Emily Barbara terus menatap pria di hadapannya dalam diam, kedua netranya seakan terpatri dengan keindahan ciptaan tuhan yang saat ini tengah mengusap punggung tangannya dengan lembut.
Ayolah siapa yang tak mengenal pria tampan yang beberapa jam lalu menjelma menjadi suaminya itu.
Lyam Rogan salah satu anggota BoyBand LVA beranggotakan enam orang yang terkenal di seluruh jagat dunia per KPOP-an. An Lian sebagai yang tertua sekaligus Leader, disusuldengan Lyam Rogan, Lim Sam, Lim Min-Su, Victor dan si maknae Lee Jung-Hee atau bisa dibilang memver LVA yang termuda .
Emily rasa semua orang juga tahu jika tidak ada anggota BoyBand yang memiliki paras yang buruk bukan?
Sama halnya dengan pria yang saat ini tengah memenjarakan seluruh atensinya dengan senyuman menawan yang pria itu miliki.
Dan yeah, hal yang baru Emily ketahui. Jika senyum itu adalah bagian dari wajah yang tak akan pernah bisa dihilangkan meskipun pria itu ingin melakukanya.
Lyam memiliki bibir yang tipis dengan sudut yang tertarik sedikit membentuk lengkungan senyum alami, dan ketika pria itu tersenyum maka lengkungan itu akan semakin dalam dan memberikan kesan, RAMAH.
“Ayolah, jangan panggil kami dengan sebutan Padre dan Madre lagi dong, panggil Daddy dan Mommy sama seperti Ily. Kami bukan lagi orang tua angkatmu Boy. Status kita sudah resmi menjadi mertua dan menantu,” kata Sean ayah Emily mengoreksi.
“Dan kami lebih senang dipanggil Appa dan Amma dibandingkan dengan Appa dan Eomma atau Abeoji dan Eomoni.” Kali ini Hana, ibu Lyam memperingati Emily tanpa diminta.
Lyam hanya menarik sudut bibirnya semakin lebar sambil menepuk pelan punggung tangan kanan Emily yang tengah ia genggam, “Arasseo...arasseo... kami akan melakukanya. Bukan begitu, sayang?”
Emily mengigit bibir bawahnya keras-keras. “I-ya-a, Amma Appa,” jawab Emily terbata.
Tak hanya panggilan sayang yang pria itu sematkan. Tapi kini, Lyam juga menatapnya dengan senyum pernuh kelembutan. Dan netra Ambernya berhasil terperangkap pada netra hijau milik Lyam. Walaupun itu tak bertahan lama, karena setelahnya atensi Emily teralihkan oleh sosok Evelyn.
“Ily kau tahu bukan mulai hari ini Daddy paten menjadi hak milik Mommy seorang diri,” katanya dengan seringaian mengejek terlukis di wajah putih mulusnya. Beliau sudah berumur setengah abad lebih namun percayalah kerutan di wajahnya nyaris tak terlihat.
“Mommy... Daddy adalah Daddyku.” Jawab Emily tak ingin kalah, wajahnya ia tekuk berlipat-lipat dengan sorot mata tajam dan bibir yang ia kerucutkan.
“Tapi dia suamiku, kau sekarang juga sudah memilikinya.”
“Tapi dia juga Ayah-ku Mommy. Jika Mommy iri padaku, mintalah dimanjakan juga oleh kakek!”
“Kakek-mu sudah tidur nyenyak di dalam papan berbentuk persegi panjang Emily Barbara. Jangan mengada-ada, kau mendoakan Mommy-mu cepat mati?”
“Awh...tentu saja tidak Mommy-ku sayang,” jawab Emily sembari melepaskan genggaman Lyam dan berhamburan ke pelukan Evelyn yang segera disambut baik oleh itu.
“Love you so good Mommy, jangan biarkan Ily memiliki Daddy seorang diri.”
“Emang dikira sosis, so good,” celetuk Evelyn, tangan kanan nya mengusap surai coklat di punggung Emily.
“Tapi sekarang Ily punya Mommy baru juga sih, ada Amma Hanna.” Ujar Emily masih berusaha membalas menggoda Evelyn.
Evelyn menyeringai. “Kau sungguh ingin berperang denganku lagi Emily? Sekarang, di acara pernikahanmu?” tanya Evelyn memastikan.
“Sudah-sudah sayang, jangan menggoda Mommy-mu.” Timpal Sean menengahi.
Bisa runyam jika dibiarkan. Ia sudah hafal betul tabiat istri dan putrinya ketika sudah berdebat, bisa-bisa acara tidak akan berhenti hingga acara ini selesai.
“Daddy lebih membela Mommy?” tanya Emily dramatis. Wajahnya sudah ia buat sesedih mungkin.
Sean seketika menelan ludahnya sendiri, tangan kananya menggaruk kepalanya yang tak gatal. Sepertinya ia salah bertindak kali ini.
Belum sempat Sean ingin menjawab, Evelyn lebih dulu angkat bicara. “Jelas. Dia memilihku, pasti membelaku.”
“Tapi aku juga anaknya Mommy. Darah dagingnya, kecebong Daddy yang berperang akhirnya menjadi diriku. Aku juga ingin dibela dan dipeluk olehnya.”
“Ily sini sayang peluk Appa, kau juga sekarang memiliki diriku.” Ujar Liam sambil mengulurkan tangan kanannya. Pria tua itu bersaha untuk menengahi ketika melihat sahabatnya yang mulai kiwalahan menghadapi dua wanita tercintanya.
Emily yang semula berada di hadapan Evelyn dan beradu pandang dengan seketika mengalihkan pandanganya menjadi terarah pada Liam.
Tapi, belum sempat Emily menjawab atau bertidak. Tubuhnya sudah lebih dulu ditarik paksa dari belakang. Punggungnya membentur keras benda keras.
"AWWW." Jeritnya spontan. Setelahnya ia bisa mencium aroma Leather disusul dengam tangan yang melingkar di perutnya.
“Aduh-aduh pawangnya angsa jantan ternyata.” Goda Hana. Karena penyebab semua itu adalah Lyam suami Emily sendiri.
Lyam tak perduli, pria itu justru mengeratkan pelukannya dan membenamkan wajahnya pada ceruk leher Emily. Membuat si empunya semakin geli tapi juga merinding gila dibuatnya. Emily bahkan hingga memeras gaun putih panjangnya kuat-kuat.
“Bernapas sayang, kau bisa kehabisan napas!” tegur Lyam tanpa mengubah posisinya.
Bukanya menurut, gadis itu justru seakan lupa bagaimana caranya bernapas.
-----------------------------------------------
Cara bernafas itu nyatanya berulang kali Emily lupakan setelah mereka masuk kedalam kamar pengantin.
Ayolah, semua orang pasti tahu apa ritual sepasang suami istri di malam pertama mereka.
Dan betapa tidak beruntungnya Emily kala itu ketika suaminya masuk kedalam daftar pria dengan kesabaran setipis tisu dibagi seribu.
Pria itu bukan hanya tidak membiarkannya untuk membersihkan diri, namun juga tidak mengizinkan Emily beristirahat barang satu menit.
Hingga ketika pagi menyongsong, burung tak lagi berkicau. Hal pertama yang ia dapati adalah sesosok pria yang membuat tubuhnya remuk redam tak bertulang. Lyam tengah duduk bersandarkan kepala ranjang dengan laptop berada di atas pangkuannya.
Tubuh Emily mematung sempurna, nafasnya kembali tercekat ketika arah pandangnya semakin menurun, mendapatkan tubuh bidang bagian atas yang terpampang nyata tak tertutupi oleh sehelai benangpun.
Cepat-cepat Emily mengalihkan pandangannya menjadi ke sembarang arah.
“Morning Baby, apakah sesakit itu?” tanya Lyam ketika ia mendengar lirihan lamat-lamat dari Emily.
Emily tidak menjawab, ia justru semakin gencar berusaha mengubah posisinya. Membuatnya tanpa sadar kembali merintih. Kali ini cukup kecang hingga berhasil mencuri seluruh atensi suaminya.
“AWWW."
Cepat-cepat Lyam menutup dan meletakkan laptopnya diatas nangkas di sisi kanan nya, menggeser tubuhnya semakin mendekat kepada Emily.
“Apa yang ingin kau lakukan?”
“Ily hanya ingin duduk, tapi rasanya sakit sekali,” ujar Emily lirih nyaris tak terdengar. Kedua pipinya juga bersemu merah ketika Lyam bertanya seperti itu sembari terus menatapnya.
“Sayang, apa sesakit itu hingga pipi chubby-mu juga memerah?”
“OPPA-” rengek Emily sembari menarik selimut hingga menutupi seluruh wajahnya.
Lyam terkekeh nyaring, mencondongkan tubuhnya hingga hanya berjarak beberapa cm saja dari wajah Emily.
“Kenapa menutup wajahmu dengan selimut, apa semakin sakit?"
"Sini Oppa lihat,” sambungnya.
Emily tidak merespon, tanganya justru bergerak membawa selimut itu semakin ke atas hingga menutupi seluruh bagian tubuhnya. Kedua pipinya terasa semakin panas.
Lyam terkekeh. “Arasseo....arasseo... Oppa tidak akan menggodamu lagi. Ayo turunkan selimut nya!” titahnya.
“Ayolah sayang... kau tidak pengap berada di dalam sana?” Emily masih tak berkutik.
"Baby..."
“Honey...”
"Ayolah sayangku, buka dulu. Oppa ingin lihat pipi meronamu yang sepertinya sakit itu," goda Lyam sekaligus membujuk.
Awalnya Emily tetap tidak ingin menurut. Tapi, sesaat setelahnya ia teringat satu hal yang berhasil membuatnya spontan membuka selimutnya hingga batas leher.
“Oppa kenapa kau ada disini?”
“Tentu saja, karena ini juga kamarku.”
“Bukan itu maksud Ily. Bukankah seharusnya saat ini Oppa berada di pesawat?” tanya Emily.
“Oppa menunda penerbangan.” jawab Lyam sekenanya. Tangan kanannya menyingkirkan helaian rambut Emily yang menutupi wajah wanita itu.
Emily mengerutkan keningnya. “Apa? kenapa?”
“Karena ingin.”
“Semudah itu?”
Lyam mengangguk singkat, kemudian menggerakkan tubuhnya semakin dekat pada Emily.
“Oppa menginginkanya lagi,” katanya ketika bibirnya berjarak 5 cm dari bibir Emily.
"Benar-benar singa brutal..." gumam Emily dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments