar kelas tidak kosong.
“Dasar dosen menyebalkan.” Ucap gadis itu lagi.
“Marah-marah terus, non.” Ucap Gista yang membantu mengumpulkan lembaran tugas.
“Dia memang tidak pernah bisa melihat orang lain senang.”
Jawaban Renatta membuat mata Gista memicing.
“Siapa?”
“Tentu saja om— eh maksudku pak Richard.” Seketika Renatta mengatupkan bibirnya.
Gista mendekat sembari berbisik.
“Sepertinya aku melewatkan sesuatu. Apa kamu tidak ingin bercerita padaku?”
Renatta membuang nafas kasar.
Setelah semua tugas temannya terkumpul rapi, gadis itu mengajak sang sahabat untuk pergi ke salah satu cafe di dekat kampus.
“Uhuk. Uhuk.”
“Ya ampun, Ta. Pelan-pelan. Kenapa makan saja sampai tersedak, sih.” Renatta menyodorkan air mineral kepada sahabatnya.
“Bukannya aku tidak bisa makan. Tetapi, cerita kamu yang membuat aku tersedak.” Gerutu Gista.
Gadis itu tersedak setelah mendengarkan cerita Renatta yang akan menikah dengan Richard, demi menyelamatkan keuangan perusahaan keluarga Setiawan.
“Cerita kamu itu seperti kisah dalam dunia halu. Itu artinya, cinta kamu tidak bertepuk sebelah tangan sama dia.” Imbuh Gista lagi.
“Apanya yang tidak bertepuk sebelah tangan? Aku yakin, ada maksud lain dibalik semua ini.” Balas Renatta kemudian.
“Maksud lain apa, Re?” Tanya Gista penasaran.
Renatta menghela nafasnya pelan. Gadis itu kemudian menggeser piring kosongnya ke tengah meja karena ia sudah selesai makan.
“Ini semua terkesan seperti sudah direncanakan. Dan keluarga aku itu ada hubungannya.” Jelasnya kemudian.
Gista menyimak. Ia belum bisa mengambil kesimpulan.
“Om Rich secara terang-terangan mengancam aku untuk setuju menikah dengan dia. Tetapi, tidak ada satupun dari keluarga aku yang perduli. Mereka justru mendukung pria itu.” Lanjut Renatta lagi.
Gista mengangguk pelan.
“Ya kan namanya juga perusahaan lagi perlu bantuan. Jika mereka memarahi pak Rich, lalu dia membatalkan bantuannya, perusahaan kalian bangkrut jadinya. Berpikir positif sajalah, Re.” Gadis itu memberikan pendapatnya.
“Tetapi tidak semudah itu, Ta. Akhir-akhir ini aku baru punya pikiran seperti itu. Seberapa krisis perusahaan, sampai-sampai hanya dia yang bisa menolongnya? Bukannya itu terasa janggal?”
Gista nampak berpikir. Sedetik kemudian gadis itu mengedikan bahunya.
“Lalu, kapan kalian akan menikah?” Tanyanya kemudian.
“Menunggu kedatangan keluarga Wijaya kembali dari Australia.”
Gista memicingkan matanya.
“Eh non. Yang namanya Jakarta-Australia itu dekat. Penerbangannya juga tidak sampai seharian. Masa sudah hampir seminggu rencana pernikahan kalian, mereka belum datang? Jangan-jangan mereka tidak setuju pak Rich menikah sama kamu.”
Renatta menatap sang sahabat, kemudian menyentil kening gadis itu.
“Sakit, Rena.”
“Makanya jangan sok tahu. Mereka disana juga bekerja. Lagipula, semua ini mendadak. Jadi, mereka harus mengatur waktu, tidak bisa langsung terbang begitu saja.” Jelas Renatta.
Gista kemudian terkekeh.
“Ciee. Yang membela keluarga calon suami. Tadi katanya tidak mau menikah dengan dia. Sekarang keluarganya di bela.” Goda gadis itu.
“Apaan, sih. Aku hanya menjelaskan supaya kamu paham. Agar kamu tidak mengira semuanya bisa secepat dunia halu.”
Gista pun mengedikan bahunya.
Setelah selesai berbincang, mereka memutuskan untuk pulang. Hari sudah menjelang sore. Renatta juga harus membawa tugas teman-temannya ke rumah Richard.
Sepasang sahabat itu pun berpisah jalan.
“Aduh.”
Karena sibuk merogoh tas untuk mencari kunci mobilnya, tanpa sengaja Renatta menabrak seseorang.
“Rena.”
Suara pria terdengar tidak asing di telinga Renatta. Membuat gadis itu mendongak.
“Bobby.”
“Kamu tidak apa-apa?” Tanya Bobby sedikit khawatir.
