Saat semua sudah tak memilih untuk mempercayai seseorang, maka keyakinan itu sudah tiada. Atas dasar sebuah dugaan atau menerka-nerka itu akan membawa pada sebuah kenyataan yang salah. Sebuah kebusukan yang ditimbun sangat dalam dan dalam waktu yang sangat lama akan tercium juga. Kebenaran mungkin sulit dibuktikan. Namun itu semua akan terungkap saat hati nurani mampu membedakan yang sesungguhnya dan tindakan mampu membuktikannya.
Selama Shizuka berdiam diri di rumah dan tokonya, ia tak pernah lagi mendapatkan kabar dari Haikal. Ia juga tak menerima sebuah panggilan lagi dari Perusahaan Elvis Presley sejak kejadian itu. Walaupun begitu, Shizuka masih tetap bekarya. Zeexsa membantunya melewati masa-masa sulitnya.
"Permisi apakah Shizuka ada? Saya Rona. Ini Wilda, dan ini Alda. Kami dari perusahaan Elvis Presley."
"Ada kak," ucap Cika mengantar mereka.
"Tokonya kecil, tapi sejuk dan indah ya," ungkap Alda memerhatikan ke sekelilingnya.
Shizuka melihat ke tiga perempuan itu. Ia menghampiri mereka dan menyapa mereka. Ketiga perempuan itu membalas dengan sopan. Kemudian Shizuka menawarkan beberapa pakaian terbarunya untuk dibeli oleh ketiga perempuan itu.
"Ini adalah model gamis terbaru. Tersedia dengan lima warna dan ukurannya juga lengkap dari terkecil hingga ukuran jumbo," ucap Shizuka seraya memberikan gamis itu pada Rona.
"Masyaallah ini cantik banget," ucap Alda seraya menyentuh gamis itu.
"Iya cantik. Saya mau coba," ucap Wilda melirik gamis itu.
"Kalian apa sih? Nanti aja belanjanya," ujar Rona menatap Wilda dan Alda.
Shizuka tersenyum.
"Maaf! Tujuan kami datang kemari itu adalah mau bertanya padamu Shizuka."
"Iya gak apa-apa. Kamu mengenal saya?"
"Tentu. Saya dan kedua teman saya ini adalah karyawan di perusahaan Elvis Presley. Nama saya Rona, di sisi kanan saya namanya Wilda, dan di sebelah kiri saya namanya Alda. Jadi, kami ke sini mau meminta bantuan padamu Shizuka."
"Maaf saya tidak ada hubungannya dengan perusahaan itu lagi. Kalian boleh minta bantuan pada orang lain saja. Saya permisi dulu karena saya mau melanjutkan pekerjaan saya."
"Tunggu sebentar Shizuka. Saya cuma bertanya dan minta solusi dari kamu saja kok."
"Bagaimana jika Shizuka tak mempedulikan Rona? Bisa gawat kan kita?" Ujar Wilda berlari menyusul Rona.
Alda tak menjawab ucapan Wilda. Ia mengambil gamis yang ditaruh Rona di rak gantungan. Ia memerhatikan gamis itu dari semua sisi.
"Motifnya indah, modelnya juga baru, bahannya juga bagus, gak panas dan warna merah jambu pula. Ini seleraku banget," gumam Alda tersenyum.
"Shizuka saya gak akan berkata buruk seperti Kartika. Saya ini juga gak dekat dengannya. Saya mohon dengarkan saya."
"Sudahlah Rona. Sepertinya Shizuka itu sudah gak mau berkaitan dengan orang-orang yang bekerja di Elvis Presley. Dia tak akan mau membantu kita," Bisik Wilda.
"Saya akan meyakinkannya lagi Wilda. Tunggu di sini."
"Shizuka saya tahu kamu marah dan kecewa atas apa yang terjadi. Tapi saya yakin kamu gak salah. Jadi maukah kamu mendengarkan saya? Kamu perempuan baik. Kenapa harus membenci saya? Saya tidak ada berkata buruk padamu dan saya tidak ada hubungannya dengan Kartika. Saya minta jika saya salah padamu Shizuka," ujar Rona dengan kedua bola berkaca-kaca.
