Selepas ritual yang membuat tubuh Emily bagai tak bertulang. Besandarkan kepala ranjang, Lyam tengah mengusap surai kecoklatan Emily dengan penuh kasih sayang. Dan Emily, yang tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada juga menenggelamkan wajahnya semakin dalam di dada bidang suaminya. Tidak lupa selimut yang menutupi keduanya hingga batas leher Emily.
Ia layaknya lintah. Jika lintah menempel pada manusia karena haus akan darah, maka Emily menempel pada Lyam karena haus akan aroma pria itu.
“Sayang, apakah ketika mandi kamu menggunakan bunga Anggrek bukan air?” tanya Lyam sembari memainkan ujung hidungnya tepat di atas kepala Emily.
Kedua netra Emily menyipit, tidak mengerti, “aku bahkan belum mandi sejak kemarin karena Oppa, jika Oppa lupa.” katanya apa adanya. Ia memang belum mandi sejak kemarin karena ulah suaminya itu.
“Lalu kenapa rambut dan tubuhnya wangi sekali?”
“Mana Ily tahu, bahkan Ily tidak suka bunga. Ily hanya suka baunya tidak dengan bentuknya."
Lyam terkekeh. Ia semakin menekan tangannya pada tubuh Emily untuk mengeratkan pelukannya.
“Sayang, Oppa akan pergi nanti pukul dua siang. Sekarang ada yang ingin Oppa bicarakan padamu, bolehkah?”
Emily menganggukan kepalanya pelan.
“Daddy apakah sudah memberitahu Ily, mengenai kepindahanmu ke Korea lusa?” tanya Lyam dan hanya di angguki lagi oleh Emily.
“Oppa yakin, sedikit banyak Daddy dan Mommy sudah menjelaskan banyak hal termasuk Ily yang harus menetap di Korea. Sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.” Lyam menjeda ucapanya sejenak.
“Oppa hanya sedikit mengulang dan menambahkan jika mungkin ada yang terlewat dari apa yang Daddy katakan,” Lyam menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan.
“Selepas Ily pindah ke sana, Ily akan tinggal di asrama selama masa perkuliahan berlangsung. Dan kita akan sulit dan jarang bisa bertemu dengan kurun waktu itu. Ily tahu apa alasan Oppa bertanya apa Ily, kapan tanggal pertama Ily kedatangan tamu bulanan ketika akan melakukanya semalam?”
Pelipis Emily seketika berkerut, kedua netranya semakin menyipit. Ia berusaha mengingat tentang apa yang Lyam katakan tersebut. Dan setelah mengingatnya ia menganggukan kepalanya cepat.
“Oppa bertanya itu untuk mengetahui kapan masa subur Ily. Bukan karena Oppa tidak menginginkan bayi yang hadir di rahim Emily. Bukan, tentutaja tidak mungkin. Tapi, Oppa hanya tidak ingin Ily terbebani dengan banyak hal. Kita bisa menunda hal itu hingga kita benar-benar siap memilikinya.”
“Daddy memang melarang juga untuk saat ini, tapi Oppa lebih menghargai apa yang Ily cita-citakan. Bahkan Daddy, Mommy, Appa, Amma juga memintanya karena alasan yang sama. Terlebih, karena Ily sudah menjadi anak penurut selama ini. Ily bisa memahami dan bersabar, dengan segala keadaan yang harus kita hadapi ini kan sayang?”
“Ily bisa bersabar kok Oppa.”
Emily bersedia bukan hanya karena terpaksa atau ingin menyenangkan hati suaminya. Ketika Lyam menjelaskan banyak hal terlebih soal kehamilan, otaknya tiba-tiba bekerja begitu kerasnya. Ia membenarkan jika menunda memiliki momongan adalah pilihan yang terbaik. Ia tidak mungkin untuk mengandung saat ini. Umurnya baru saja menginjak 18 tahun.
Secara biologis mungkin memang sudah dikatakan mampu. Tapi, untuk mental rasanya ia tidak yakin jika dirinya siap untuk menjadi seorang ibu.
Sampai detik kemarin saja Emily masih berdebat hebat dengan Evelyn, hanya untuk sekedar merebutkan Sean. Masih sering merengek, minta dipeluk Sean ketika suasana hatinya sedang buruk. Atau, minta diusap di area perut oleh Evelyn ketika sedang kedatangan tamu bulanan.
Ketika Sean dan Evelyn menyampaian berita mengejutkan tentang perjodohan untuk dirinya. Ia memang bisa menerima dengan hati yang terbuka. Saat Sean mengatakan itu yang terbaik untuk semuanya terutama dirinya. Dan Lyam akan menjaga Emily seperti Sean menjaga dirinya selama ini.
Namun, ia tidak yakin bisa jika harus menjadi seorang ibu dari bayi yang harus dia urus. Disaat dirinya sendiri belum bisa dewasa.
Ya, meski ia sempat bertanya apa alasanya sedangkan ia baru saja lulus sekolah menengah atas tiga bulan lalu. Tapi, itu hal yang wajar bukan?
“Oppa, boleh Ily bertanya?” kata Emily sambil mendongakkan kepalanya menjadi menatap wajah Lyam yang ternyata tengah menatapnya.
“Hmm...” dehem Lyam disertai anggukan pelan.
Emily tak langsung berbicara, ia justru mengepalkan kedua tangan nya yang masih memeluk Lyam. Menggigit bibir bawahnya pelan pelan.
“Tanya saja sayang, Oppa akan jawab jika Oppa bisa,”
“Oppa, kenapa Oppa mau menikah dengan Ily?”
“Jika Oppa mengatakan karena Ily, apa Ily percaya?” jawab Lyam santai tanpa ekspresi.
Emily menyipitkan kedua matanya. “Karena Ily?”
“Hmm, karena orang itu Emily. Walaupun karena pernikahan ini sudah direncanakan sejak lama. Tapi, juga karena Ily alasanya."
“Apa tidak protes dengan Appa dan Amma?” tanya Emily.
Spontan, Lyam menautkan kedua alisnya. Netranya semakin menyipit dengan kerutan tercetak jelas di keningnya.
Melihat hal itu membuat Emily sedikit panik. Tanpa sadar menggerakkan tubuhnya. Menciptakan jarak antara wajah keduanya yang semula dua jengkal tangan Emily kini terpotong hingga tersisa hanya setengah jengkal tangan Lyam.
“Emm, maksud Ily. Apa Oppa tidak merasa keberatan sedikitpun? Padahal umur kita terlampau cukup jauh. Waktu itu Ily hitung kita berbeda 15 tahun.”
Emily bungkam sejenak, mengamati air muka Lyam yang sepertinya tetap tidak ada perubahan.
“Maksud Ily itu Oppa kan sudah matang. Tapi, Ily tidak bilang Oppa sudah tua ya. Ily hanya bilang jika Oppa sudah dewasa. Terlebih Oppa Idol, pasti mudah menemukan wanita yang Oppa idamkan.”
Awalnya Lyam hampir saja menarik sudut bibirnya, namun ketika terjadi perubahan pada air muka Emily yang menjadi sendu dan penuh dengan keputus asaan diakhir kalimat. Cepat-cepat ia mengurungkanya.
Lyam mengulurkan tangan kanan-nya yang terbebas. Meraih dagu Emily dan mengangkatnya dengan penuh kelembutan dan menahanya dengan jari telunjuknya.
“Ily sayang, dengar Oppa baik-baik ya!”
“Sebaik apapun Oppa dimata Ily, dan orang lain. Pada kenyataanya Oppa hanya manusia biasa dan pasangan Oppa juga hanya manusia biasa. Bohong kalau Oppa bilang Oppa tidak memiliki wanita idaman."
"Bohong juga kalau Oppa bilang Emily adalah wanita itu. Karena apa? Karena Oppa tidak akan mungkin menemukan wanita yang kata Emily Oppa idamkan itu."
Lyam menjeda ucapanya sejenak, memberi waktu untuk Emily bisa menerima semuanya.
“Bukan hanya tidak bisa menemukannya. Tapi, memang tidak akan ada manusia yang sempurna. Apalagi yang kemiripannya mencapai 100% dengan kriteria yang di idamkan. Yang bisa kita lakukan ya hanya menerima dan bersyukur tentang apa yang telah tuhan berikan untuk kita," jelas Lyam panjang lebar.
“Sekarang Oppa yang bertanya dengan Ily, apa sebenarnya Ily yang sempat merasa keberatan dengan pernikahan ini?” tanya Lyam. Ia dapat melihat perubahan air muka Emily serta pandangan mata yang teralihkan. Itulah alasan dirinya mengangkat wajah Emily tadi.
“Katakan dengan jujur, tidak apa-apa.”
Emily menghembuskan nafasnya berat, kedua pundaknya ikut melorot.
“Sebenarnya, waktu awal itu Ily sempat protes. Ya walaupun tidak mengatakan nya pada Mommy dan Daddy sih."
"Kita belum pernah bertemu sebelumnya, pertemuan kita justru di hari pernikahan kita. Selama ini Ily jarang, bahkan nyaris tidak pernah protes ketika Daddy menentukan jalan hidup Ily.”
Emily meraup oksigen sejenak sebelum kembali melanjutkan.
“Selalu sekolah di sekolah khusus wanita. Pergi diantar sopir wanita. Tidak mengenal pria lain selain Daddy dan Appa. Sepupu saja Ily hanya say hai dan itu selalu dalam pantauan Mommy. Bukan Ily keberatan karena tidak diberi kebebasan. Ily justru tak pernah memusingkan nya. Berpikir ke arah sana pun tak pernah.”
“Tapi, ketika tiba-tiba Deddy mengatakan akan menjodohkan kita. Ily jadi bertanya-tanya banyak hal. Kenapa se tiba-tiba itu,” jelas Ily panjang lebar.
Lyam terpaku, mendadak atensinya tertuju hanya pada wanita di hadapan nya ini. Tentang apa yang wanita ini rasakan, apa yang ia pikirkan.
Sepersekian detik Lyam hanya mampu menarik dan menghembuskan nafasnya berat selama berulang kali.
“Sayang. Jika Daddy, Mommy, Appa dan Amma meminta kita untuk tidak saling bertemu barang satu kali pun selama Ily masih menjalani masa perkuliahan bagaimana?”
Emily bungkam sesaat. “Tidak masalah kalau Ily, kalau Oppa bagaimana?” tanya Emily kembali. Pertemuan mereka baru saja terjadi kemarin. Emily yakin tidak akan sulit melakukanya karena memang mereka belum terbiasa bertemu.
“Kalau Oppa bilang keberatan bagaimana?” jawab Lyam justru dengan sebuah pertanyaan.
Emily terpaku sejenak, Lyam dapat melihat pelipis Emily yang semula sudah kembali normal menjadi sedikit berkerut lagi. “Emm, kalau Oppa ingin kita tetap bisa bertemu sih, kita bisa minta dispensasi dari Daddy.”
Tawa Lyam terlepas seketika. Jawaban yang sangat-sangat meleset dari bayangan Lyam. Bahkan tidak pernah ia duga jika itu akan keluar dari mulut seorang Emilya Barbara. Gadis manis nan manja yang masih berusia 18 tahun. Yang biasanya masih mengedepankan ego dan amarah mereka, benar-benar ajaib.
“Oppa bercanda sayang, Oppa juga setuju. Itu jauh lebih baik untuk kita, terutama dirimu.”
“Ya, setidaknya itu tidak akan mempersulit diriku. Jika aku tidak mampu berpuasa,” sambung Lyam dalam hati.
Emily hanya menganggukkan kepalanya berulang, sudut bibirnya ia tarik lebar-lebar. Hingga memperlihatkan bulatan membentuk lengkungan di pipi kanan.
Karena tak tahan menahan gemas Lyam menghadiahi bibir merah merona Emily dengan satu kecupan singkat. Si empunya bibi juga sudah tak bersemu merah seperti sebelumnya.
“Bagaimana jika sekarang kita sarapan saja. Sejak tadi Oppa seperti mendengar suara-suara cacing di perut mu sayang.” Goda Liam.
Jika tadi hanya memamerkan lesung pipi yang ia miliki. Kini Emily juga memamerkan gigi gingsul kanan nya. “Ily memang sedikit lapar sih Oppa, hanya sedikit tapi ya.”
“Mau makan disini atau turun? Mungkin sekarang restoran sudah tidak terlalu ramai.”
“Oppa tidak mendadak amnesia bagaimana keadaan Ily dibalik selimut ini bukan?”
Lyam hanya terkekeh, kemudian tangan kirinya ia selipkan tepat dibelakang lutut Emily dan sisanya pada punggung wanita itu.
“Aaa Oppa. Apa yang kau lakukan? Kenapa kau tinggalkan selimutnya," teriak Emily nyaring.
Lyam seperti tuli mendadak, tak mendengar protes yang ditunjukan Emily. Pria itu justru tetap memaksa untuk membawa Emily menuju kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments