SBS-02

...[•]...

Dulu, Cello itu memang pembangkang. Apapun yang coba diterapkan padanya, selalu gagal dan wal hasil, banyak sekali panggilan yang ditujukan kepada Pradana, dari sekolah sebelum-sebelumnya.

Cello pernah dua kali di drop out dari sekolah karena tertangkap basah merokok di kantin sekolah. Selain itu, dia juga pernah tidur di dalam kelas saat jam pelajaran sedang berlangsung. Dan masih banyak lagi kenakalan lainnya yang membuat orang lain geleng kepala.

Di tunjang oleh harta papanya yang luar biasa mentereng, membuat Cello tak ragu untuk bergaya dan berselera.

Ngomong-ngomong soal selera, Cello memiliki kriteria-kriteria tersendiri untuk sesuatu yang ia suka. Misalkan fashion, Cello lebih suka berpenampilan simple dengan konsep dark. Hitam dan abu-abu adalah warna yang selalu ia pilih untuk menemani keseharian.

Sedangkan untuk kekasih, spesifikasi yang ia suka dari seorang perempuan itu ... tidak ada. Dia tidak ingin kesulitan mengurus wanita. Karena menurutnya, wanita itu menyusahkan dan banyak menuntut. Cello ingin hidup bebas.. Tidak terikat apapun adalah motto hidupnya.

Jam menunjuk angka tujuh malam saat ia sampai dirumah. Kakak laki-lakinya menjadi pemandangan pertama saat pintu rumah berhasil ia buka.

“Dari mana saja kamu, dek?” panggil pria yang sebentar lagi akan menikah itu dengan suara pelan. Arman sangat menyayangi Cello, meskipun terkadang dia juga kesal pada kelakuan adiknya yang tengil itu.

Tidak menjawab, Cello justru melengos dan berjalan cepat melewati Arman yang sedang sibuk membaca buku pengetahuan tentang kedokteran. Pria tampan berkaca mata itu mende-sah lelah melihat tingkah sang adik yang belum juga mau berubah meskipun papa mereka sudah memberikan ancaman yang tidak main-main.

“Kalau kamu tetep kayak gitu, papa nggak akan mikir dua kali buat kirim kamu ke sekolah militer.” tegurannya setengah mengancam. Arman tau, Cello akan bereaksi jika pembicaraan yang di bahas adalah tentang jalan hidupnya yang berusaha di kendalikan oleh sang papa. “Papa tadi telepon ke mas Arman, suruh jaga kamu karena nggak bisa pulang—”

“Mas Arman tau bagaimana papa, kan? Ya begitulah dia, diktator kelas atas di rumah. Nggak pernah mau peduli sama anaknya. Bisanya cuma ngancam—”

“Papa nyari duit buat biaya hidup kamu. Buat biaya masa depan kamu.” sahut Arman cepat. Kalimat itu mematahkan ego Cello yang sejak tadi ingin ditampakkan dengan angkuh. “Coba deh, kamu ngerenung satu kali aja, ya satu kali aja, bagaimana tingkah pola papa nyari duit buat kita.” lanjut Arman mencoba membujuk Cello agar mau paham situasi. “Papa ingin yang terbaik buat kita, bukan buat dia sendiri.”

Menatap nanar, entah mengapa Arman hari ini terlihat begitu menyebalkan dimata Cello. Biasanya, Cello selalu luluh saat arman yang bicara. Tapi malam ini, pria itu berpihak pada papanya. Hal itulah yang membuat Cello tidak suka dan kesal kepada kakak laki-laki yang biasanya menjadi malaikat untuknya.

“Papa terlalu maksa, mas. Aku nggak mau jadi tentara. Aku mau hidup sebagai rakyat biasa.”

“Kalau begitu, ubah kebiasaan burukmu. Buat papa percaya agar tidak lagi memaksamu mengikuti kemauannya.” sahut Arman mendapatkan celah dalam pembicaraan. “Intinya, buat papa percaya kalau kamu, nggak seburuk yang papa kira.”

Pintu utama kembali terbuka. Kali ini kakak perempuan Cello dan suaminya datang bersama putri cantik mereka, Ciara.

“Om Ello.”

Cello menghela nafas. Dia hanya ingin hidup tenang.

Gadis kecil itu meronta turun dari gendongan sang papa, lantas berlari mendekati Cello yang mencoba bersikap santai.

By the way, Ciara suka berada didekat Cello karena dia pernah mengajaknya keliling kompleks dengan sepeda kayuh. Ciara bahagia, dan ya beginilah sekarang. Dia suka berada di sekeliling paman muda nya.

“Ada apa sih, Ci. Om mau mandi dulu.”

“Kenapa baru pulang?” ketus Diana yang kini duduk di sofa samping Arman. Ibu satu anak itu menatap si bungsu dengan tatapan tajam, persis seperti tatapan mata sang papa.

“Ya ngapain juga di rumah, mbak. Males.”

“Kamu pelajar, kan? Harusnya kamu belajar.”

Apes.

Kalau bertemu dengan kakak perempuannya, Cello selalu merasa kalau dirinya sedang apes karena Diana, tidak jauh beda dengan papanya.

“Kan udah di sekolah, mbak. Bosan ih belajar terus. Nanti aku tambah pinter kalau belajar mulu.”

“Ngeles aja kalau di ajak ngomong. Pantes saja papa selalu emosi kalau ngajak kamu ngomong.”

“Salah sendiri. Siapa juga yang mau diajak ngobrol.”

“Cel,” tegur Arman mulai menjadi pihak penengah. Memang cocoknya, Arman ini jadi wasit kalau sedang berada di satu ruangan bersama kakak dan adiknya. Mereka tidak pernah akur. Dari dulu seperti itu. “Udah, kamu mandi sana, terus belajar. Mau kamu jadi gelandangan kalau papa putus fasilitas yang diberikan ke kamu?”

Mendengar Arman yang bicara, Cello memilih mengalah dan pergi. Dia bahkan tidak peduli dengan Ciara yang mengejarnya hingga didepan pintu kamar karena minta ditemani bermain.

Seperginya Cello, Diana tidak diam begitu saja. Dia justru melampiaskan kekesalannya pada adik pertamanya, Arman.

“Kamu itu, jangan lindungi dia kalau mbak lagi marahi atau nasehati dia, Ar.”

Arman melepas kacamata yang bertengger di hidung bangirnya. Ia menatap lembut pada kakak perempuannya yang keras kepala melebihi papanya itu.

“Gini lho mbak. Kalau mbak menekan dia sama seperti papa, dia makin nggak betah dirumah.” jawab Arman dewasa. “Arman nggak bela Cello, tapi lebih mencoba mengarahkannya dengan mengambil celah dari satu sisi hatinya agar tersentuh dan mau mendengarkan. Kalau dipaksa, anak modelan Cello itu justru semakin berontak dan nggak bisa diatur.” lanjut Arman membuat Diana yang tadi bersungut-sungut, kini diam. “Jangan jadi seperti papa yang selalu memaksakan kehendaknya harus dituruti, mbak. Cello juga punya keinginan untuk hidupnya sendiri.”

Diana memperhatikan adiknya lamat-lamat.

“Kalau kita, memang tipikal iya-iya saja saat di tuntut papa untuk jadi sempurna dan jadi seperti yang papa mau. Tapi beda kasus dengan Cello. Dia tidak bisa dipaksa seperti kita, mbak. Dia anaknya tidak bisa dikendalikan.”

Arman memungut buku yang tadi sempat ia letakkan di meja. Istirahat dan chating dengan Sintia, mungkin akan lebih menyenangkan.

“Tolong awasi dan beri arahan saja pada Cello jika dia sedang bandel. Atau kita akan kehilangan dia kalau terus memaksanya untuk menjadi sesuatu yang tidak dia inginkan.”

***

“Papi, Seren nggak mau nikah muda,” rengek gadis belia semata wayang yang dimiliki keluarga Tantono itu di lengan sang ayah. Dia sedang merayu agar pertunangan yang disodorkan kepada dirinya, dibatalkan. “Papi nggak kasihan, kalau nanti Seren punya anak sebelum waktunya? Apa nanti papi nggak kangen sama Seren kalau nanti setelah nikah, Seren hidup sama orang lain? Bukan mami dan papi?”

“Kamu sudah bikin papi kecewa, Ren.”

“Seren janji deh, nggak akan ngulangi itu lagi. Lagipula, Seren dan Kito sudah putus kok pap??”

Tantono menggeleng tidak percaya pada ucapan putrinya sendiri yang menganggap seolah berpacaran itu wajar. Seren juga pernah bilang, jika dia berpacaran hanya untuk ajang bersenang-senang. Tapi tidak. Itu sama sekali tidak wajar untuk ukuran orang tua. Apalagi, anak mereka perempuan, jelas nanti akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi seorang laki-laki yang hendak meminang, terlebih Seren ini tipikal cewek yang agak centil dan ganjen.

“Kali ini, papi nggak akan ngubah keputusan papi buat kamu. Kalau kamu mau nolak, bilang sendiri ke mami mu saja.”

Mami? Sama saja masuk ke kandang singa. Maminya itu justru lebih galak melebihi induk singa.

Bibir Serena maju kedepan seperti paruh burung Pelecanus conspicillatus. Rayuannya tidak berhasil membuat papanya luluh.

“Papi nggak asyik ih?!” cebiknya kesal. Sumpah demi celana da-lam Spongebob, Serena ingin sekali lari dari rumah, dan pergi ke biki-ni bottom agar hidup bebas bersama makhluk kotak berwarna kuning itu didasar laut. “Ngomong sama mami, sama saja nyari perkara. Bisa-bisa Seren nggak doyan makan tujuh hari tujuh malam, Pi.”

“Ya sudah. Nurut.”[]

...Bersambung...

...🌻🌻🌻...

###

yang nurut, Ren. Papimu pusing mikirin kamu yang udah berani kabur sama si jantan. Jadi ya, nurut aja. Lagian, mas Cello itu ganteng kok. Ini buktinya,

Terpopuler

Comments

Kustri

Kustri

mayan jg cello ser, wlu cuman animasi😁

2023-09-16

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!