Realita memang tak semudah yang dibayangkan dan diucapkan. Itu kalimat yang tepat untuk menggambarkan apa yang terjadi semalam.
Waktu dini hari ketika Emily sudah berada di Benua paling ujung dalam naungan mimpinya. Lyam justru tengah bergelut dengan layar ponselnya. Bernegosiasi sengit dengan beberapa orang.
Yang pertama asisten pribadinya, dan yang kedua manager LVA. Kemudian saat ini dilanjutkan dengan pihak penerbangan. Membahas perihal penundaan keberangkatan.
Katakan saja dia gila. Tapi, mau bagaimana lagi namanya hawa dan nafsu sudah menggerogoti jantung, paru dan tenggorokan. Tentu saja semua ia kerahkan hingga rela ber repot-repot ria.
Jika kata orang cinta itu buta. Bagi Lyam, nafsu itu butuh pengorbanan dan tidak bisa di tunda ketika sudah berada di ujung batas kesabaran.
Menurut Lyam kesabaran setipis tisu dibagi seribu atau sejuta itu juga hanya angka, yang terpenting semua terlaksana, hati senang, diri terpuaskan.
Bukankah begitu?
Meskipun ini bisa dibilang tak terlalu repot juga memang. Namun, untuk ukuran pria sekelas Lyam yang terbiasa ada yang mengurus mengenai masalah remeh temeh seperti ini semua menjadi cukup runyam, dan merasa terbebani. Karena merasa harus membuang-buang waktu padahal waktu itu bisa dipergunakan untuk hal yang lain.
Menerkam istri mungilnya misal.
Emily memang akan terlihat mungil jika dibadingkan tubuh tinggi dan berotot milik Lyam, meski jika diukur dengan ketinggian wanita-wanita asia juga tidak bisa dikatakan mungil. Tinggi 170 cm, dengan berat badan 55 kg.
“Saya hanya ingin mengubah jadwal penerbangan menjadi besok siang, soal biaya saya tidak masalah.” Ujar Lyam tenang, namun ada sedikit penekanan pada kata tertentu seperti besok siang, biaya dan tidak masalah.
Bagaimana emosinya tidak sedikit tersungut, jika hanya mengubah jadwal penerbangan saja harus serepot ini. Dan bagaimana pihak penerbangan juga tidak bertanya ini dan itu, serta meyakinkan satu dan lain hal. Jika Lyam mengubah jadwal penerbanganya baru 20 menit sebelum waktu keberangkatan.
“Mohon maaf tuan untuk penerbangan besok. Dengan tujuan ke Chikago - Amerika Serikat. Untuk kelas yang sama dengan sebelumnya yaitu kelas bisnis telah terisi penuh, hanya tersisa First Class.”
“Tidak masalah, saya akan mengambinya.” jawab Lyam cepat.
Setelahnya, hanya ada pembahasan mengenai rincian biaya yang didapatkan, hingga berapa potongan harga yang Lyam dapat. Tak lupa pihak penerbangan itu juga menyebutkan hari dan waktu keberangkatan hingga berulang-ulang kali.
Entah apa maksud dan tujuan nya, Lyam bahkan tidak memperhatikan dengan baik. Karena sebagian besar perhatiannya sekarang terpusat pada sosok wanita yang sedang berbaring di atas tempat tidur.
“Oh... kapan wanita ini selesai berbicara. Rasanya aku sudah tidak tahan ingin merengkuh tubuh mungil itu dalam dekapanku,” gumam Lyam dalam hati.
‐---------------------------------------------
“Loh Gam, kok baru mau berangkat sekarang?” tanya Mommy ketika mendapati sosok Lyam yang kini berjalan ke arahnya.
Ransel hitam legam berukuran sedang, bertengger indah di pundak kirinya. Tidak ada baju dan sejenisnya di sana. Hanya ada laptop, dan peralatan elektronik yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi.
“Iya Mom, Lyam mau sekalian pamitan setelah makan siang ini.” jawab Lyam seadanya.
“Amma pikir kau sudah berangkat tadi malam. Amma baru saja ingin menjemput menantu kesayangan Amma untuk makan siang bersama.” Ujar Hana.
Hanya bibirnya yang berucap pada Lyam, namun netranya justru terpusat pada sepotong roti dan butter di kedua tanganya.
