Aku melangkahkan kakiku kembali ke kelasku. Meletakkan tasku di atas meja. Tatapanku menerawang ke luar jendela yang ada tepat di samping mejaku. Pagi yang cerah.
Aku mulai mendengar kelas semakin ramai. Terutama bahasan trending topic di sekolahku: pernikahan Krisan. Aku masih terdiam di mejaku di sudut kelas. Aku terus mencari cara bagaimana jika rahasia hubunganku dan Krisan terbongkar. Hingga sahabatku mengejutkanku.
“Lina!!”
“Ih apaan sih? Ngagetin aja tau!”
“Wiih cincin baruuu!!!” Pipin mengangkat tangan kananku. “Emas asli nih? Kok mirip –”
“Selamat pagi anak-anak!” kata Krisan datang ke kelas sambil membawa laptop dan mapnya.
“Udah deh, Pin, jangan ngelihatin cincinku terus ih.” tegurku pada Pipin yang mulai membandingkan cincinku dan cincin Krisan.
“Kok mirip punya Pak Krisan ya?”
“Pipin, Alin, bisa perhatikan saya dulu?” aku tersenyum. “Baik. Kembali ke materi.”
Mengapa semakin hari pesonanya semakin menggetarkan hatiku? Apakah ini yang dinamakan cinta? Tapi benarkah aku mencintai Krisan? Mengapa hidupku semakin rumit serumit teori jagad raya?
Jika mengingat betapa konyolnya aku. Menikah seminggu setelah pertunangan. Dan yang menjadi calonku adalah wali kelasku sendiri. Tampan memang. Perhatian juga tak dipungkiri. Namun sebenarnya aku tak ingin menikah dengannya. Mengapa? Kami dari budaya yang berbeda. Dan jika bukan karena ayah ibuku, aku tidak mungkin menerimanya.
“Alin?” suara itu sungguh mengejutkanku. Tiba-tiba saja Krisan duduk di sampingku. “Mikirin apa? Saya memberi soal dan kamu hanya melamun. Mau saya suruh maju ke depan?”
“Jangan dong, Mas. Eh, Pak.” segera ku ambil buku tulisku dan mengerjakan soal darinya.
Entah mengapa aku semakin risih dengan adanya Krisan di sampingku. Matanya sedari tadi memandangiku. Seolah aku tak diijinkan pergi kemanapun. Bahkan pandangannya padaku membuat seisi kelas memperbincangkan kami.
“Mas, jangan ngelihatin aku mulu!” bisikku.
“Kenapa? Nggak boleh?”
“Bukannya gitu. Ini di sekolah, Mas. Lihat tuh temen-temen udah ngelihatin kita.” kurasa ucapanku mempan. Ia beranjak dan kembali ke depan kelas.
“Heh, tak lihat-lihat ya kamu itu kok akrab banget sama Pak Kris? Ada hubungan apa hah?” kata Nabila yang tiba-tiba menghampiri mejaku.
“Ck. Emangnya kenapa? Masalah?”
Aku mencium aroma bahwa rahasia ini tak lama lagi akan tersiar ke khalayak publik. Nabila si mulut ember sudah mencurigaiku ada hubungan dengannya. Bisa-bisa dalam hitungan bulan atau minggu aku sudah tidak lagi berstatus siswi sekolah ini.
“Ya masalah. Dia udah nikah asal kamu tahu, Mbak Carlina! Jangan jadi pelakor ya!” bentaknya.
“Hellow, siapa juga yang pelakor?!” kataku sambil menggebrak mejaku. “Jaga ucapanmu!”
“Hei ada apa ribut-ribut, Nabila, Alin?!” baik, mungkin saatnya Krisan menjelaskan pada si mulut ember.
“Bapak pasti dipelet kan sama ni bocah?”
“Maksud kamu apa? Jangan asal nuduh!” bentak Krisan. Ya ampun dia makin keren aja!
“Ya jelas lah. Dari beberapa hari lalu kalian aku perhatiin seperti ada hubungan khusus.”
“Heh manusia kurang kerjaan!” sahut Pipin. “Jangan asal nuduh sahabat aku dong! Carlina anak baik-baik.”
“Dan memangnya salah kalau seorang wali kelas dekat dengan anak didiknya?” jelasnya santai. Tak lama bel pergantian jam berbunyi. Kurasa kali ini aku selamat. “Oke, saya nggak mau masalah ini berlanjut. Sampai di sini pertemuan kita pagi hari ini.”
“Sekali kamu ngomong gitu sama Carlina, aku cekik!” kata Pipin.
“Udahlah, Pin.” kataku ketika Nabila telah kembali ke tempatnya. “Aku juga yang salah terlalu akrab sama dia.”
Setidaknya hal itu yang hanya dapat aku ucapkan pada sahabatku. Tapi sebenarnya tidak. Krisan lah yang tidak bisa lepas dariku. Sedikit-sedikit lempar senyum lah, ajak makan siang lah, chat tanya kabar lah. Gimana mereka tidak menaruh curiga?
“Kamu juga sih, Lin.” kata Pipin duduk di sebelahku. “Emang bener juga sih omongan Nabil. Kamu kayak ada hubungan gitu sama bapak wali kelas kita!”
Bingung bagaimana menjelaskannya pada Pipin. Memang sih dia sahabatku, tidak ada tanda-tanda dia bocah ember. Tapi tetap saja aku ragu ingin berbagi dengannya. Dan… tiba-tiba saja sebuah pesan masuk ke ponselku.
Nanti kita bicarakan lagi cara menutupi rahasia yang sudah mulai menyebar ini. Tulis Krisan di ujung sana.
“Ciee… kok di chat Pak Krisan segala?” tiba-tiba saja Pipin merebut ponselku dan membaca chat-chatku dengannya.
Aku terdiam. Bukan tidak ingin mengambil ponselku kembali. Tapi aku terkejut. Pipin langsung mengambil ponselku dimana aku hendak membalas chatnya. Aku pasrah saja. Lagipula Pipin itu sahabatku. Tidak mungkin dia menyebarkan statusku.
Pipin terlihat sangat sangat terkejut. Bagaimana tidak. Di dalam ponselku banyak sekali kata-kata dan kalimat-kalimat romantis yang kami lontarkan. Dari yang simpel hingga yang tidak layak dibaca. Dan mungkin kini rahasiaku telah terbongkar bagi Pipin.
Ia menatapku. “Kalian… menikah?” tanyanya ragu. Aku mengangguk. “Sejak kapan?”
“Beberapa hari lalu. Waktu aku ijin nggak masuk.”
“Wah jahat ya nggak ngundang aku!”
“Sorry, Pin.. acara ini cuma buat keluarga saja.”
“Yayaya. Aku tahu.” katanya mengembalikan ponselku. “Tapi kalian nggak married by accident kan?”
“Ih amit-amit, nggak ya!” kataku cepat. “Dia nyentuh aku aja cuma sebatas ciuman saja. Nggak lebih.”
Aku tahu delapan tahun bukan rentang usia yang dekat. Dan aku tahu jalan pikiran Krisan. Otaknya agak sedikit konslet. Tapi aku bersyukur dia bisa menahan hasratnya untuk tidak melakukan apapun padaku sampai saatnya nanti. Mungkin aku bersalah akan hal ini. Aku bersalah membuatnya tersiksa menahan keinginannya. Tapi ini juga demi masa depanku. Aku tidak ingin memiliki anak dalam usia muda.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
rh_@doen.
Kasiin aja Lin,kasian atuuuuh...!
2020-11-18
0
Alanna Th
kb dg brbagai efek n resiko? no, aq yg sdh nikah 36 thn aja g pernah kb tuh
2020-10-20
0
Nurhayati Lis
wadaw,ini salah Alin,dosa loh tdk melayani suami,kan bisa KB klu blm mau hamil
2020-09-28
4