Dengan tangan yang bertaut kini Nadia dan Riri sedang mengantri tiket untuk menaiki biang lala, lagi-lagi Jendra hanya menjadi seorang bodyguard di belakang mereka.
Jendra memutar bola matanya malas, apa Riri sudah lupa dengan kesepakatan nya siang tadi itu, Jendra mencondongkan tubuhnya ke depan mendekati Riri lalu berbisik tepat di telinga Riri.
"Gak usah pura-pura janji lo"
Kesepakatan mereka tadi siang, Riri sempat memaksa untuk ikut mereka jalan-jalan malam ini, tapi jelas Jendra menolak mentah-mentah permintaan Riri, pasalnya ia tau jika mereka sudah berdua ia akan di anggap tidak ada di antara mereka, tapi dengan kelicikan Riri dengan mengatakan Nadia akan pergi bersamanya membuat Jendra seakan mati kutu, Sebab Jendra pun tau jika Nadia tidak akan bisa untuk menolak ajakan Riri, dan akan memilih untuk membatalkan janji bersama nya malam ini.
Riri dengan senyum khas menampilkan gigi nya meringsut ke belakang Jendra, Nadia menoleh melihat Riri yang pindah menjadi di belakang.
"Loh kok pindah, Kakak kok jadi di depan"
"Lo sama Abang ya Nad, gue pengen sendiri, gapapa kan?"
"Kenapa gak bertiga aja"
"Gak bisa Na, satu kurung itu cuman buat 2 orang"
"Ishh Kakak ngalah dong, Ana mau sama Riri"
"Lo gak mau sama gue?"
Nadia mengulum bibir nya, rasanya ia sedang banyak salah berucap hari ini.
"Umm, gak gitu sih, yaudah ayo ayo"
Dan sesuai pembicaraan nya tadi, kini Nadia dan Jendra di dalam satu kurung biang lala yang sama, sedangkan Riri berada di belakang tentu nya sendirian.
"Na"
"Hmm"
Nadia yang sedang sibuk memotret langit yang di penuhi bintang dari balik kaca biang lala itu hanya menjawab sekedar nya.
"Cowo Lo gak nyariin?"
Tentu Nadia tau kemana sekarang pembicaraan Jendra , ia memasukkan handphone nya ke dalam tas kecil yang pakai, menghembuskan nafas nya kasar sebelum menjawab pertanyaan lelaki di depan nya itu.
"Mustahil buat dia nyariin Ana Kak, Ana juga udah cape kalo terus yang nyariin dia" jawab Nadia dengan sedikit cekatan kecil terdengar dari suara nya.
Jendra paham betapa menyakitkan nya Nadia saat ini.
"Mau keluar dari zona itu gak? Gue kasian liat Lo terus-terusan kaya gini"
"Entahlah terlalu banyak ketakutan Yang ada di pikiran Ana"
"Takut apa? Orang tua lo? Atau apa? Gue yakin mereka pasti setuju kalo Lo jelasin semuanya"
"Semuanya gak sesimpel yang di liat sekarang, bakal banyak rintangan dan air mata nantinya, jujur Ana sendiri udah ngerasa nyerah sama semua yang dia lakuin, dia yang tiba-tiba muncul terus tiba-tiba ilang kaya di telan bumi, dia yang gak pernah mau peduli atas semua rasa sakit yang Ana rasain, rasanya mau marah pun percuma, Ana udah terlalu cape kak"
Terdengar isakan kecil dari bibir kecil Nadia, Nadia menepuk dada nya beberapa kali, hanya sekedar untuk menghilangkan sesak di dadanya saat ini, menyakitkan memang mencintai orang yang seolah tidak mencintai nya.
Jendra mengusap beberapa kali pucuk kepala Nadia, mengusap punggung gadis itu agar sedikit tenang.
"Ana cape kak"
"Iya gue ngerti, lepasin pelan-pelan ya Na, gue tau ini berat, tapi Lo harus bisa, Lo harus sayang sama diri Lo sendiri dulu baru boleh sayang sama orang lain"
Perlahan isakan itu menghilang, Nadia kembali menegakan badan nya, terlihat matanya yang sembap.
"Ana belum tau mau gimana kak"
Tidak mau menekan lebih dalam Jendra hanya mengiyakan ucapan Gadis itu, ia cukup tau batasan nya sendiri, biarkan gadis itu memikirkan bagaimana ke depan nya, Jendra cukup tau se dewasa apa gadis di depan nya ini.
Ana adalah sebutan untuk Nadia dari Jendra, hanya ia yang memanggil gadis itu dengan sebutan Ana, sejak pertama perkenalan mereka Jendra bahkan langsung memanggil nama itu, ia mengambil 3 huruf terakhir yang berada pada nama Nadia yaitu Nadiana, Nadia jelas menolak Jendra memanggil nya dengan sebutan Ana karena ia merasa aneh pikirnya, tapi Jendra dengan keukeuh memanggil Nadia dengan sebutan Ana dengan Alasan ia tidak bisa menyebutkan kata Nadia, cih alasan macam apa pikirnya.
Biang lala itu berhenti berputar, Nadia dan Jendra segera keluar di susul dengan Riri di belakang mereka.
"Main apa lagi sekarang?" Riri berceloteh
"Naik itu gak si?" Tunjuk Nadia pada sebuah rollercoaster
"Kalian aja" ucap Jendra
"Dih takut ya Lo"
"Ga, gue males aja, pasti kalian berisik"
"Cemen Lo, ayo naik"
"Ga" ucap Jendra segera menjauh dari mereka berdua
Riri berusaha menarik lengan Abang sepupu nya itu untuk menaiki rollercoaster yang Nadia tunjuk tadi, tapi nihil jelas lelaki itu lebih kuat menahan badan nya.
Nadia beringsut mendekati tubuh tegap sang lelaki
"Kak ikut ya" Nadia dengan mendusel manja pada lengan besar Jendra
Riri tertawa puas dalam hatinya, ia sudah yakin dengan itu sudah di pastikan bahwa Jendra tidak akan menolak, baiklah sahabat nya itu memang cukup bisa di andalkan.
"Lo aja ya" ucap Nadia masih dengan muka cool nya
"Aaa Kak ayo" kini Nadia mengerjapkan mata nya berkali-kali, demi tuhan di mata Jendra Nadia sangat menggemaskan.
Kenapa bisa se lucu ini si anjing ah greget gue pengen gigit pipinya.
"Na" Jendra memasang muka melas nya saat ini
"Yeay ahahah ayo ayo" ucap Nadia girang setelah berhasil membujuk Jendra dengan jurus jitu nya.
Kini mereka bertiga sudah menaiki kursi kosong, Jendra berada sisi kanan dan Riri sisi kiri Dengan Nadia yang berada di tengah-tengah mereka.
Gadis itu memamerkan giginya terlihat senang, ah baiklah buat ia bahagia malam ini, entah sudah berapa lama gadis itu tidak menaiki wahana seperti ini, dengan kesibukan nya yang selalu bekerja.
Wahana yang mereka naiki kini berputar, putaran demi putaran di dampingi dengan teriakan orang-orang yang menaiki nya, begitupun dengan Jendra dan dua gadis di samping nya saat ini, Riri berteriak dengan keras di selingi dengan tawa nya melihat wajah Jendra yang sudah memerah.
Turun dengan tawa mereka Riri dan Nadia terduduk lemas di kursi yang tersedia di dekat rollercoaster, hal lain nya dengan Jendra kini muka nya sangat merah , perutnya terasa di kocok sedikit mual yang lelaki itu rasakan saat ini.
Dua gadis itu mentertawakan keadaan Jendra
"Anj*g lah muka nya merah banget ego" Riri tertawa sambil menunjuk muka Abang sepupunya itu.
"Ahahaha nih minum dulu minum dulu" Nadia ikut tertawa melihat bagaimana raut muka lelaki itu.
Dengan sekali tegukan air minum Nadia habis oleh lelaki itu, kini mereka bertiga tertawa bersama, Riri memperhatikan Abang sepupu nya itu dalam tawa nya, entah sudah berapa lama ia tidak melihat tawa itu, hadirnya Nadia sebagai sahabatnya cukup berdampak besar ke dalam kehidupan Jendra, ingin sekali ia berterima kasih pada sahabatnya itu atas semua yang terjadi saat ini, Nadia bisa benar-benar merubah semuanya.
Bagai keajaiban yang tuhan berikan, ia tau sedingin apa Abang sepupunya itu, lelaki itu bahkan hanya berbicara sekedar nya, tidak pernah mau bercerita apapun jika bukan sebuah paksaan dan tekanan, tapi beberapa bulan terakhir ini ia merasakan perubahan lelaki itu, ia melihat sisi ceria yang sudah lelaki itu kubur dalam-dalam kini tumbuh kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments