The Secret
Madrid – Spanyol, 2019
“APA... pesta pernikahanmu?” suara melengking milik pria menggema dari seberang sana. Membuat si penerima spontan menyipitkan sebelah netranya.
Pernikahan yang direncanakan dan diatur oleh para tetua, memang selalu mampu membuat siapapun terkejut. Jangankan orang lain, mempelai pria-pun merasakan hal yang sama. Ia hanya diminta untuk datang ke Madrid, dimana calon istrinya tinggal dan dilahirkan.
Kemudian setelah sampai di Hotel, tiba-tiba ia disodori setelan jas berwarna Hitam oleh calon ibu mertuanya sembari berkata, “Gantilah bajumu dengan setelan jas ini Boy. Acara pernikahan kalian akan segera dimulai satu jam lagi.”
Hanya itu, lalu wanita berumur setengah abad lebih itu segera berlalu tanpa membiarkannya untuk sekedar bertanya. Dan yang membuatnya semakin terkejut adalah ketika ia mendapati bahwa kedua orang tuanya sudah berada disana. Menyambutnya dengan senyum merekah penuh kemenangan.
“Hmm... pesta pernikahanku yang digelar sejak satu jam yang lalu.” Jawab pria itu setelah kembali menempel di telinganya.
“Bukankah kau mengatakan akan pergi ke Madrid untuk menemui Tío Sean? Kau juga mengatakan jika pernikahanmu masih bulan depan,” protes si lawan bicaranya.
“Iya, asisten Dong... pernikahanku yang rencananya masih akan diadakan bulan depan. Jika ingin mewawancarai ku lakukan selepas kita bertemu. Aku akan menghubungi yang lain setelah ini,” kata pria itu sembari memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Tidak memperdulikan respon asisten pribadinya yang mungkin saja akan mengamuk karena ulahnya.
----------------------------------------‐---------
Pria itu tak hanya bergurau, ia benar-benar melakukanya. Selepas sambungan telepon terputus, jemari panjangnya kembali menari indah pada layar ponsel.
Kali ini pria jangkung itu melakukan panggilan video dengan Jung-Hee setelah memasangkan Earphone di kedua telinga.
“Annyeonghaseyo Hyung Lyam....” Suara menggelegar Jung-Hee diiringi wajah segar, rambut hitam legamnya tertutupi oleh topi Bucket Hat berwarna senada. Hanya bagian depannya saja yang mengintip malu-malu hingga menutupi sebagian alis pria itu.
Lyam Rogan, pria keturunan Korea – Spanyol yang dipanggil Hyung itu justru mengganti kamera ponselnya menjadi kamera belakang, memamerkan suasana riuhnya tempat yang ia pijaki. “Hyung kau sedang berpesta tanpa kami?” protes Jung-Hee memamerkan wajah masamnya.
Cepat-cepat Lyam kembali mengubah arah kamera ponselnya menjadi kamera depan. “Bisa dibilang iya dan tidak, kau tidak merasa penasaran aku sedang menghadiri pesta apa Jung-Hee?”
“Kau sedang berpesta apa Hyung?” kata Jung-Hee menurut.
“Dimana yang lain, kalian sudah di dalam pesawat pekan ini?”
Jung-Hee mengangguk mantap, “Hmm.. kami sudah ada di dalam pesawat, ini sebelahku Sam Hyung.” Setelahnya tercetak jelas sosok pria berambut pirang yang tengan menggunakan Headphone hingga menutupi seluruh permukaan telinga.
Pria itu hingga tak memperdulikan sekitar karena terlampau asik menikmati sepotong ayam goreng dengan lahapnya. Sesekali mengangguk-aguk tak tentu arah. Pipi Chubby-nya hingga terlihat semakin menggembung karena ia terlampau rakus.
“Dari Mana kalian mendapatkan ayam goreng di awal perjalanan?”
Jung-Hee kembali mengarahkan kamera ponselnya pada dirinya, “Sam Hyung bangun kesiangan dan dia melewatkan sarapan serta makan siangnya. Jadi manager membawakan tiga potong paha ayam untuknya. Hyung tolong jawab pertanyaanku, kau sedang berpesta apa tanpa kami?”
“Aaaa... pesta pernikahanku.”
“WHAT?” kedua matanya membola. Namun hanya sesaat, setelahnya ia justru memamerkan deretan gigi putihnya. “Ahh... aku bukan Sam Hyung yang mudah kau bodohi Hyung.”
Lyam tahu Maknae atau adik terkecilnya ini memang lebih sulit mempercayai hal apapun dengan mudah. Jadi alih-alih menjawab Lyam justru mengarahkan kamera ponselnya pada sosok manis di sisi kirinya yang tengah melahap sepiring pasta.
Seperti dugaannya, seketika Lyam melepaskan salah satu Earphone-nya secara spontan. Bahkan belum cukup juga ia hingga mengurangi volume suara ponselnya hingga tak terdengar apapun. Sepertinya pria jangkung di seberang sana meningkatkan suaranya hingga beberapa oktaf hanya sekedar untuk memanggil yang lain.
Barulah ketika terekam lima wajah pria memenuhi layar ponselnya, Lyam kembali mengembalikan semua sesuai semula. Suara barrington Min-Su yang pertama memenuhi gendang telinganya, “Hyung benarkah kau menikah?”
Lagi-lagi Lyam hanya mengarahkan kameranya pada gadis di sebelahnya tanpa menjawab.
“Siapa wanita cantik di sebelahmu itu Hyung,” kali ini Victor yang berbicara, pelafalan bahasa koreanya masing terdengar sedikit canggung meskipun sudah 11 tahun ia berdomisili di Soul – Korea. Mata hijau-nya cukup menjadi ciri khas jika ia bukan berasal dari asia. Yah, meskipun Lyam juga memiliki warna mata yang sama.
Namun bedanya Victor memiliki darah asli keturunan eropa, ia berasal dari Chicago – Amerika Serikat. Sedangkan Lyam, pria bermata hijau dengan mata sipit itu berdarah campuran antara Asia dan Eropa, yaitu Spanyol – Korea.
“Wah... Hai cantik siapakah dirimu?” dan kali ini berasal dari An Lian, pria tertua dari garis pertemanan mereka berenam. Pria itu juga bukan berasal dari korea melainkan lahir dan besar di negara penghasil sutra terbaik di dunia, Tiongkok – China. Hanya saja pria itu lebih fasih berbahasa Korea meskipun tak seperti Lyam yang menghabiskan seluruh hidupnya di Negara tercintanya Korea Selatan.
Spontan kedua netra Lyam membola, menatap layar ponselnya dengan tajam, “aku menggunakan Earphone.” Katanya memberi tahu. Nada suaranya datar. Kamera pun sudah kembali terarah padanya.
“Lyam, siapa dia?” tanya An Lian lagi. Entahlah sejak kapan Lyam menjadi pria yang banyak berbasa-basi, hingga semua temanya harus mengulang pertanyaan yang sama.
“Dia istriku, aku sudah menikahinya satu jam yang lalu. Dan saat ini kami sedang mengadakan resepsi pernikahan kecil-kecilan disini.”
Kecil katanya, jika aula luas milik hotel bintang lima di Madrid. Dengan berbagai macam dekorasi indah dan mewah dikatakan kecil-kecilan, bagaimana yang menikah hanya di depan keluarga dan pengemuka agama atau hanya sekedar mendaftarkan pernikahannya. Meskipun memang hanya dihadiri tak sampai 100 orang.
Kelima sahabat yang sudah Lyam anggap keluar itu hanya bergeming, mulutnya seakan terkunci rapat. Kedua alis mereka seperti dikomando serempak seakan hampir menyatu. Seperti tengah memaksa otak mereka bekerja dengan kerasnya untuk memproses berita mengejutkan yang baru saja mereka terima.
“Maafkan aku jika terlambat memberi tahu. Rencana ini memang sudah disusun sejak lama namun aku memang punya alasan khusus untuk tidak memberitahu siapapun sampai pernikahan ini benar-benar terlaksana.” Lyam sebenarnya tidak mengada-ada. Memang itu rencana sebelumnya. Namun ia juga cukup waras untuk tidak mengatakan apa yang terjadi saat ini.
“Tidak apa-apa, jangan khawatirkan hal itu. Kami hanya sedikit syok.” An Lian diangguki mantap oleh ketiganya dan disusul oleh Sam menambahi, “Kami mengerti dirimu Hyung, jangan khawatirkan apapun. Lebih baik kau perkenalkan kakak ipar kedua pada kami.” Salah satu sudut bibirnya ia tarik di akhir kalimat.
Lyam sudah menduga jika tak membutuhkan banyak drama untuk membuat mereka memahami. Segera ia melepas Earphone yang bertengger di telinga kirinya. Setelah itu memasangkan di telinga kanan pada gadis cantik di sisi kirinya. Si empunya telinga spontan menatap Lyam penuh tanya.
Lyam melakukan itu, karena gadisnya sedang memegang garpu dan piring di masing-masing tanganya. Sedangkan mereka sedang berdiri kali ini. Jadi tidak ada salahnya bukan jika Lyam berinisiatif terlebih dulu untuk membantu.
“Mereka ingin menyapamu,” ujar Lyam setelahnya, suaranya lembut nyaris tak terdengar.
Gadis itu bungkam sejenak, namun sesaat setelahnya ia mengangguk perlahan, dan Lyam mulai mengarahkan kameranya pada keduanya. “Annyeonghaseyo.... An Lian Oppa, Sam Oppa, Min-Su Oppa, Victot Oppa dan Jung-Hee Oppa. Aku Emily Barbara, senang berkenalan dengan kalian.”
“Woo... kau sudah mengenal kami?” timpal Sam spontan.
Emily menganggukan kepalanya pelan, sudut bibirnya ia tarik sedikit lebar dengan kedua pipi yang sedikit bersemu merah.
“Aaa... imut sekali suaranya. Lyam Hyung memang pintar mencari istri.” Siapa lagi jika bukan Jung-Hee, pria yang saat ini tangan kananya mulai pegal karena menyulapnya menjadi tiang penyangga ponsel. Pria itu memang lebih mudah mengutarakan isi hati dibandingkan anggota lain.
Di sebelah Emily, lagi-lagi Lyam menajamkan tatapan, sedangkan Jung-Hee seolah tak merasa terimidasi sedikitpun. Siapa yang tidak kenal dengan salah satu BoyBand yang cukup digandrungi kaum anak muda di penjuru dunia. Yang sayangnya salah satunya sudah sah menjadi suaminya beberapa jam yang lalu ini. Ahh, jika para fans mereka tahu. Sudah pasti para wanita itu akan menangis histeris karena pria idaman mereka sudah sold out.
“Annyeonghaseyo Emily, senang juga berkenalan denganmu,” kata An Lian menanggapi sapaan Emily.
“Sudah ya, dia sedang makan. Biarkan istriku melanjutkan sarapannya.”
“Kenapa kau pelit sekali Hyung, bahkan kami belum berbicara apapun padanya.” Protes Jung-Hee tak terima.
Lyam menghembuskan napasnya berat, membuat Emily secara spontan menolehkan wajahnya mengamati wajah suaminya yang terlihat masam.
“Dia sedang makan Jung-Hee, biarkan dia menghabiskan sarapannya dulu. Disini sudah-“
Belum sempat Lyam menyelesaikan ucapanya, Jung-Hee lebih dulu memotong setelah mendengus keras, “huhh...bilang saja takut jika istrimu justru tertarik, bahkan jatuh cinta setengah mati pada kami,” katanya.
Baru Lyam ingin membantah, namun kelimanya lenggang sesaat, hanya terlihat kepala yang serempak menoleh. Mungkin ada sesuatu yang terjadi di sana.
“Hyung sudah dulu ya, kami akan segera terbang sebentar lagi. Tolong arahkan lagi kameranya pada Kakak Ipar kedua. Kami ingin berpamitan padanya!” pinta Jung-Hee yang entah sejak kapan sudah diarahkan kepada Lyam seutuhnya.
Permintaan itu langsung dituruti oleh Lyam. Wajah kedua kembali memenuhi layar ponsel dengan pipi Emily yang sedikit menggembung karena mengunyah.
“Bay-bay Kakak Ipar kedua, sampai jumpa di Seoul ya,” ujar Jung-Hee dan ditimpali juga oleh An Lian. “Semoga kita bisa segera bertemu ya adik ipar kedua. Sampaikan salam kami juga pada Ajumma dan Tío!”
Lyam hanya menganggukkan kepalanya meskipun ia tahu jika permintaan untuk menyampaikan salam untuk kedua orang tuanya itu ditujukan padanya. Teman-temanya memang memanggil Ajumma atau bibi pada ibunya, namun untuk ayahnya mereka justru menggunakan Tío atau paman dalam bahasa Spanyol.
“Hati-hati dijalan Oppa, selamat menikmati perjalanan dan semoga kita bisa bertemu segera. Have fun...” jawab Emily.
Setelah sambungan video benar-benar berakhir, Lyam mengamati istrinya sesaat yang ternyata sedang menatapnya dalam diam. Perlahan tangan besarnya terulur meraih anak rambut yang terlepas dari sanggulanya dan menyelipkan di belakang telinga Emily.
Emily terpaku seketika, jantungnya berdetak kian cepatnya. Lebih-lebih ketika perlahan Lyam mencondongkan kepalanya semakin dekat ke arahnya. Pasokan oksigen menipis, bulu kuduk nya meremang.
Spontan Emily menggigit bibir bawahnya keras. Menyalurkan rasa gugup yang tiba-tiba menggerogoti dirinya, dan rasa itu tak mampu teralihkan sedikitpun jika hanya sekedar disalurkan lewat cengkraman pada sendok dan piring yang masih setia digenggamannya.
“Segera habiskan makananmu Sayang...” katanya setelah bibir tipisnya hanya berjarak 5 cm dari telinga Emily. Kemudian pria itu menarik sudut bibirnya tipis. Tipis sekali nyaris tak terlihat, sebelum akhirnya kembali menjauhkan tubuhnya mengabaikan Emily yang masih mematung tak berdaya.
Jangan lupakan juga tangan Lyam yang sudah bertengger indah menghiasipinggang ramping Emily. Entah sejak kapan juga Earphone di telinganya terlepas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
mia0211
hemmm ceritanya Drakor...
2023-09-20
1