"Jangan begini. Kamu jangan sedih ya," ucap Shizuka.
"Kamu memaafkan saya?"
"Emang kamu salah apa? Kamu tidak salah kok."
"Tapi saya tidak berbuat apapun ketika kamu dipermalukan di ruang rapat. Saya hanya diam."
"Itu tidak kesalahan mu kok. Wajar kamu diam karena kamu belum mengenal saya dan situasi waktu itu juga sangat memanas."
"Maafkan saya ya Shizuka. Saya tetap merasa bersalah padamu."
"Saya juga minta maaf ya Shizuka," ujar Wilda bermohon.
"Saya tidak ada menyalahkan kalian. Jangan meminta maaf lagi atau saya akan diam lagi."
"Jangan dong Shizuka," ucap Rona sigap.
"Baiklah. Apakah kita sekarang sudah berteman?" Tanya Wilda dengan nada suara pelan.
"Iya kita berteman. Kan dari dulu saya sudah anggap semua orang di perusahaan Elvis Presley adalah teman saya."
"Terima kasih banyak Shizuka cantik," ujar Rona menggenggam tangan Shizuka.
"Kamu sedang apa Shizuka? Sepertinya kamu sedang menggambar," Ucap Wilda melirik ke meja yang penuh dengan kertas-kertas bertumpuk.
"Iya. Saya sedang menggambar pakaian pernikahan."
"Wow keren!" ucap Rona.
"Masyaallah! Apakah boleh saya lihat?" Tanya Wilda.
"Gambarnya belum selesai sih karena dari tadi saya merasa gambarnya kurang bagus. Oh ya kalian tadi mau bicara apa ya?"
"Oh itu. Kami mau nanya bagaimana sih caranya membuat baju kebaya gitu. Baju kebaya yang tradisional seperti zaman ibu Kartini."
"Terus satu lagi Rona, Bajunya tu elegan juga. Meskipun baju tradisional bajunya harus tampak elegan atau mewah agar khalayak menyukainya," ucap Wilda.
"Iya benar. Apakah kamu tahu caranya Shizuka?"
"Rona sepertinya Shizuka sangat sibuk sekarang. Kita kembali lain waktu saja," tutur Wilda lesu.
"Saya akan bantu kalian kok. Kalian jangan khawatir," ucap Shizuka tersenyum.
"Alhamdulillah! Terima kasih banyak Shizuka," ujar Rona tertawa.
"Deadline nya kapan? Kalau hari ini saya gak bisa karena banyak orderan."
"Deadline nya masih lama Shizuka. Tiga bulan lagi. Apakah kamu bisa?" Ujar Rona.
"Insyaallah! Kalian datang aja kemari pada Senin depan. Kita akan membahasnya bersama-sama."
"Tapi saya mau bilang padamu Shizuka. Pesan saya adalah kamu jangan bilang pada perusahaan Elvis Presley kalau kamu bantuin kami ya," ujar Rona memohon.
"Iya Shizuka. Ini karena kejadian yang lalu, makanya mereka tidak ingin berhubungan dengan kamu lagi. Maaf ya Shizuka kami melibatkan kamu lagi."
"Iya baiklah."
"Rona, Wilda cobalah lihat penampilan saya" ujar Alda seraya mengembangkan gamis ya ia kenakan.
"Alda! Kamu mencoba gamis itu. Kamu mau membelinya?" Ujar Wilda kaget.
"Kamu sangat cantik mengenakannya Alda. Itu cocok untuk kamu," ucap Shizuka.
"Benarkah? Saya terlihat cantik? Kalau begitu saya beli ini ya Shizuka," Ucap Alda menatap dirinya di cermin.
"Kamu cemburu kan Wilda karena aku telah memiliki baju ini. Aku akan memakainya saat kencan nanti."
