Banyak sekali gurauan yang menjadi sebab tertawa. Suram dan kekosongan adalah senyawa kelam yang begitu membosankan. Penjara saja ramai dengan para napi. Agak kasar juga mengatakan sebuah keburukan yang tak lain adalah sifat alami manusia juga.
Di sudut ruang itu terurai kain putih panjang yang menyentuh kedua kaki indah. Kakinya yang putih berseri berada pada sebuah meja jahit yang agak tua. Ia menjahit dengan cukup gigih. Sekitar pukul Sebelas malam, ia masih melanjutkan orderan yang harus selesai besok pagi. Tampak juga dinding-dinding rumah itu sudah pada miring. Rumahnya sudah layak untuk direnovasi. Akibat dari usia rumah yang sudah tua dan goncangan alam menjadikan rumah itu makin memprihatinkan.
"Kak, kenapa belum tidur?"
"Kakak menyelesaikan orderan dari Ibu Danti."
"Aku bantuin ya kak."
"Gak usah Zee. Kamu tidur saja."
"Tapi kak kalau aku tidur, bagaimana dengan kakak? Kita tidur bareng aja kak. Makanya sini aku bantuin agar cepat kelar."
"Sudah kamu jangan bandel deh. Kakak bisa lakuin sendiri. Kamu tidur duluan aja Zee."
Zee terlihat iba menatap kakaknya. Ia terpaksa berjalan ke kamarnya yang tak lain juga disebut sebagai ruang tamu. Ia duduk di tikar oranye dan mengambil bantal kecil. Diliriknya jam yang hampir menunjukkan pukul dua belas malam. Ia merasa kakaknya sangat lelah. Namun harus tetap bangkit dan berjuang untuk bertahan hidup.
"Ya ini hampir selesai," ucap Shizuka.
Malam yang makin larut membuat Shizuka terlelap. Ia tidur dengan posisi wajahnya yang menimpa baju yang dijahitnya. Ketika sang mentari tersenyum benderang di nelangsa, Zee menghampiri kakaknya. Ia tersenyum menatap kakaknya yang masih melanjutkan jahitannya.
"Kakak gak tidur-tidur ya semalaman ini?"
"Tidur kok Zee. Tapi kakak gak sadar tadi kok kakak tertidur."
"Itu pasti karena kakak kecapekan."
"Terus bagaimana kak? Apakah pekerjaan kakak sudah selesai?"
"Belum Zee. Orderannya diantar jam sembilan pagi. Kamu temani kakak ya Zee ke sana."
"Iya kak. Apakah kakak mau aku buatin teh?"
"Terserah kamu aja Zee."
"Yaudah tunggu sebentar ya kak aku buatin."
...****************...
Salwa dan Kartika mampir ke rumah Haikal. Mereka marah kepadanya karena tidak memilih mereka sebagai perancang busana di perusahaan ternama itu. Haikal tak acuh. Ia terus mengetik di laptopnya. Salwa mengambil laptop Haikal. Ia kembali meyakinkan Haikal bahwa mereka lebih baik dari Shizuka. Haikal masih tetap dengan keputusannya. Ia kembali mengambil laptopnya dari tangan Salwa.
"Kamu kenapa memilihnya Kal?" Tanya Kartika murung.
"Dia aja tamatan SMA. Sementara kami berdua emang dari lulusan tata busana loh. Sarjana lagi."
"Haikal kamu dipanggil Pak Fariz."
Haikal membawa laptop dan dokumen-dokumennya. Ia tak menjawab ucapa Salwa dan Kartika. Sehingga Salwa dan Kartika mengikuti Haikal dan Ian. Sesampai di sana, Ian menutup pintu ruang Fariz. Salwa dan Kartika makin kesal.
"Eh Ian kamu gak lihat kami berdua mau masuk. Kenapa menutup pintunya?" Ucap Kartika.
"Kalian kan gak dipanggil sama pak Fariz," ucap Ian meninggalkan mereka.
"Dia sama saja dengan si Haikal. Sama-sama cuek dan gak mau dengarin kita."
"Shizuka itu siapanya si Haikal sih?" Tanya Kartika penasaran.
"Aku juga gak tahu Kartika," jawab Salwa.
"Aku belum pernah lihat ataupun dengar tentangnya. Tetapi aku dengar sedikit dari cerita karyawan lain katanya dia gadis desa yang tamatannya SMA," ujar Kartika.
"Aku akan bujuk Haikal untuk merekomendasikan salah satu nama dari kita berdua. Mudah-mudahan saja pak Fariz tidak menyukai Shizuka sebagai perancang busana di perusahaan ini," ujar Salwa.
Beberapa menit kemudian Haikal keluar dari ruangan Fariz. Ia tak mempedulikan Salwa dan Kartika yang berada di hadapannya. Ia terus berjalan menuju ruangannya. Salwa dan Kartika pun kembali mengikutinya. Mereka berdua menatap Haikal yang sedang memegang ponselnya.
"Tolong jangan mengikuti saya lagi. Saya mau bekerja," pinta Haikal menatap mereka berdua.
"Kami gak akan mengikuti kamu dari tadi kalau saja kamu mau dengarkan ucapan kami."
"Apa kalian gak punya kerjaan lain? Tolong keluarlah dari ruangan saya."
"Sebelum saya berlaku kasar." Tambah Haikal lagi dengan wajah berapi.
Mereka pun keluar dengan wajah yang dongkol. Salwa menghempaskan pintu ruangan Haikal dengan sangat keras. Sedangkan Kartika terdiam saja menuju ruangannya yang berada dekat Ian. Ia terduduk gelisah. Tangannya meraih ponselnya. Terlihat dia begitu kecewa juga. Sehingga ia menelpon dengan suara sangat kuat.
Orang-orang disekitarnya terheran. Ian yang berada di sebelah kirinya pun menghampirinya. Ia juga telah mengetahui niat Kartika yang hendak mencalonkan dirinya sebagai penata busana di perusahaan mereka.
"Kamu kenapa? Saya harap kamu tetap optimis Kartika. Namanya juga persaingan. Jangan menyerah oke?"
"Apa menyerah?"
"Oh ya menurut saya sih Shizuka kalau diperhatiin emang sih orangnya biasa aja. Tapi kan kita belum melihat bakatnya. Bisa jadi dia orang yang tepat bekerja di sini menggantikan Yuzi."
"Bagian marketing juga kelihatannya juga sudah membutuhkan kerja sama dengan perancang hebat seperti Yuzi. Apakah Shizuka bisa menggantikan posisinya ya."
"Yuzi itu hebat. Saya harap kamu jangan samain dengan gadis itu."
"Ngomong-ngomong tadi manager bilang Si Haikal akan bertemu dengan Shizuka besok sore."
"Ketemu dimana? Saya harus ikut," ucap Kartika.
"Saya gak tahu. Kamu boleh tanya sama Haikal. Menurut saya kamu ikut saja agar kamu kenal dengan Shizuka," usul Ian menawarkan dengan tenang.
"Thanks Ian."
"Oke. Jangan marah-marah lagi. Cepat tua entar."
Kartika tersenyum. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Ian pun juga kembali ke ruangannya yang bersebelahan dengan Kartika. Ruangan mereka hanya dibatasi dinding setinggi pinggang orang dewasa. Catnya bewarna biru. Kartika berada paling sudut ruangan atau paling pojok. Walaupun Kartika agak kecewa hari itu, ia kembali seperti dirinya semula. Ramah dan hangat begitulah sifat alami Kartika.
Dia gadis berkulit sawo dengan rambut lurus sepinggang. Agamanya nasrani. Dia menjabat di perusahaan sebagai karyawan. Sama halnya dengan Ian dan Salwa. Mata Kartika agak besar, alisnya tipis dan hidungnya pesek. Dia dijuluki sebagai Rapunzel karena seperti boneka. Julukan itu pemberian dari Salwa. Teman karibnya selama bekerja di sana.
...****************...