“Aku baik-baik saja. Maaf aku tidak melihat jalan.” Balas Renatta merasa bersalah.
“Tidak apa-apa. Lain kali hati-hati, ya.”
Renatta mengangguk. “Kamu sedang apa disini?” Tanyanya kemudian.
“Aku ada urusan pekerjaan. Apa kamu sudah mau pulang?”
“Ya.”
“Ah, sayang sekali. Padahal aku butuh teman untuk makan bersama.” Canda pria itu.
“Lain kali, ya. Untuk hari ini, Aku harus segera pulang.” Tolak Renatta secara halus. Ia tidak mungkin ikut dengan Bobby. Yang ada, dirinya akan terlambat bertemu Richard.
“Tidak masalah.” Ucap pria itu santai.
Renatta pun pamit pulang. Bobby memperhatikan punggung gadis itu, hingga getaran pada ponselnya memutus perhatiannya.
****
Dengan malas Renatta memarkirkan mobilnya di halaman rumah Richard.
Ia hendak pulang terlebih dulu, namun pria itu mengirim pesan dan mengharuskan Renatta untuk segera membawa tugas para mahasiswa ke rumahnya.
“Silahkan, non. Bapak sudah menunggu.” Ucap asisten rumah yang membukakan pintu untuk Renatta.
“Dia dimana, bi?” Gadis itu tidak tahu, dimana Richard menunggunya.
“Bapak di ruang kerjanya, non.”
Renatta mengangguk paham. Tanpa bertanya lagi, gadis itu langsung pergi ke tempat yang di sebut asisten rumah itu.
Tentu Renatta sudah tahu seluk beluk rumah Richard. Hingga letak gudangnya pun gadis itu tahu. Namun, yang membuatnya penasaran hingga saat ini adalah, sebuah kamar yang terletak di lantai tiga rumah mewah itu.
Renatta diijinkan masuk ke semua ruangan di rumah itu, kecuali satu kamar di lantai tiga itu. Kata asisten rumah, hanya Richard yang boleh masuk ke dalam sana. Keluarga Wijaya yang lain pun tidak boleh.
Renatta mengetuk pintu ruang kerja Richard. Tak lama pintu terbuka. Pria itu muncul hanya dengan menggunakan kemeja, yang lengannya terlipat hingga siku.
Gadis itu masuk ke dalam. Richard kembali menutup pintu.
Renatta meletakkan kertas tugas di atas meja kerja Richard.
“Ini sudah semua, om.” Ucapnya kemudian.
Richard mengangguk. Ia tak memperdulikan kertas-kertas itu.
Pria itu menatap lekat gadis yang beberapa hari ini tak ia lihat secara langsung.
“Akh.”
Renatta tersentak karena Richard menariknya, hingga mereka berdua menempel. Satu tangan pria itu melingkar di pinggang gadis itu.
“Bagaimana rasanya beberapa hari ini kita tidak bertemu?” Tanya Richard sembari merapikan helaian rambut sang gadis.
“Biasa saja. Sebelumnya kita juga jarang bertemu.” Jawab Renatta tak acuh.
“Benarkah? Jadi, hanya aku yang merindukanmu?”
‘Dia merindukan aku? Omong kosong.’
Sedetik kemudian, Renatta tersentak karena Richard tanpa permisi menciumnya.
“Om.” Renatta mendorong tubuh Richard hingga membentur meja kerja. Pria itu hanya menyeringai.
“Kenapa jadi me-sum begini?” Jantung gadis itu kembali berdebar kencang.
Ia pun memalingkan wajahnya. Pandangannya jatuh pada ponsel Richard di atas meja. Benda pipih itu menyala, karena tanpa sengaja tersentuh oleh Richard.
‘Foto siapa itu? Seorang wanita? Kenapa aku merasa tidak asing?’
Mata Renatta menajam, karena posisi ponsel yang terkena cahaya luar membuat layarnya sedikit silau. Dan Richard menyadari arah pandangan gadis itu.
“Sial.” Umpat pria itu pelan. Dengan cepat ia menutup ponselnya. Dan memasukkan ke dalam saku.
Renatta tidak boleh melihatnya.
****
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
ia ialah itu kamar penuh poto Renata dari kecil sampai gede..😂
2024-07-15
1
Qaisaa Nazarudin
Keluarga kamu sama om Rich kamu itu udah komplot..Aku tau sebenarnya perusahaan keluarga tdk bangkrut,itu cuman rencana mereka doang,atas permintaan om Rich 🤣🤣
2024-07-15
1
Eni Istiarsi
ternyata Om Rich menyimpan rahasia.. hayo lo Om,jangan sampai rahasia itu menjauhkan Renatta darimu
2023-08-18
2