Shizuka, Rona, dan Wilda tertawa. Alda melihat mereka dengan tersenyum. Kemudian melepaskan baju itu untuk ditaruh di pelastik dan dibayar olehnya. Setelah itu mereka bertiga pamit kepada Shizuka.
...****************...
Haikal duduk di sofa panjang abu-abu. Pakaiannya bewarna putih dengan lengan tangan yang panjang. Baju kemeja itu tampak rapi, bersih, dan licin. Begitupun dengan celana yang ia kenakan. Di atas mejanya terdapat laptop, ponsel, buku-buku novel, map pelastik bewarna hijau dan pas foto Shizuka. Dia melirik ke berkas Shizuka yang berada di dalam map itu. Dia teringat tentang isu-isu buruk yang menimpa Shizuka.
"Perempuan itu pasti tidak bisa tidur nyenyak. Dia juga pasti kesulitan terhadap orang-orang yang memandangnya rendah. Apa yang sedang dia lakukan sekarang ya? Apakah saya lebih baik ke desa Unicorn untuk mencari bukti tentang isu itu? Iya. Itu adalah ide bagus," ujar Haikal mengambil pas foto Shizuka.
"Tak apalah aku gak kursus. Aku bisa merawat diri seharian di rumah. Agar aku makin cantik dan Vikram makin cinta samaku," ujar Debi berjalan centil.
"Debi! Kamu tidak kursus?"
"Gak bang."
"Kenapa?"
"Kursusnya ditunda."
"Iya kenapa? Kamu ngomongnya yang lengkaplah."
"Shizuka sakit."
"Dia tidak berobat? Terus bagaimana sekarang kabarnya? Sampai kapan kursusnya ditunda?"
"Aku gak tahu bang. Tanya sendiri aja sana," ucap Debi cuek.
"Benarkan kalau Shizuka itu pasti sedih. Dugaanku benar. Dia juga sampai jatuh sakit,"gumam Haikal menggigit bibir bawahnya.
Hari ini cuaca sangat mendung. Daun-daun di pohon berguguran. Angin berhembus dengan sangat kencang. Hal itu membuat Haikal bingung untuk pergi ke desa Unicorn atau tidak. Dari jendela, ia menatap orang-orang berlarian. Dia memposisikan Shizuka diantara semua orang itu. Shizuka berlari dengan air mata berlinang. Tangisnya beradu dengan hujan. Di jalanan yang sudah tergenang hujan membuat sandal jepitnya sudah hampir putus. Sandal jepit dengan alas tipis dan warnanya juga memudar. Tak dapat terbayangkan jeritan penderitaan itu terkunci oleh suara alam.
Haikal terus menatap perempuan yang ia imajinasi kan sebagai Shizuka. Perempuan itu berteduh di halte oplet. Ia memejamkan matanya seperti sedang bermimpi. Seluruh tubuhnya basah kuyup. Sama halnya dengan hatinya yang telah dibanjiri luka dan air mata. Perempuan itu mengenakan rok canda warna coklat dengan baju yang sewarna pula. Rambutnya berserakan seperti akar tanaman, bibirnya pucat tanpa lipstik, kulitnya putih dan lembut bagai sutera.
Aroma sedap dan menggoda tercium. Wanginya menusuk hidung. Serasa kerongkongan ingin menelannya. Makin lama imajinasi itu hilang karena aroma yang tak mampu lagi tertahan. Perut pun serasa main drumbend atau seperti bergemuruh.
"Ini seperti aroma masakan ibu. Hm ini hanya imajinasi saya saja. Dia bukan Shizuka. Lebih baik saya ke dapur melihat makanan yang dimasak ibu," ujar Haikal mengalihkan pandangannya dari perempuan yang di halte.
"Masakannya sepertinya enak," ucap Debi duduk di meja makan dan bersiap-siap menyantap.
"Bukan sepertinya enak. Ini sudah sama persis dengan masakan restoran bintang lima," ujar Herlina menyajikan masakan ala koki terkenal seperti Chef Arnold.
"Aroma masakannya sangat lezat. Pasti Rasanya juga sangat delicious. Ibu masak pa tu?" ucap Haikal merangkul ibunya dari belakang.
"Ini adalah Rendang dan gulai pakis. Sebagian lagi ada di dapur. Tolong kamu ambil dulu Debi."
"Sana Debi! Masakannya akan menantimu kok," ucap Haikal meledeknya.
"Padahal hampir saja aku menikmati rendangnya. Oke akan aku sajikan!" ujar Debi berlari ke dapur.
"Bu, kapan ayah pulang? Kita akan berkumpul lagi kan? Sudah bertahun-tahun ayah pergi jauh dari kita. Kita gak lengkap tanpa ayah," ucap Haikal menaruh rendang ke nasinya.
"Sabarlah nak. Ayahmu kan sedang di luar kota."
"Masakan datang. Ini sup kepiting kesukaan aku banget."
"Kalian makanlah dengan tenang. Ibu mau ke kamar dulu."
"Ibu belum makan. Makan dulu Bu. Masakan ibu enak," ucap Haikal sambil mengunyah.
"Ibu masak banyak. Kita makan bersama yuk Bu! Ujar Debi bersemangat menyuap sup kepiting ke mulutnya.
"Ibu ada pekerjaan. Kalian lanjutkan makannya."
Haikal dan Debi mengangguk. Mereka menyantap masakan itu tanpa jeda. Rasa dan aroma masakan itu kini sudah membuat mereka puas. Selain itu rasa lapar mereka juga telah hilang. Kini keduanya saling membersihkan meja dan berbagi tugas untuk merapikan serta mencuci piring. Haikal masuk ke dapur membawa piring-piring kotor. Setelah itu ia membantu Debi menata ruang meja makan.
"Ini tugasku. Abang ke sana saja. Aku bisa sendiri," ujar Debi melap meja makan.
"Yakin?" Ujar Haikal sambil merapikan kursinya.
"Iya bang. Aku ini sudah mahir dalam hal seperti ini. Aku sudah besar. Jangan memanjakan ku lagi," ucap Debi meyakinkannya.
"Ya sudah. Aku tinggal dulu ya adik kecilku."
"Aku bukan anak kecil lagi," ucap Debi gusar.
"Tadi ibu kenapa gak makan ya?" Gumam Haikal nyamperin ibunya.
Tak sengaja Haikal menjatuhkan kotak kecil di meja rias ibunya. Ia melihat sebuah foto yang tak asing. Itu adalah ayahnya dengan seorang perempuan lain. Haikal bertanya-tanya dalam hatinya. Namun ia tak menemukan jawaban. Pikirannya makin bercampur aduk. Satu sisi ia masih belum punya bukti tentang isu yang dialami Shizuka, satu sisi dia juga bingung tentang ayahnya yang tidak ada kabar. Sekarang ia juga makin bingung karena melihat perempuan yang tak ia kenal bersama ayahnya.
Pintu kamar mandi terbuka. Ibunya datang dengan wajah cemas ketika melihat Haikal memegang foto. Ia bergegas menarik foto itu dari tangan Haikal. Sontak Haikal terkejut dan tak sengaja menyebabkan fotonya robek. Ibunya terduduk lesu di ranjang. Menatap Foto yang ia simpan beberapa Minggu lalu.
"Ibu maafkan aku. Aku tidak sengaja. Tadi itu aku terkejut karena ibu tiba-tiba saja datang dan mengambil foto itu dari tanganku," ujar Haikal duduk di sebelah ibunya.
"Kenapa kamu membuka kotak itu? Kamu sudah melihat orang yang di foto itu?" Tanya ibunya dengan resah.
"Aku tadi tidak sengaja menyenggolnya Bu. Tapi siapa perempuan yang di foto itu Bu? Apakah itu adik perempuan ayah?"
"Tidak. Dia bukan siapa-siapa. Sekarang masuklah ke kamarmu. Ibu mau sendiri dulu."
