Pasar malam

Beberapa permainan yang tersedia sudah mereka coba, kini Jendra dan Nadia sedang duduk di kursi yang tersedia dia pasar malam itu, sedangkan Riri masih melanjutkan permainan yang sedari tadi ia mainkan.

Memakan gula kapas yang tadi sempat Jendra belikan sambil melihat Riri yang masih mengoceh karena beberapa kali permainan ia masih kalah, entahlah kenapa gadis satu itu sangat menginginkan menang dari permainan yang saat ini ia mainkan.

Lain hal nya dengan Jendra, lelaki itu sibuk dengan ponsel di tangan nya, Nadia hanya melirik tidak ingin menegur mungkin ada sesuatu yang harus di bereskan pikirnya.

"Hp aja terus" celotehan nya ketika sudah jengkel melihat Jendra yang mungkin sudah 15 menit ia memegang ponselnya.

"Bentar ya Na" jawab Jendra dengan mengusap pucuk kepala gadis itu.

Di sisi lain kini Riri yang sedari tadi kalah dari permainan kini akhirnya memenangkan permainan, menunjuk satu boneka beruang yang sedari tadi ia incar, kini boneka beruang besar itu sudah ada di pelukan nya, berlari kecil menghampiri Nadia.

"Buat Lo" Riri dengan memberikan boneka yang sedang ia peluk.

"Eh? Kok buat gue"

"Emang tujuan gue main itu boneka nya buat Lo"

"Dih anjir yang bener ego, Lo sampe berapa kali kalah, masa buat gue"

"Iya buat Lo Nadiana"

"Aaaa maacih, muah, muah, muah" beberapa kali kecupan melayang di pipi Riri, sedangkan yang di kecup bergidik ngeri.

"Geli an*jg"

"Kebiasaan lupain terus" Jendra misuh misuh dalam duduknya

"Dih, dari tadi yang di lupain siapa? Orang Kakak sibuk maen hp" jawab Nadia tak kalah sewot

"Gue lagi nyuruh Arza buat kesini, biar sama Riri udah malem banget soalnya"

"Hmm" jawabnya Nadia dengan tangan yang di lipat di dada, bagaikan anak yang sedang ngambek karena tidak di belikan mainan impian nya.

"Mampus anaknya ngambek, gue gak ikutan"

"Na"

"Hm"

"Liat nih serius tadi gue lagi nyuruh Arza buat kesini"

"Iya percaya"

Setelah acara ngambek Nadia selesai, kini mereka bertiga sedang menunggu ke datangan Arza di parkiran motor.

"Itu monyet satu lama banget anj"Riri mulai jengkel, karena pasalnya sudah 30 menit mereka menunggu kedatangan Arza yang tak kunjung datang

"Ngape monyet monyet?" Saut seseorang dari belakang mereka yang tak lain dan tak bukan adalah Arza.

"Lama bet anj*" jawab Riri sewot

"Gua kesini pake ojek bukan pake jurus seribu bayangan ya jing" sahut Arza dengan sedikit menjitak kepala Riri

"Cape gue liat kalian berantem mulu"

Arza menengok kan kepalanya ke arah orang yang berbicara

"Eh neng Nadia , kiw kiw neng" Jahil Arza dengan menatap Jendra sambil menaik turun kan alisnya

"Gue gedig lu anjing" saut Jendra

"Sungkem pak bos" jawab Arza dengan mengantup kan kedua tangan nya.

............

Setelah sampai di kost nya, Nadia segera membersihkan diri untuk tidur, ia cukup lelah hari ini, saat ia kembali dari kamar mandi setelah membersihkan diri, bunyi notif dari ponsel nya berbunyi beberapa kali, Nadia mengambil ponselnya.

{Lagi dimana?}

{Aku di depan}

Tertera nama orang yang tadi sempat ia bicarakan bersama Jendra, Nadia menghembuskan nafas nya kasar, membawa kakinya keluar dari pintu kost nya, dari jauh ia melihat lelaki dengan memakai jaket kulit dan celana panjang serta rambut yang sedikit acak-acakan, sebelum melangkah kan kakinya lagi, ia mengirim beberapa pesan kepada Riri.

Ia Membuka pintu pagar membuat orang yang sedang menunggu nya menengok ke arahnya.

Orang itu turun dari motornya dan segera menghampiri Nadia, memeluk tubuh kecil itu

"Gak kangen?" Ucap orang itu

"Kemana aja?" Jawab Nadia

"Ini ada"

"Kemarin-kemarin aku cariin kamu, aku WhatsApp kamu gaada kamu bales" jawab Nadia tanpa melihat ke arah lawan bicara

"Kamu tau aku kerja Nad"

"Iya aku tau kamu kerja Al, aku juga kerja tapi aku ada waktu buat ngabarin kamu, ngehubungin kamu, se engga nya kamu tau kondisi aku kan? Kamu ada gak kaya gitu ke aku?

"Udah gak usah di bahas yang penting sekarang aku ada di depan kamu kan, udah beres masalahnya".

"Selalu gitu kan? Kamu selalu merasa semua masalah itu simple, tapi kenyataannya rumit" jawab Nadia

"Kamu yang buat semuanya jadi rumit"

"Kamu pulang aja aku cape" jawab Nadia tanpa melihat wajah Alfaro, melangkahkan kakinya menuju pintu kamarnya tanpa melihat lagi ke belakang.

Mengusap matanya berkali-kali ketika cairan bening itu turun dari matanya.

"Lo harus bertahan Nad, kuat lo kuat" menepuk beberapa kali dadanya yang sesak, mata yang sembab rambut yang acak-acakan, setiap malam, setiap hari Nadia seperti ini, apa lelaki itu tau? tentu tidak jawabnya, Nadia yang orang lain lihat, Nadia yang kuat, Nadia yang bahagia, Nadia yang selalu tertawa, tapi nyatanya tidak, Nadia lemah, Nadia butuh pelukan, Nadia lelah bahkan sempat ingin menyerah.

Beberapa kali dering ponselnya berbunyi tidak ia hiraukan, rasanya untuk saat ini gadis itu bahkan tidak punya tenaga untuk berbicara.

Terduduk lemah dengan kepala bersandar pada pintu, menatap langit-langit kamar nya dengan tatapan kosong, sepi, sunyi, ia kesepian ia butuh tenang, selalu berusaha tuli dengan isi kepala yang berisik, lelah rasanya jadi manusia bukan?.

Ketukan pintu terdengar beberapa kali, tidak ia hiraukan, biarkan lah pikirannya, tidak ingin bertemu siapa-siapa tidak ingin berbicara dengan siapapun.

Suara putaran kunci di buka terdengar di sana, Nadia segera beranjak, tidak, bukan Nadia yang membukanya, setelah putaran kunci terakhir, pintu terdorong, yang pertama ia lihat adalah lelaki yang saat ini selalu mengisi hari-harinya, Jendra lelaki itu mematung melihat keadaan Nadia sekarang, rambut berantakan, mata yang sembab, dan tangan yang penuh lebam, lelaki itu segera menghampiri Nadia memeluk sang empu dengan erat, yang di peluk merasa mempunyai tempat, tangisan nya kembali terdengar di pelukan Jendra, mengusap punggung gadis itu dengan lembut, tanpa sadar bahkan Jendra mengecup surai gadis itu.

Setelah melewati beberapa menit dengan tangisan Nadia, kini tangis nya sudah mereda, ia sudah bisa mengatur nafas nya dengan baik.

"Udah tenang?" Ucap Jendra

Tanpa jawaban, Nadia hanya mengangguk kan kepalanya dalam pelukan Jendra

"Nad minum dulu" ucap Riri

Selain Jendra memang sedari tadi ada Riri di antara mereka berdua, Riri hanya diam menyaksikan Nadia yang menangis dalam pelukan sepupunya itu.

"Duduk dulu"

Berpindah tempat ke sofa yang berada di depan tempat tidur, Nadia menyandarkan punggungnya nya kepada bantal-bantal yang tersedia di sofa itu, menatap langit-langit kamarnya dengan tatapan kosong.

Sedangkan Jendra menatap nanar tangan Nadia yang lebam atas perbuatan nya sendiri.

"Gue boleh minta sesuatu sama Lo?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!