BAB 4

“Ah, ah, sakit, sakit...,” rintih orang itu. Sementara Luna terus memukulnya dan berteriak maling, maling.

“Luna, ini aku, Luna hentikan, aku bukan maling,” ucap laki-laki itu yang tak lain adalah Rendra.

“Hah Mas Rendra,” kata Luna terkejut sambil menghentikan kegiatannya.

Rendra segera berjalan dan menyalakan saklar lampu garasi. “Ini aku Luna, bukan maling,” ucapnya sambil merintih.

“Hah, maaf Mas maaf, aku kira maling.”

“Makanya jangan langsung pukul!” omel Rendra.

“Iya maaf, lagian Mas Rendra mengendap-endap di sini malam-malam. Di depan juga enggak ada mobilnya, makanya aku pikir itu maling.”

“Mobilnya aku titipin di kantor, ini motor baru buat kamu. Sengaja aku coba dulu dari dealer langsung ke rumah, biar nanti kalau kamu yang bawa aman.”

“Hahh??” Luna terkejut mendengarnya. Tampak sebuah motor berwarna biru keluaran terbaru

terparkir rapi di depannya.

“Ini kunci dan surat-suratnya, kamu bisa membawanya ke kampus besok,” pungkas Rendra kemudian masuk ke dalam rumah sambil memegangi punggungnya yang terasa nyeri.

Luna memandang motor itu, tampak senyum merekah dari bibirnya. Sebuah motor yang beberapa bulan ini ingin dimilikinya kini menjadi sebuah kenyataan.

“Apakah sakit?” tanya Luna setelah dirinya masuk ke dalam kamar dan menyaksikan Rendra tengah meringis kesakitan.

“Ah tidak, tidak terlalu. Mungkin ada sesuatu di gagang sapu tadi hingga membuat sobekan kecil,” jawabnya.

“Maafkan aku.”

“Tidak apa Luna, sudahlah sebaiknya kamu tidur.”

Luna pun mengangguk, gadis itu pun segera mempersiapkan dirinya untuk tidur. “Mas Rendra terimakasih, motornya bagus,” katanya yang hanya dibalas dengan senyum tipis dari suaminya.

*****

Pagi ini seperti biasa, sarapan lezat sudah terhidang di meja makan. Rendra pun juga telah menyelesaikan makannya, agar Luna mau makan di meja makan.

Hari ini Luna sudah tidak sabar untuk pergi ke kampus, dia ingin sekali mencoba motor baru miliknya. Sementara Rendra tampak sangat sibuk dengan laptopnya. Entahlah, sedari tadi laki-laki itu sangat fokus dengan pekerjaan.

Luna juga memperhatikan saat Rendra menerima telepon dengan suara tinggi. Seperti orang yang sedang marah. Mungkin ada masalah di pekerjaan.

Namun Luna tidak ambil pusing masalah itu. untuk apa dirinya ikut campur urusan Rendra? Bukankah hidup mereka masing-masing?

“Waw, motor baru, bagus banget, ini pasti penulis cakep itu yang belikan,” cerocos Rani saat melihat sahabatnya datang dengan motor baru.

“Namanya Rendra,” ucap Luna sinis.

“Idih cemburu, katanya enggak cinta kok pake cemburu.”

“Siapa yang cemburu?”

“Cie Luna cemburu, tapi suami kamu baik dan perhatian banget lho Lun, kok bisa-bisanya sih kamu enggak bisa mencintai dia. Lagi pula Rendra itu ganteng, kulit putih, hidung mancung, mata elang, tubuh atletis, kaya raya, kurang apa coba,” celoteh Rani panjang lebar.

“Kurang muda, dia pantesnya jadi paman bukan jadi suami,” jawab Luna yang sontak membuat Rani tertawa.

“Kenapa tertawa?”

“Dimana-mana yang tua lebih menawan,” Rani tertawa sambil meledek. Membuat Luna hanya cemberut menyaksikan sahabatnya menertawakan dirinya.

Selesai kuliah, Luna tidak langsung pulang. Kata-kata Rani masih terngiang-ngiang di telinganya. Rani benar, Rendra sangat baik dan perhatian kepadanya. Tidak ada salahnya jika dirinya memberikan sesuatu untuk Rendra sebagai ucapan terimakasih.

Luna membeli sebuah kado dasi berwarna biru tua, gadis itu membungkusnya dengan sangat rapi. Tak lupa ucapan terimakasih dan emoji senyum dia sematkan. Semoga Mas Rendra senang, lagipula hari ini suasana hatinya sedang tidak baik, mungkin dengan kado ini bisa sedikit merubahnya.

Suara deru mobil Rendra mulai terdengar dari halaman. Luna segera meletakkan kado yang telah dia siapkan di atas kursi tempat Rendra tidur. Dirinya tidak berani jika harus memberikannya sendiri.

Dari bawah terdengar suara bel. Untuk apa Mas Rendra membunyikan bel? Bukankah dia membawa kunci sendiri? Batin Luna. Gadis itu pun pergi ke bawah untuk memeriksa. Mungkin Rendra lupa membawa kunci, fikirnya.

“Lupa tidak bawa kunci ya?” seru Luna sambil membuka pintu tanpa tahu apa yang ada di baliknya.

Betapa terkejutnya gadis itu saat melihat Rendra, suami tuanya, sedang dibopong olehperempuan berpakaian ****.

Perempuan itu segera membawa Rendra masuk dan meletakkan laki-laki yang tak berdaya itu di kursi tamu. “Siapa kamu?” tanya Luna keheranan, saat ini di otaknya banyak sekali pertanyaan yang tidak bisa dia jelaskan sendiri.

“Kamu istri Mas Rendra ya? Aku Sherly, sekretarisnya,” jawab perempuan itu sambil memperbaiki posisi Rendra, “malam ini Rendra minum terlalu banyak, jadi seperti inilah kondisinya.”

Luna memandang perempuan itu dengan jijik, pakaian **** yang dipakai, dan juga cara bicaranya, membuat Luna berkesimpulan jika perempuan ini bukan perempuan baik-baik.

“Mengapa kamu yang mengantarnya pulang?” tanya Luna ketus.

“Hei siapa lagi kalau bukan aku? Dia pergi bersamaku, otomatis aku yang akan membantunya.”

“Dari mana kalian?” Luna mulai menghardik.

“Maaf, kadang pekerjaan membuat kami sangat stres, jadi kami bersenang-senang

sejenak,” jawab perempuan itu tanpa rasa bersalah.

“Apakah kamu selalu berpakaian seperti itu saat bekerja?” tanya Luna, entahlah saat ini

Luna tidak bisa fokus dengan pertanyaannya.

“Ahh, kamu banyak tanya. Sebaiknya tadi Rendra ku bawa ke rumahku saja seperti biasa,”

ucap perempuan itu yang pastinya membuat Luna sangat terkejut.

“Apa kamu bilang?” Luna sudah mulai naik pitam.

“Sudah, aku sangat lelah. Aku sudah menyewa taxi di depan, jadi aku akan pulang sekarang,”

ucap perempuan itu kemudian pergi meninggalkan Luna.

Luna melihat tubuh Rendra yang tak berdaya di depannya. Gadis itu merasa sangat sedih, bahkan air matanya mulai jatuh. Ada kekecewaan mendalam di hatinya.

Tanpa menghiraukan Rendra, Luna berlari menuju ke kamar. Dibiarkan air mata terjun bebas dari matanya. Hari ini Rendra sangat mengecewakan dirinya. Laki-laki itu pula telah menghancurkan kepercayaan mendiang ayahnya.

Luna memang tidak pernah mencintai Rendra. Tapi ingatan tentang perempuan itu dan apa yang

perempuan itu katakan membuat hatinya sangat sakit.

“Dia memang bukan pangeranku,” ucap Luna lirih.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!