"Tapi Bu, aku mau tahu perempuan itu siapa. Kalau bukan saudara ayah. Terus dia siapa Bu?" Tanya Haikal memungut foto yang terbagi dua tadi.
"Taruh saja di situ. Kamu pergilah ke kamarmu. Jangan banyak bertanya lagi."
"Iya deh. Tapi ibu makan ya. Aku akan mengambilkan masakan ibu."
"Haikal ibu belum mau makan. Ibu mau sendiri dulu," teriak ibunya.
Haikal terdiam. Ia menatap diri ibunya yang penuh emosi. Ketika tatapannya beradu dengan tatapan ibunya, sorot mata ibunya makin lama terlihat sayu. Entah itu penyesalan karena memarahi anaknya atau itu karena foto perempuan yang bersama suaminya. Haikal menarik napas panjang. Lalu meninggalkan ibunya dengan senyuman singkat.
Beberapa detik Haikal pergi dari kamar ibunya, pintu kamar ibunya langsung tertutup rapat. Tangisannya mulai mengoyak hati Haikal. Ia sadar bahwa perempuan itu adalah sebab ayahnya tidak kembali lagi pada ibunya juga dirinya beserta adiknya. Ia memutar musik melow. Lagu tenang, slow, dan galau membuatnya termenung.
"Akhirnya aku tahu bahwa ibu menyembunyikan masalah besar ini. Aku akan mencari tahu tentang perempuan itu. Ini tidak benar. Ibu menyayangi ayah. Ayah harus kembali lagi pada kami," ucap Haikal bertekad kuat.
...****************...
"Ini bukanlah sebuah kebetulan. Akan ada ketidakadilan pada Shizuka," ucap Denta mengintip Alfi.
"Kamu memikirkan apa? Serius amat mukamu menatap video itu. Emangnya itu video tentang apa?"
"Tidak Alfi. Ini hanya kegiatan pekerjaan ku."
"Elvis Presley sekarang bagaimana? Apakah mereka telah menemukan perancang busana?" Tanya Alfi menaruh rokoknya asbak rokok.
"Hm masih belum."
"Kamu tahu Shizuka. Dia perempuan yang suka menyulam. Beberapa bulan ini sih dia tak pernah ku temui lagi. Apakah dia masih menyulam juga atau dia sudah sukses dalam menjalankan bisnisnya di berbagai cabang," ujar Alfi seraya bermain gitar.
"Kenapa kamu masih mengingatnya? Bukankah ini semua salahmu? Kamu penyebab dari Shizuka tidak diterima di perusahaan Elvis Presley."
"Apa? Kamu berkata apa? Aku tidak berbuat apapun. Terus bagaimana ini semua jadi salahku? Apakah dia melamar kerja di perusahaan Elvis Presley?"
"Tidak! Aku salah bicara. Maafkan aku," ujar Denta.
Alfi tersenyum sambil memainkan gitarnya. Ia tak menggubris tentang Shizuka lagi. Nyanyiannya sangat santai penuh dengan kata cinta. Alunan musik itu begitu indah. Ia menyanyikan lagu yang dibawakan oleh penyanyi Indonesia Pasto dengan judul "Sayang". Saking menghayatinya, Alfi tak menghiraukan video yang ditonton oleh Denta.
Ia masih teringat sentuhan perempuan yang menariknya begitu kuat. Tangannya yang lembut masih membekas di kulitnya. Senja itu Alfi yang sedang nongkrong di kafe Ginting tak sengaja melihat Shizuka pergi ke masjid. Saat matahari hampir terbenam, ia menghampirinya dengan terburu-buru. Jalanan yang biasanya sepi dan hanya dilalui oleh sepeda saja, tak biasanya akan padat begitu. Ketika Alfi menyeberang dan meneriaki nama Shizuka, ia malah tertabrak sepeda motor. Meskipun ia tertabrak, disempatkannya merangkak untuk menei Shizuka. Ia kesulitan mengejar Shizuka karena kedua kakinya sudah cedera dan kepalanya berlumuran darah. Ia hanya bisa menyentuh kaki Shizuka. Shizuka menghindarinya ketika Alfi hendak menyentuhnya. Penolakan Shizuka tersebut, membuat Alfi terus berusaha memegang kakinya hingga menarik rok Shizuka. Rok itu robek sedikit dan meninggalkan noda darah.