Bayangan itu terus berlarian di memori Shizuka. Seperti seorang laki-laki yang mengendap-endap masuk mencuri sepotong hati. Dua potong atau bahkan lebih karena ia sangat terluka dan agak terlihat depresi. Ketidakjelasan di rona wajahnya mengakibatkan Shizuka berpikir panjang tentang siapa laki-laki yang hadir di mimpinya itu.
Rumahnya kini agak ramai. Tak seperti biasanya yang sepi karena hanya ada Shizuka dan Zee. Keramaian itu pun membuatnya tersadar bahwa ia harus segera berteman dengan seseorang. Ia belum pernah bertemu dengan orang itu. Sehingga Shizuka hanya berpenampilan sederhana saja.
Ia meraih tas kecilnya dan keluar dari kerumunan yang menyesakkan. Di depan pintu rumahnya, sudah ada seorang laki-laki berseragam kantor. blazer nya bewarna abu-abu dengan kemeja putih, celananya juga serasi dengan baju yang ia kenakan, aroma parfumnya begitu elegan seperti wewangian yang disukai oleh Shizuka yaitu aroma parfum purple, rambutnya lurus dan tertata rapi seperti laki-laki di kerajaan Korea atau bangsawan, kulitnya putih langsat, dan tingginya sekitar 180 cm dengan berat badan yang ideal.
Shizuka tersenyum menatapnya. Laki-laki itu membalas senyumannya. Shizuka makin malu karena tak pernah melihat laki-laki setampan dan serapi itu. Ditambah lagi Shizuka juga jarang bertemu laki-laki karena ia sibuk dengan usahanya.
"Assalamu'alaikum! Apakah benar ini rumah Shizuka Anindya Siregar?"
"Waalaikumsalam! Iya benar."
"Apakah Shizuka nya ada?"
"Itu saya. Saya adalah Shizuka."
"Oh kamu adalah Shizuka. Maaf saya tidak tahu karena saya hanya mendengar tentang kamu."
"Iya tidak apa-apa. Mari silakan duduk di sini saja karena rumah saya sedang ramai dan kondisinya tidak memungkinkan. Rumah saya tidak luas. Jadi tidak apa-apa kan kamu duduk di sini saja?" Ucap Shizuka menatap dengan rasa bersalah.
"Tidak apa-apa Shizuka. Saya tidak keberatan kok."
"Tunggu sebentar saya ambilkan minum."
"Kakak memang hebat banget. Tak disangka banyak orang yang menawarkan diri untuk bekerja bersama kami. Terus ada juga beberapa yang mau mesan baju sama kakak," gumam Zee bersyukur.
"Zee tamu kita sudah datang. Dia ada di teras depan. Bolehkan kamu urus yang di sini dulu," ucap Shizuka menunjuk ke mesin jahit.
"Tentu kak."
"Terus kalau mengenai orang-orang yang meminta pekerjaan, kamu tahukan jawab apa?"
"Apakah gak masalah tidak memberi upah pada mereka kak?"
"Kamu tanya aja pendapat mereka bagaimana baiknya. Katakan saja mereka kursus beberapa bulan di sini karena kita juga baru dalam usaha ini dan kita dananya juga terbatas Zee."
Zee mengangguk setuju.
"Salwa, Kartika kenapa kalian bisa berada di sini?"
"Haikal boleh kan kami di sini?" Tanya Kartika memohon.
"Tapi kok kalian tahu saya di sini?"
"Ini dia minumannya. Maaf agak lama," ujar Shizuka menaruh minumnya di meja bambu kecil.
"Gak apa-apa Shizuka. Terima kasih ya," ucap Haikal tersenyum.
"Apakah kamu sibuk Shizuka?"
"Lumayan juga."
"Kamu yang namanya Shizuka?" Tanya Salwa dengan menunjuk kearah Shizuka.
"Iya. Saya Shizuka. Apakah kalian saling kenal?" Tanya Shizuka menatap Haikal.
Kartika tak memberi kesempatan Haikal berbicara. Dia mendekati Shizuka. Memperhatikannya dari kaki hingga ujung rambutnya. Lalu ia berjalan mengelilingi Shizuka.
"Kamu Shizuka? Saya pikir kamu adalah perempuan seperti kami. Ternyata sesuai dengan tempat tinggal mu. Kamu miskin dan sederhana. Tak ada yang menarik dari kamu. Kamu perempuan yang dianggap pintar dalam hal desain pakaian. Namun saya perhatikan kamu itu tidak tahu apapun. Penampilan kamu aja di bawah standar. Apakah pantas dia bekerja sama dengan perusahaan kita Haikal?"
"Berhentilah menilai seseorang dengan kacamata mu."
"Apakah aku salah berbicara Salwa?" Tanya Kartika.
"Apa yang dikatakan Kartika itu benar. Kita tidak pantas kemari dan mengajaknya bekerja sama."
"Boleh saya katakan satu hal? Ini bukan gorengan. Gak segampang itu memilih dan meyakinkan Pak Faiz. Dia adalah Aset beharga. Dia berbakat. Pak Faiz memilihnya. Bukan saya. Saya hanya merekomendasikan saja."
"Sama saja itu Haikal. Kenapa kamu merekomendasikan dia? Lihat saja penampilannya begitu memalukan," ucap Kartika sinis.
Shizuka tertunduk malu. Dia seperti membeku dalam suasana yang memporak-porandakan hatinya. Ia berjalan perlahan mundur hingga sampai ke pintu rumahnya. Haikal yang menyadari Shizuka ingin masuk ke rumah, langsung menggenggam tangan kanannya. Haikal merasakan tangan Shizuka yang dingin. Sedingin es di kutub Utara. Kedua bola mata Shizuka pun terlihat redup karena ujaran dari Salwa dan Kartika.
"Kamu mau kemana? Tetaplah di sini!" Pinta Haikal.
Shizuka hanya diam sambil menatap mata Haikal yang begitu teduh. Ia seperti berada dalam sebuah istana yang begitu indah. Kedua mata Haikal tampak menenangkan. Begitu menentramkan sukma. Kedua tangan mereka pun masih saling berpegangan. Kedua pipi Shizuka memerah. Wajah Haikal yang tampan membuatnya lupa bahwa Salwa dan Kartika berada di dekatnya. Ia tersenyum-senyum hingga tak mengalihkan pandangannya kemanapun.
Haikal juga tersenyum. Ia tak melepaskan tangan Shizuka. Mereka berdua saling tatap-tatapan. Entah apa yang mereka rasakan. Keduanya tampak bahagia. Salwa dan Kartika yang melihat mereka berdua hanya terheran. Suasana itu makin berdebar ketika Shizuka tak sengaja berkata pada Haikal tentang imajinasinya.
"Aku ingin bersamamu seperti sang pangeran yang terus melindungi bidadari nya. Aku bahkan gak sanggup untuk berpisah darimu," ucap Shizuka dengan air mata berlinang.
Haikal sontak terkejut.
"Ada apa ini? Lepasin tangan Haikal," ucap Kartika memisahkan mereka berdua.
"Tatapan itu. Itu seperti tatapan cinta. Apakah Shizuka menaruh rasa padaku?" Gumam Haikal masih menatap Shizuka dengan tersenyum.
"Sudah selesaikan berkhayal nya? Sekarang saya harap kamu jangan bermimpi untuk masuk ke dalam kehidupan orang seperti kami," ujar Kartika melotot pada Shizuka.
"Lebih baik kalian berdua tinggalkan kami berdua. Kami di sini untuk menjalin kerja sama. Jangan memperburuk suasana. Tolong Salwa bawa Kartika pergi. Kalau tidak pak Faiz akan tahu bahwa kalian merusak pekerjaan saya. Kalau dia tahu saya yakin kalian gak akan bisa hidup tenang."
"Haikal berkata benar Kartika. Ayo kita kembali ke perusahaan," ucap Salwa memegang lengan kanan Kartika.
Mereka berdua pergi dengan terpaksa. Salwa membonceng Kartika dengan sepeda motor bewarna putih. Kemudian Haikal kembali mengajak Shizuka untuk mendengarkannya berbicara. Sebelumnya ia minta maaf pada Shizuka. Lalu memberikan kabar bahagia padanya tentang maksud kedatangannya.
...****************...
Sedari dulu tatapan cinta itu merindu. Rindu yang tahu akan bertandang pada seorang gadis desa. Mawar merah harum dan indah kelopaknya bagaikan raga yang tak pernah terlihat oleh mata. Sebegitu dalamnya lamunan Haikal mengoloknya untuk tetap menari dengan gadis yang baru saja ia kenal.
Alarm berbunyi tak terdengar olehnya. Debi bergegas mematikan alarm itu. Ia tak menghiraukan abangnya yang masih menatap langit-langit kamarnya. Haikal yang masih memakai piyama terus berbaring karena khayalan itu tampak indah.
"Debi, mana abang mu?"
"Di kamar Bu. Oh ya bu bolehkah aku kursus dengan Shizuka? Semua orang sekarang banyak yang kursus di sana. Aku juga ingin buka usaha seperti mereka jika aku sudah hebat nanti," ujar Debi mengambil sendok makan.
"Kenapa kamu kursus sama si Shizuka? Dia kan hanya tamatan SMA. Terus gak ada bakat dalam menjahit."
"Iya emang sih. Aku juga awalnya mikir sama dengan ibu."
"Kalian jangan berpikir begitu. Jangan menilai seseorang dari pendidikan atau pun penampilan mereka," ujar Haikal masih memakai piyama dengan wajah semerawut.
"Kenapa kamu berkata begitu nak? Shizuka itu hanya orang biasa. Bahkan untuk hidup saja dia susah. Apalagi untuk bangun usaha sehebat itu."
"Bu Shizuka adalah perempuan karir yang hebat. Baru ini aku temui perempuan sederhana, pintar, baik, kreatif dan dia juga cantik."
"Hm itu pujian atau hanya sebuah rasa simpati aja bang?" Ujar Debi sambil mengunyah mi goreng.
"Apa yang kamu katakan Haikal? Jangan mengatakannya seperti itu lagi. Ibu tidak suka kamu memikirkannya seperti itu karena dia adalah perempuan miskin."
"Tapi Bu apa yang aku katakan itu benar. Bahkan semua warga desa saja mengaguminya dan mereka semua sangat bersyukur punya tetangga seperti Shizuka. Dia bukan hanya seperti yang ku katakan tadi Bu. Dia itu sangat sempurna menurut ku."
"Tidak ada yang sempurna. Dia adalah perawan tua."
"Iya benar bang. Manusia tidak ada yang sempurna. Tapi kalau sekedar menjalin pekerjaan dengan bekerja sama itu gak apa-apa."
"Makasih Debi. Abang sudah ke rumahnya kemarin. Kalau kamu tidak mengusulkan Shizuka pada Abang, Abang gak akan tahu ada orang hebat seperti dia di kampung kita."
"Iyalah bang. Itu karena aku berteman dekat dengan Shizuka dan Zee."
"Jadi maksud kalian Shizuka sekarang sudah bekerja satu kantor denganmu Haikal?" Ucap Herlina tercengang.
"Bukan bekerja saja Bu. Shizuka akan menjadi primadona di kampung kita. Ibu gak tahu apa, kepala desa sekarang akan datang ke rumahnya. Gak tahu kenapa. Mungkin akan membantunya dalam dana atau pun menawarkan sesuatu yang beharga seperti pembangunan rumahnya atau toko untuk usahanya."
"Itu pantas ia dapatkan karena bakatnya sangat menakjubkan."
Herlina hanya terdiam. Mengingat kondisi Shizuka hanya dari keluarga biasa. Ia tak menyangka bahwa seorang gadis tanpa orang tua dan pendidikan yang kurang bisa membuatnya tumbuh menjadi orang besar. Kemudian ia juga berpikir bahwa Shizuka itu tidak punya keahlian apapun selain hanya menyulam biasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
R yuyun Saribanon
semerawut
2024-06-24
0
Devi Aviana Putri
Oh, ternyata Haikal itu kakaknya Debi. Apa nantinya Haikal bakal sama Shizuka, ya? Hehe nebak-nebak dulu.
Suka juga sama narasinya, Kak. Kata-katanya indah. Kereen 👍👍
2023-09-07
1