Aku duduk di kamarku sambil menatap layar laptopku. Sudah setahun aku tak bertemu lelaki itu. Lelaki yang dulu berjanji akan kembali untukku. Lelaki yang dulu memberiku janji keluar dari keterpurukan ekonomi. Namun sekarang, ia tak ada kabar bak ditelan bumi. Dan jujur. Aku masih berharap dan masih mencintainya.
Merindukannya. Itulah kata yang mengiringi pandanganku pada sejumlah foto yang bergulir di layar laptopku. Aku menantinya di sini. Aku tahu dia adalah pria yang setia. Pria yang tak akan ingkar janji. Ia pergi hanya untuk melakukan tugas dan kewajibannya: internsip fakultas kedokteran. Dan aku yakin ia pasti kembali.
Namun bagaimana jika saat ia kembali dan ia mengetahui diriku sudah ada yang punya? Bukan sekedar sudah memiliki kekasih. Namun lebih dari itu. Aku sudah menikah.
Jantungku seolah berhenti berdetak ketika Krisan masuk ke kamarku –maksudku kamar kami. Aku tak menyadari sepasang matanya telah melihat dua manusia dalam foto itu –dimana salah satunya adalah diriku. Ia pasti marah saat ini. Buktinya saja tak ada sepatah katapun yang diucapkannya.
“Mas –” panggilku. Namun ia masih tak menjawab. Ia sibuk dengan ponselnya. “Mas marah? Aku jelasin ya?”
“Iya. Aku memang menunggu penjelasanmu.” jawabnya sambil meletakkan ponselnya di meja.
“Dia itu –” kataku sembari menatap layar laptopku. Kali ini Krisan sudah ada di sampingku dan ikut menatap ke arah yang sama. Aku melihat ada tatapan aneh dari matanya. Aku tahu dia pasti cemburu.
“Pacarmu?”
“Bukan. Dia teman dekatku. Dia memberiku janji menikahiku saat ia sudah selesai tugasnya di luar kota. Tapi sampai sekarang tak ada kabar apapun darinya.”
Krisan menatapku. Lekat. Lagi-lagi jantungku berdetak kencang ketika ia menatapku seperti itu. “Kamu masih mencintainya?”
Aku terdiam sejenak. “Maaf, Mas. Aku memang masih berharap padanya. Tapi itu dulu sebelum kamu menikahiku.”
“Oke aku paham. Dia pasti lebih segalanya dariku kan? Makanya kamu masih berharap padanya.”
Mengapa aku jadi menyesal seperti ini? Maksudku aku menyesal sudah mengungkit masalah Krisna, pria itu. Aku melihat ada tatapan tidak suka darinya. Aku tahu ia cemburu. Dan itu artinya ia sangat mencintaiku.
Aku memeluknya sebelum pikirannya menuju pada hal-hal yang seharusnya tidak dicurigainya. Aku menyandarkan kepalaku di bahunya. Aku mulai merasakan kenyamanan di sana. Apakah aku mulai mencintainya? Tapi di lain sisi aku juga masih mengharapkan kepulangan Krisna.
“Jangan pernah meninggalkanku, Lin. Aku mencintaimu sejak dulu pertama melihatmu di balik seragam putih birumu.” aku tersenyum. Ia mengelus puncak kepalaku yang masih tersandar di bahunya.
***
Hari ini adalah hari Minggu. Tak terasa sudah dua minggu aku hidup bersamanya. Benar-benar sebuah keajaiban aku bisa menjalani hidup dengannya yang super manja. Aku menatap gambar diriku dalam cermin di hadapanku. Aku tak tahu bagaimana jika Krisan mengetahui keadaanku yang sebenarnya. Aku sebenarnya ingin mengungkapkan hal itu karena masalah itu bukan masalah kecil. Ah tidak. Tidak sekarang aku mengatakannya.
“Mau ke gereja, dek?” tanyanya sambil menggeliat di atas tempat tidurnya.
Memang setiap Sabtu dan Minggu Krisan libur dari pekerjaannya. Begitu pula diriku. Dan aku baru tahu ternyata seorang Krisan yang keren, tampan dan menjadi primadona sekolah ternyata kalau urusan bangun pagi susah sekali. Harus diteriaki bahkan disiram air dulu baru bangun. Dan kalau hari libur, kalian tahu, dia bangun jam sembilan!
“Iya, Mas. Jam sepuluh mulai.” kataku sambil menyisir rambutku.
“Mas mandi dulu ya, dek. Jangan kemana-mana. Mas yang antar ke gereja. Sekalian juga Mas ke gereja.” katanya sambil melangkah ke kamar mandi.
Tiba-tiba saja ponselku berdering. Aku menatap layar ponselku. Ternyata pesan dari Krisna. Aku tersenyum. Aku menengok ke arah kamar mandi. Aku pastikan dulu Krisan sudah aman di dalam sana. Aku membuka pesan darinya.
Carlin,
Maaf baru hubungi kamu.
Kamu hari ini ke gereja kan?
Aku sudah di sini sama temen-temen kamu.
Nanti kita ngobrol banyak ya! Aku kangen sama kamu.
Aduh, Krisna mengapa baru menghubungiku di saat aku sudah menikah? Bagaimana jadinya jika dia tahu aku sudah menikah? Teman-temanku juga. Mereka tidak ada yang tahu statusku sekarang.
“Pesan dari siapa sih sampai serius amat.” tanyanya sambil memelukku. Oh Tuhan mengapa pakaiannya sungguh minim? Dia sudah menguji imanku!
“Temen aja kok.” kataku sambil meletakkan kembali ponselku.
“Yakin? Aku lihat namanya Krisna. Siapa Krisna?”
Gawat, dia membaca nama pengirimnya.
“Em.. ya itu… temen yang semalam aku ceritakan.”
“Oh, dia muncul lagi? Muncul di saat kamu sudah menikah denganku.” ia berjalan ke sudut tempat tidur sambil mengeringkan rambutnya. “Pokoknya aku nggak mau kamu ada hubungan sama dia, dek. Mas nggak mau kehilangan kamu.”
“Iya, Mas. Kami sebatas teman kok. Nggak lebih.” kataku membalikkan badanku. “Aku nggak akan meninggalkanmu.”
“Yakin?” aku mengangguk. “Apa buktinya?”
“Aku merasakan kalau aku sudah mulai mencintaimu, Mas.” ia tersenyum. “Aku mencintaimu apa adanya dirimu.”
“Itulah kalimat yang kutunggu darimu, sayang.”
Aku berdiri kemudian memeluknya. Entah sejak kapan aku kecanduan akan pelukannya yang hangat dan nyaman. Hampir setiap saat aku ingin memeluknya. Dan benar aku sudah mulai mencintainya.
***
Baru saja aku sampai di tempat ini dan aku sudah melihat seseorang di sana. Seseorang yang sudah satu tahun aku tunggu. Bukan hanya aku yang melihatnya di sana. Tapi juga dia, Krisan, suamiku.
“Siapa dia, Lin?” aku hanya terdiam. Bagaimana caranya aku menjelaskan bahwa Krisan adalah suamiku?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Win_dha88
apa yg di sembunyikan Alin dr Krisan??
2020-10-16
2
Nurhayati Lis
Sesuatu yg membuat ku lanjut utk membaca
2020-09-28
6
Kenzi Kenzi
jujur sajahhhh
2020-09-14
1