Shizuka menjerit dengan keras. Ia menatap Alfi dengan rasa cemas, takut, dan panik. Beberapa laki-laki muda dan ibu-ibu di sana berlari membantu Alfi. Denta juga di sana. Ia menelpon ambulans. Sedangkan Shizuka dibawa ke rumah kepala desa.
Orang-orang menilai Shizuka sebagai perempuan yang licik karena telah merayu Alfi anak kepala desa dan pemilik sekolah SD Negeri 33 Sibolga. Walaupun Alfi dikenal sebagai laki-laki bandel, tetap semua orang menyalahkan Shizuka. Hal itu tidak dapat dilupakan warga setempat.
Semenjak kejadian itu, Alfi tidak lagi tinggal di desa Unicorn. Ia dipaksa oleh orang tuanya pergi ke luar kota agar tidak lagi bertemu dengan Shizuka. Kedua orang tuanya hanya memiliki anak satu orang saja, yaitu Alfi seorang. Alfi memiliki ciri fisik dengan kulit putih, tinggi, ideal dengan berat badannya, matanya sipit, rambutnya lurus, hidungnya mancung, dan bibirnya tipis.
Banyak perempuan yang tergila-gila padanya karena ketampanannya serta hartanya. Sempat juga Alfi menyukai satu perempuan yang tergila-gila padanya. Tapi cinta itu tak lama dijalaninya. Cinta itu kandas saat Alfi mengenal Shizuka. Ia melihat Shizuka hanya dari kejauhan selama berada di desa Unicorn karena kedua orang tuanya beserta orang desa selalu berbisik tentang mereka yang tak serasi.
Seiring waktu, segala ujaran kebencian kepada Shizuka itu tenggelam. Tak seorang pun lagi mencemoohnya. Bakatnya membuat desa itu terkenal serta banyak media juga memuat berita tentang desa Unicorn yang telah melahirkan Puteri Unicorn yang cerdas.
"Pintar juga kamu bernyanyi Alfi. Permainan gitarmu juga keren. Tapi aku yakin kamu pasti memikirkan seseorang saat menyanyikan lagu itu. Iya kan?" Ucap Denta bertepuk tangan.
"Ini lagu untuk perempuanku. Dia selalu mengisi hatiku."
"Ya semoga perempuan itu bisa merasakan cintamu dan tidak patah hati karena dikhianati cinta," ujar Denta menaikkan alis.
"Patah hati bagaimana? Hanya dia yang aku puja. Dia gak akan patah hati," ucap Alfi tersenyum.
"Dia memang tak tahu apapun. Apakah aku kasih tahu saja dia tentang Shizuka yang dihina ketika rapat di Elvis Presley? Ah sebaiknya tidak usah saja karena bisa saja masalah makin rumit," gumam Denta mengangguk.
"Apa yang kamu pikirkan? Kamu khawatir aku akan menduakan Shizuka?"
"Tidak Alfi. Cuma aku khawatir orang tuamu apakah akan merestui kalian?" Ucap Denta beralasan.
"Tenang saja. Orang tuaku akan menerima Shizuka sebagai menantu mereka. Aku yakin itu."
"Syukurlah kalau begitu kamu bisa mencintainya selamanya. Semangat kawan!"
"Oke makasih Denta. Besok akan menemui Shizuka. Kamu doakan agar semua baik-baik saja."
"Iya pastilah. Aku yakin Shizuka juga merindukanmu," ucap Denta tertawa terbahak-bahak.
"Jelaslah. Hanya aku laki-laki yang mencintainya," ucap Alfi penuh penghayatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments