Pindah ke Rumah Baru

Arkan sama sekali tidak memedulikan pertanyaan Friska. Laki-laki tersebut langsung masuk menuju kamarnya dan mengunci kamar tersebut dari dalam. Setelah itu, ia mandi dan mengganti baju dengan pakaian yang lebih santai. Malam nanti, ia akan membantu Diandra dan Prita pindahan. Dilihatnya jam di pergelangan tangan. Ia masih ada waktu sekitar dua jam lagi untuk beristirahat. Ia akan membiarkan Diandra untuk ngobrol dengan Prita terlebih dahulu. Setelah itu, baru ia menghampiri mereka dan membantu untuk memindahkan barang-barang mereka.

"Arkan! Aku ingin bicara! Aku mau berangkat ke Singapura, dan saat aku minta izin, kamu malah nyuekin aku begini," teriaknya di depan kamar Arkan. Sejak tragedi pelemparan vas saat itu, Arkan memilih untuk tidur terpisah dari Friska. Ia bahkan, jarang sekali berbicara dengan wanita tersebut.

"Kalau kamu mau pergi, ya, pergi aja! Nggak perlu izin sama aku. Toh, aku larang pun kamu nggak akan peduli!" balas Arkan dari dalam kamarnya.

"Dasar laki-laki tidak tahu diri!" maki Friska sambil membanting sesuatu. Ia selalu melakukan hal tersebut, jika ia tidak mendapatkan hal yang ia inginkan.

Arkan yang sudah terbiasa mendengar hal tersebut, sama sekali tidak memedulikan keributan yang terjadi di luar. Ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan mengirim pesan kepada Diandra melalui aplikasi whatsapp. Setelah itu, ia memasang alarm satu jam ke depan dan mulai memejamkan mata.

--

Prita mendengarkan cerita Diandra dengan serius. Ia ikut bersyukur dengan semua hal yang terjadi di kehidupan sahabatnya itu hari ini. Sudah cukup lama gadis itu menanggung derita. Sudah saatnya ia berbahagia dan meraih semua mimpi-mimpinya.

"Aku ikut bahagia, Diandra. Akhirnya semua doa-doa kamu didengar sama Yang Kuasa." Prita memeluk Diandra. Dua sahabat itu sama-sama menitikkan air mata.

"Kita pindah ke sana, ya, Kak! Aku tidak akan pindah kalau Kak Prita nggak mau ikut aku pindah ke sana," ujar Diandra.

"Ya, aku mau pindah ke sana ikut sama kamu. Kapan lagi bisa ngerasa jadi orang kaya," ujar Prita sambil tertawa kecil, disambut dengan tawa Diandra. Sementara itu, air mata masih terus mengalir di pipi mereka berdua.

"Alhamdulillah. Kalau gitu sekarang kita siap-siap, yuk, Kak. Bawa pakaian sama barang-barang yang perlu aja. Di sana sudah lengkap semua. Peralatan masak dan kipas angin kita kasih ke ibu kos aja. Kamar di situ semuanya udah pakai AC," jelas Diandra.

Prita mengangguk. Hanya peralatan masak dan kipas angin saja, barang yang cukup besar yang ia miliki. Sementara lemari pakaian dan tempat tidur adalah milik ibu kos. Di saat Prita merapikan barang-barang miliknya, Diandra mengambil ponsel dan berniat mengabari Arkan tentang kepindahan mereka. Namun, saat ia membuka ponsel, sudah ada pesan dari Arkan yang mengabarkan kalau ia harus bersiap-siap pada jam tujuh tepat karena Arkan akan datang untuk menjemput mereka.

Diandra tersenyum membaca pesan tersebut. Arkannya tidak berubah sama sekali. Laki-laki tersebut selalu tanggap dan mengerti dengan semua keinginan Diandra. Ia merasa bersyukur bisa kembali bertemu dengan belahan jiwanya yang sempat hilang.

--

Prita menatap rumah yang akan menjadi huniannya dan Diandra penuh rasa kagum. Mimpi apa dia hingga bisa tinggal di rumah mewah ini. Ia pernah beberapa kali datang ke komplek perumahan ini, mengantarkan berkas kantor ke rumah pimpinan perusahaan tempat ia bekerja. Namun setiap ke sana, Prita yang hanya berdiri di depan pintu rumah. Ia selalu mencoba mengintip isi dalam rumah tersebut karena penasaran, tetapi asisten rumah tangga atasannya, segera menutup pintu sesaat setelah menerima berkas yang ia bawa, tanpa memberi ia kesempatan untuk melihat bagaimana isi rumah di komplek mewah ini.

Berkali-kali mencoba, ia selalu gagal. Prita benar-benar sangat kecewa. Apalagi untuk masuk ke dalam komplek perumahan ini, ia harus berurusan dengan security perumahan terlebih dahulu. KTP-nya ditahan dan jok sepeda motor yang ia tunggangi pun diperiksa. Masuk ke komplek perumahan orang kaya memang banyak prosedurnya. Eh ... pas sampai di dalam, hanya boleh sampai pintu depan, lalu disuruh balik.

Namun, kini, jangankan mengintip isi dalam rumah, ia bahkan bisa berkeliling di komplek perumahan elit ini tanpa ada yang melarang. Rumah yang akan ia tempati dengan Diandra, jauh lebih besar daripada rumah pimpinan perusahaannya. Gadis mungil tersebut senyum-senyum sendiri membayangkan bagaimana reaksi pimpinannya yang sombong itu, saat tahu mereka tinggal di komplek yang sama, dan rumah yang ia tempati lebih mewah dari milik Adhi--atasannya.

Prita bekerja di sebuah perusahaan properti, sebagai seorang staf akuntan. Sudah dua tahun ia bekerja di sana, dan karirnya selama bekerja cukup bagus. Gaji yang diterimanya setiap bulan, lebih dari cukup untuk kebutuhannya sehari-hari. Dari gaji tersebut, ia sudah berhasil memiliki sebuah sepeda motor matic yang dicicilnya selama satu tahun. Kendaraan itulah yang selalu menemaninya kemana pun ia pergi.

Satu tahun yang lalu, jabatan pemimpin perusahaan dialihkan kepada Adhi--anak laki-laki satu-satunya dari Pak Rahman-pemilik Dirgantara Adhitama Corp. Adhi sangat berbeda dengan ayahnya yang sangat ramah dan humble. Laki-laki tersebut, terkesan sangat sombong dan dingin. Ia jarang menjalin komunikasi dengan bawahannya di luar urusan pekerjaan. Prita sangat tidak suka pada Adhi. Ketidak sukaan itu berawal dari pertemuan mereka di lift dan saat itu Prita melemparkan senyum paling manis kepada atasannya tersebut, tetapi senyumannya dibalas dengan tatapan jutek dan dingin, kemudian laki-laki disenyuminya itu membuang muka.

Ditambah lagi dengan sikap semena-menanya yang pernah beberapa kali menyuruh Prita mengantar berkas ke rumah saat hari libur. Namun, berhubung ia sangat mencintai pekerjaannya, Prita selalu sabar dan berusaha membatasi diri agar jarang bertemu dengan orang yang tidak ia sukai tersebut.

"Kak! Yuk, susun pakaiannya di kamar. Bengong aja dari tadi!" Diandra mengagetkan Prita dari lamunannya.

"Eh ... iya, Di. Kakak lagi ngebayangin gimana reaksi si Adhi songong itu saat tahu kakak bisa tinggal satu komplek dengan dia," jawab Prita jujur. Gadis itu kembali membayangkan reaksi atasannya yang songong tersebut.

"Cie ... lagi mikirin cowok ternyata. Jangan terlalu benci, Kak! Nanti jadi cinta, lo!" ledek Diandra.

"Cuih ... mana mau kakak jatuh cinta sama laki-laki songong dan dingin gitu," jawab Prita dengan wajah dibuat sejelek mungkin.

Ia benar-benar tidak sudi diledek dengan lelaki gunung es menyebalkan itu. Seandainya pun di atas dunia ini, laki-laki cuma tinggal dia seorang, Prita pasti akan memilih untuk menjomlo seumur hidup.

"Hati-hati aja, Kak." Diandra tertawa kencang sekali sehingga menarik perhatian Arkan yang baru saja datang sambil membawa beberapa makanan untuk mereka.

"Ada apa, ni? Kelihatannya bahagia sekali?" tanya Arkan penasaran.

Diandra menceritakan hal yang baru saja mereka bahas sambil tertawa. Arkan ikut tertawa dan meledek Prita yang wajahnya sudah memerah seperti kepiting rebus menahan malu. Seandainya saja tidak ada Arkan di antara mereka, mungkin saat ini Diandra sudah menjerit-jerit dicubitinya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!