“Appa mau roti juga?” tawar Hana pada Liam yang duduk di sisi kanan-nya, sambil menyantap sepiring pasta. Mereka tengah makan siang bersama. Duduk saling berseberangan, di meja makan persegi panjang.
Liam menggeleng cepat, memberi jeda sejenak dan baru menjawab ketika pasta di mulutnya berhasil ia telan hingga tandas, “ini saja sudah cukup Ma.”
Lyam mendaratkan tubuhnya pada kursi berserongan dengan Evelyn dan Hanna. Ranselnya ia sandarkan pada tiang meja, dekat kaki kirinya. Meja ini diperuntukkan untuk enam orang. Dan kursi kosong yang tersisa berapa tepat di hadapan Lyam, berserongan dengan Sean dan Liam.
“Ily masih tidur Ma, Rogan tak tega untuk membangunkanya," ujarnya, tanganya meraih buku menu di tengah meja.
Rogan adalah panggilan yang digunakan oleh seluruh keluarga besar, tak terkecuali Sean dan Evelyn. Terkhusukan mereka berdua, Boy lebih sering keduanya gunakan untuk memanggil Lyam sejak Lyam masih kecil. Alasan utamanya jelas karena nama Lyam dan Liam, ayahnya. Akan terdengar sama meskipun penulisanya berbeda.
Lyam menyampaikan apa saja yang mau ia pesan ketika seorang waiter datang dan berpamitan setelah selesai.
“Dad, memang sedang sepi atau kebetulan saja Rogan yang tidak bertemu banyak orang?” tanya Lyam pada Sean. Pasalnya, sejak Lyam keluar dari kamar hingga akhirnya sampai di restoran ini. Hanya hitungan jari yang Lyam temui selain menggunakan baju seragam hotel.
Jika baru keluar dari kamar mungkin Lyam memaklumi karena kamar yang ia gunakan bersama istrinya memang lantai teratas Hotel. Lantai yang di khususkan untuk dirinya dan Emily. Tapi, untuk tempat yang lain seperti terlihat sedikit aneh rasanya jika terlampau sepi.
“Daddy memang sengaja meminta untuk menghentikan permintaan penginapan sejak dua hari yang lalu. Kau tidak merasa keberatan bukan jika Daddy melakukanya?”
Lyam menarik sudut bibirnya lebar, menatap Sean dengan tatapan tak merasa keberatan dengan hal itu, “tentu saja tidak Daddy, lakukan sesuka dan semau Daddy.”
“Bagaimana Boy, kau sudah berbicara dengan Ily mengenai rencana kedepan?”
Lyam tak langsung menjawab, pertanyaan Sean berbarengan dengan waiter yang mengantarkan makanan pesanannya.
“Semangkuk Gazpacho dengan segelas Rebujito ya tuan,” ujar waiter sembari meletakkan keduanya tepat di hadapan Lyam.
Rabujito adalah minuman andalan Lyam ketika datang ke Madrid. Lebih tepatnya ketika di musim panas. Dan pria itu tak pernah bisa melewatkan lezatnya makanan andalan restoran ini Gaszpacho. Sup dingin yang terbuat dari tomat, mentimun, paprika, bawang putih, minyak zaitun dan terkadang ditambahkan roti ketika Lyam menginginkanya.
“Gracias...” ujar Lyam, yang artinya terimakasih dalam bahasa Spanyol. Waiter itu segera berlalu setelah berpamitan diiringi senyum yang mengembang.
“Sudah Dad, tadi Rogan sudah sedikit berdiskusi dengan Ily.”
“Bagaimana respon nya?” tanya Sean tak sabar.
“Benar-benar di luar dugaan Rogan Dad. Putri Daddy benar-benar definisi wanita langka yang tidak perlu repot-repot untuk dijelaskan.”
Sean hanya terkekeh nyaring mendengarnya. Setelahnya, tak ada lagi perbincangan di meja makan. Hanya ada dentingan sendok dan garpu yang terdengar pelan sekali.
Lyam tak berbual mengenai hal itu, bahkan sampai detik ini. Pria itu masih tak habis pikir dengan hal apapaun tentang Emily Barbara, istrinya. Membahas Emily, membuatnya seketika memikirkan bagaimana respon wanita itu nanti. Ketika terbangun dari tidurnya dan tidak menemukan Lyam di sisinya.
Lyam harap semoga wanitanya bisa benar-benar menerima dengan lapang dada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
mia0211
baru married udah ditinggal aja...oppaaaa😅😁
2023-09-20
1