PANGERANKU OM-OM
Hss, hss, hsss. Suara nafas menderu dari seorang gadis yang tengah berlari. Gadis dengan tinggi badan sekitar 158cm itu bak pelari maraton profesional. Bedanya, jika pelari maraton berlari di arena, gadis itu berlari di jalan raya. Entah berapa pasang mata yang melihatnya sedari tadi, tak sedikit orang yang meneriakinya
untuk berhati-hati karena jalanan yang ramai. Namun gadis itu terus berlari tanpa mempedulikan semuanya.
Hingga tiba di sebuah rumah sakit besar dalam kota. Gadis itu terus memacu kecepatan. Berlari memasuki koridor rumah sakit yang berkelok-kelok panjang. Sampai dirinya berhenti di ruang perawatan 11A.
Di dindingkamar itu tertulis jelas dengan tulisan tangan, nama pasien Bayu Permana. Tanpa ragu dia segera masuk ke dalam kamar tersebut.
“Ayah..,” panggilnya lirih kepada seorang laki-laki yang kini terbaring lemah. Tubuh laki-laki itu dipenuhi dengan selang kecil yang terhubung dengan monitor.
“Luna..,” jawab laki-laki tersebut. Gadis itu segera mendekati ayahnya dan mencium tangan laki-laki yang sedang sekarat tersebut.
“Ayah menunggumu Nak,” ujar Tuan Bayu Permana, “Ayah ingin mengatakan sesuatu kepadamu Luna.”
“Ayah harus sembuh,” kata Luna yang kali ini dengan berlinang air mata.
“Ayah sudah tua Nak, sudah waktunya bagi ayah untuk pergi meninggalkan kalian.”
“Tidak Ayah, jangan katakan hal itu lagi.”
“Luna,putriku, berjanjilah pada ayah kamu akan selalu menjaga ibumu.”
“Pasti ayah, aku akan selalu menjaga ibu”, jawab Luna sambil melirik ke arah sang ibu yang kini hanya mampu tertunduk lesu menahan kesedihan.
“Satu lagi, kamu harus berjanji untuk menikah dengan Nak Rendra, Luna”, kembali Tuan Bayu mengucapkan permintaannya sembari melirik laki-laki yang berdiri tak jauh darinya. Namun kali ini keadaannya berbeda, Tuan Bayu tampak sangat kesakitan, dengan napas tersengal-sengal.
Beberapa orang di ruangan tersebut segera berlari memanggil dokter dan juga perawat. Keadaan semakin kacau, semua nampak panik. Perawat dan juga dokter yang datang segera melakukan pertolongan. Namun tangan Tuan Bayu masih erat menggenggam tangan Luna.
“Luna penuhi janji kepada ayahmu, Beliau pasti akan lebih tenang”, pinta Ibu Luna sambil menangis dan memegang pundak putrinya.
Dengan air mata yang membanjiri pipi, Luna mendekat ke telinga ayahnya, “Luna berjanji akan menikah dengan laki-laki pilihan ayah,” ucapnya.
Seperti sebuah keajaiban. Penderitaan Tuan Bayu telah berakhir, ditandai dengan napas terakhir yang Beliau hembuskan. Tangis dan teriakan tak mampu lagi ditahan oleh keluarga. Kehilangan orang yang sangat disayang, adalah sebuah kepedihan tiada tara.
*****
Dua minggu setelah kepergian ayah.
“Luna ini susumu Nak!” pinta Ibu sambil memberikan segelas susu.
“Kamu masih sibuk?” tanya Ibu. Luna hanya mengangguk sambil tetap membaca buku favoritnya.
“Baiklah, segera tidur kalau sudah selesai!” perintah Ibu lagi sambil mengecup kening putrinya dan berlalu pergi.
Ya, inilah Luna. Ini adalah kehidupan tentangnya. Luna Adya Permana, putri tunggal dari almarhum Bayu Permana. Gadis 20 tahun yang sampai saat ini masih tercatat sebagai salah satu mahasiswa di Universitas terkemuka di negara ini. kepandaian Luna berhasil membawanya untuk memperoleh beasiswa hingga mampu menempuh pendidikan sampai jenjang Master saat ini.
Kehilangan sosok ayah, menimbulkan luka batin yang sangat dalam baginya. Apalagi dirinya harus membuat sebuah janji yang baginya sangat tidak mungkin dilakukan.
Narendra Baskoro, laki-laki pilihan ayahnya. Dia adalah seorang penulis terkenal di negara ini. Bahkan karyanya sudah terkenal di luar negeri. Tak diragukan lagi sang ayah memintanya menikah dengan Rendra karena laki-laki ini pasti mampu membahagiakan Luna dari segi materi.
Tapi tidak dengan Luna, setiap gadis memimpikan sosok pangeran berkuda putih yang akan membawanya menuju pelaminan. Pangeran tampan, bermata elang, dimana sang kekasih akan jatuh cinta karena pesonanya. Tapi Rendra bukan pangeran impian Luna, usia Rendra 13 tahun lebih darinya, mungkin ituyang membuat Luna tidak bisa mencintai Rendra.
******
“Kamu di sini?” ucap Rendra membuat Luna terkejut.
“Ah, maaf, aku, aku….”
“Semua orang ada di dalam untuk menentukan tanggal pernikahan kita,” ujar Rendra.
“Aku, aku sebentar lagi akan masuk. Tuan masuklah dulu!” pinta Luna yang pastinya membuat Rendra sangat terkejut. Sapaan Tuan dari Luna membuat Rendra mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
Rendra mengambil tempat di samping Luna yang tengah duduk di kursi panjang teras belakang. Dengan reflek, Luna sedikit menghindar. Rendra pun tersenyum.
“Kamu tidak ingin menikah?” tanya Rendra tiba-tiba.
Jantung Luna berdetak cepat mendengarnya. Bagaimana Rendra bisa tahu apa yang ada di hatinya? Lalu sekarang, jawaban apa yang harus dia berikan untuk Rendra? Bukankah dirinya telah berjanji akan menikah dengan Rendra?
“Luna, kadang hidup memang tidak seperti apa yang kita inginkan. Tuhan lebih tahu segalanya. Aku tidak akan memaksamu Luna, semua tidak akan berubah. Meskipun kamu menjadi istriku, tapi kamu tetap Luna. Aku tidak akan membuat semua menjadi berat untukmu.”
Luna menatap Rendra tajam, mungkin inilah kalimat yang sangat dinantikan oleh Luna. “Tuan Rendra aku, aku….” Luna mulai menenteskan air mata. gejolak besar di hatinya, membuat Luna tak mampu untuk menahan air mata.
“Luna jangan menangis! Aku tidak suka melihatnya,” perintah Rendra yang saat ini tidak tahu apa yang dia lakukan. Apakah mengusap air mata Luna adalah jalan terbaik? Ah tidak, Luna akan marah.
“Terimakasih Tuan, Tuan Rendra sangat baik. Aku tidak menyangka Tuan akan mengatakan hal itu,” ucap Luna lirih sambil menghapus air mata.
“Semua untukmu bahagia Luna,” kata Rendra sangat lirih, sampai Luna pun tidak bisa mendengarnya.
Rendramenghembuskan nafas dalam, menahan rasa sakit baru yang kini di deranya. Impian pernikahan yang indah, kini hanya mimpi baginya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments