Step By Step

Step By Step

SBS-01

...Selamat membaca...

...Jangan lupa like, komentar, subscribe, vote dan hadiahnya jika berkenan ☺️...

...Terima kasih...

...[•]...

“Lo mau dikawinin?” cerocos Ocha dengan mata terbelalak dan suara melengking hingga seluruh penghuni kelas menoleh kearah mereka.

Seren—sapaan akrab Serena Atmajaya—menatap sengit sahabat karibnya. Wanita dengan seragam ketat itu kini mencebik kesal sambil mengipasi wajahnya dengan buku yang baru saja ia sambar dari atas meja. Diluar cuaca cukup panas, tetapi didalam, Seren merasa lebih panas karena kesal pada Ocha yang berekspresi menyebalkan atas berita menyedihkan yang baru saja ia sampaikan. Seren ingin sahabatnya itu memberinya masukan, bukan kaget dan membuat seisi kelas tau, begini.

“Ini nggak bakalan terjadi sama gue, kalau gue nggak ngikutin saran Lo tempo hari buat kabur sama Kito, be-go!”

“Lho, kok jadi gue yang salah?”

“Terus siapa? Gue sendiri, gitu? Kan yang nyuruh gue lari sama Kito, elo, Cha?!” kesal Seren karena sekarang, Ocha seperti cuci tangan, pura-pura lupa dan menghindari fakta yang dua hari lalu perempuan itu sarankan padanya.

Memang, caranya cukup ampuh. Tapi tidak untuk kebaikan hubungan Seren dan Kito, kekasihnya.

Sejak awal, Papa Seren memang tidak suka dengan Kito. Alasannya simple, laki-laki itu bukanlah kriteria papanya. Terlalu bebas, bukan dari keluarga kaya raya, terlalu menjurus ke arah premanisme karena penampilan Kito yang memang sedikit urakan. Tapi Seren suka tipikal pria seperti si Kito itu. Daripada cowok yang hendak dijodohkan dengannya? Malah terkesan lebih parah dari Kito.

“Siapa? Lo mau kawin sama siapa?” tanya Ocha dengan intonasi suara yang masih tinggi. Seluruh isi kelas memasang telinga guna mendengar kabar berita terkini mengenai si Seren, gadis pujaan sejuta umat. Terutama kaum Adam.

Perlu diketahui, Seren adalah salah satu murid perempuan famous di sekolah. Wajahnya cantik, anak orang kaya, dan tentu saja diberi kesempurnaan lebih pada otaknya. Dia adalah murid yang bisa dikatakan cerdas. Apa

Buku setebal 58 lembar itu melayang bebas di salah satu lengan Ocha. Gadis itu mengaduh karena pukulan Seren tidak main-main kerasnya. “Bisa pelan aja nggak ngomongnya? Gua iket bibir Lo baru tau rasa Lo, ya?!”

Ocha melipat bibirnya ke dalam. Ia menangkap sarat emosi di manik mata Seren yang indah dan di kelilingi bulu mata lentik itu takut-takut. “Sorry.”

Seren mencebik. Dia bahkan mendelik menatap seluruh isi ruangan agar tidak menatap dirinya lagi. Tatapan penuh telisik dari mereka, sangat menyebalkan.

***

Hari ini, Cello tidak berminat untuk datang ke sekolah. Alih-alih bangun pagi, Cello justru baru membuka matanya di jam tujuh pagi karena ponselnya yang bergetar. Bukan di kamarnya sendiri, tapi kamar orang lain.

Setelah berdebat sengit dengan papanya, semalam. Cello memilih pergi dari rumah dan tidak pulang. Ia menginap di rumah Jaka, teman sekelas yang akrab dengannya. Meskipun dia tau akibat dari pilihannya hari ini justru tidak memperbaiki masa depannya, Cello tidak peduli. Dia masih muda, belum ingin menikah.

Dia sangat malas berada dirumah apalagi sampai bertemu papanya. Jika dirumah Jaka, dia merasa lebih tenang karena ibu Jaka memperlakukannya seperti anak sendiri. Buktinya, mata Cello baru terbuka di jam segini saja, wanita itu tidak mengusiknya. Malah menyiapkan sarapan enak untuk ianlahap pagi ini. Ibu Jaka memang the best.

“Ada apa, Jak?” tanya Cello dengan suara serak khas orang bangun tidur. Dirinya baru saja dikejutkan oleh panggilan telepon dari Jaka, sang tuan rumah yang telah sampai disekolah.

“Bangun Lo, bro. Disekolah ada bokap Lo!”

Tidak terkejut. Cello justru kembali memejamkan mata dan mencari posisi nyaman untuk kembali berniat menyelami samudra mimpi yang menurutnya lebih indah daripada kisah hidupnya di dunia nyata.

“Eummm.” jawabnya, singkat dan santai.

“Gua nggak bohong, El. Lo harus Dateng ke sekolah sekarang.”

“Apa yang mengharuskan gua datang ke sekolah, Jak? Bokap? Basi! Udah ah, males gua. Pingin ti—”

“Bokap Lo Dateng ke ruang administrasi dan minta surat pindah buat Lo masuk ke sekolah militer.” jawabnya sedikit menaikkan intonasi suara.

What the He-ll.

“Apa sih mau papa?!” gumam Cello dalam hati. Dia memang tidak peduli dengan pendidikan, apalagi sekolah. Tapi dia benci jika papanya mulai ikut campur dan mengusik ketenangan serta ketenangannya di tempat favoritnya untuk mencari masalah. “Lo ngga lagi ngeprank gua kan?”

“Kagak. Lo cepet Dateng ke sekolah deh, atau Lo bakal nyesel terlambat karena Papa Lo mau mindahin Lo ke asrama putra sekolah tentara—”

“Bangsaat!!!” umpatnya menyela kalimat Jaka. Ia pun bergegas bangkit dari tempat tidur nyaman milik Jaka, masuk ke kamar mandi untuk mencuci muka, lantas memakai seragamnya yang kemarin malam ia gantung di belakang pintu kamar Jaka setelah menggantinya dengan kaos dan celana pendek milik temannya yang dipinjamkan. Cello benci dengan ambisi papanya untuk menjadikannya seorang pembela negara. Cello hanya ingin hidup normal dan bebas menghabiskan kekayaan papanya yang mungkin, tidak akan habis dimakan tujuh turunan itu.

Tanpa sarapan untuk mengganjal perut, Cello melajukan motor sport besar miliknya dengan kecepatan tinggi di jalan. Hanya butuh waktu tidak lebih dari lima belas menit dari jarak tempuh yang seharusnya memakan waktu tiga puluh menit untuk sampai. Koridor sekolah sudah sepi karena semua murid sudah masuk kedalam kelas.

Kaki jenjangnya berlari menyusuri lantai keramik hingga sepatu mahalnya berdecit setelah mendapati mobil mewah papanya memang ada di barisan parkir mobil-mobil milik guru yang berjejer rapi. Bibirnya tidak berhenti merapal umpatan untuk sikap papanya yang sumpah demi Tuhan, sangat dia benci.

Bahkan, Cello bersumpah akan pergi dari rumah dan menjadi gembel jika sampai surat pindah sekolahnya berhasil dibuat dan dia harus menjadi siswa pendidikan militer. Ya, dia akan kabur dan pergi selamanya dari rumah.

Ngomong-ngomong soal rumah, seisi rumah adalah orang terpandang yang dihormari. Papa dan almarhumah mamanya adalah seorang dokter dan pemilik salah satu rumah sakit swasta terbaik di ini kota. Cello bukanlah anak satu-satunya. Dia memiliki satu kakak perempuan yang berprofesi sebagai seorang dokter obgyn, dan satu kakak laki-laki yang juga seorang dokter ortopedi dan menjadi direktur rumah sakit yang sama. Dua-duanya benar-benar menjadi boneka sang papa dan tentu saja, Cello juga tidak sudi untuk hal itu.

Tapi, berbeda dengan kedua kakaknya, Cello lebih cenderung dibentuk oleh sang papa menjadi seorang abdi negara karena melihat fisik Cello yang memang tangguh.

Pintu kaca ruang administrasi sekolah ia buka dengan dorongan kuat. Ia bisa melihat dengan jelas punggung papanya dari tempatnya berdiri. Lalu dengan langkah penuh amarah, dia mendekat.

“Papa mau apa kesini?” teriak Cello dengan suara tinggi. Dia sama sekali tidak peduli jika para guru disini melebelinya sebagai anak bermasalah yang keterlaluan, tanpa etika baik untuk orang tua.

“Apalagi memangnya?” jawab si papa tenang. Ia tidak berniat melihat atau sekedar menoleh untuk memastikan keberadaan Cello. “Kalau bukan merealisasikan ucapan papa semalam, sebelum kamu kabur dari rumah.”

“Ck! Berhenti membuat Ello jadi boneka papa, pa?!” lanjut Cello masih dengan suara bentakan cukup mencengangkan beberapa petugas administrasi yang ada di dalam sana.

Tanpa mengurangi wibawa di dirinya, Pradana berdiri, menatap wajah putra bungsunya penuh intimidasi. Lalu tersenyum disudut bibir. “Makanya, nurut sama papa kalau nggak mau masuk sekolah militer.”

Cello mengeratkan rahang sembari membuang tatapan. Menikah, terlalu gila untuk remaja seperti dirinya.

“Tapi nggak nikah juga, Pa! Ello masih muda—”

“Siapa bilang nikah? Kalian cuma akan bertunangan.”

“Sama saja. Papa pasti akan memaksa El untuk menikah setelah lulus nanti. Ya kan?”

Petugas administrasi didalam sana cukup terkejut mendengar ucapan Cello Trias Pradana yang terkenal dingin dan menakutkan dimata murid-murid seantero sekolah.

“Papa perlu mengajarimu cara hidup yang benar. Titik.”Putus pria paruh baya yang wajahnya tak lekang oleh usia itu. “Sekolah militer, cocok untuk kamu.” lanjutnya sembari mengeluarkan kartu hitam dari dompetnya untuk melunasi semua administrasi dan tunggakan yang ternyata cukup membuat Pradana terkejut. Putra bungsunya terlalu mahir memanipulasi keuangan yang selama ini ia berikan. Bibit-bibit koruptor dalam jiwa putranya akan terus tumbuh jika tidak dibasmi mulai dari sekarang.

“Cello akan terima kesepakatan dengan papa, jika papa mau membatalkan dan membiarkan Cello tetap disini.”

Trik yang dibuat Pradana berhasil. Mulai sekarang, dia akan memantau putranya itu lebih intens. Selain itu, dia tidak perlu lagi memikirkan wanita yang akan menjadi pendamping Cello kelak. Cukup kolot, tapi Pradana sudah hampir menyerah menanggapi kenakalan putranya itu.

Lengan Pradana mengapung diudara, ia lantas menarik kembali lengan itu dan memasukkan kartu hitamnya kedalam dompet. “Oke. Kita bicara nanti, dirumah setelah papa pulang kantor.” senyum di bibir Pradana mengembang. Akhirnya, putranya itu bisa sedikit ia kendalikan. Atau setidaknya, dia bisa mengontrol apa-apa yang dilakukan Cello.

Decakan cukup keras menjadi penutup suasana menegangkan antara ayah dan anak itu. Hingga kemudian, Cello meninggalkan ruangan tanpa pamit yang seharusnya ia lakukan penuh kesopanan.

Pradana tersenyum hangat kepada salah satu petugas administrasi yang membantunya hari ini. “Maaf ya, Bu. Saya hanya ingin membuat Cello kembali menjadi anak baik seperti sedia kala sebelum dia berubah seperti sekarang.”

“Ah, iya. Bapak tidak perlu meminta maaf kepada saya.”

“Terima kasih untuk kerja samanya. Saya pamit.” []

...To be continue...

###

Hai-hai, cerita baru nih kakbeb. Semoga suka ya ...

Konfliknya ringan, dan nggak bikin beban. Hehehe

Silahkan di subscribe agar tidak ketinggalan update bab selanjutnya

Jangan lupa baca disclaimer, biar ngga salah faham ☺️

See you

...•••••••••••••••...

...•Disclaimer•...

...-Cerita ini murni imajinasi penulis....

...-Jika ada kesamaan nama visual, gambar properti, ataupun latar yang ada didalam cerita, merupakan unsur ketidaksengajaan....

...-Semua karakter didalam cerita hanya fiksi, tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupan/watak tokoh yang menjadi Visual didalam dunia nyata....

...-Diharap bijak dalam menanggapi semua yang tertulis dalam cerita, baik itu tata bahasa, sesuatu yang bersifat mature ataupun tindak kekerasan....

...-(Point terpenting!!) Hargai karya penulis untuk tidak menjiplak/meniru tanpa izin dari penulis. Dan juga dimohon kebijakannya untuk tidak menyamakan dengan cerita lain....

...Regret,...

...Author....

Terpopuler

Comments

Nur Yuliastuti

Nur Yuliastuti

terimakasih up nya 🤗🤗😍

2023-09-25

1

Nur Yuliastuti

Nur Yuliastuti

semua orang tua pasti ingin yg terbaik untuk putra putri nya

2023-09-25

1

Nur Yuliastuti

Nur Yuliastuti

menikmati masa masa menjadi pemberontak ya Cel

2023-09-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!