Waktu berlalu dengan cepat. Tak terasa Reyn sudah hampir lulus dari Sekolah Menengah Atas. Reyn berencana melanjutkan kuliahnya di Jakarta dengan beasiswa karena keuangan keluarganya yang tidak memadai. Dengan usaha dan kerja keras selama beberapa tahun dan tekatnya yang kuat untuk balas dendam, Reyn sudah siap dan yakin akan mampu melanjutkan study di Jakarta.
“Papah aku dengar Kakak sedang mempersiapkan diri untuk tek masuk perguruan tinggi. Bagaimana pendapat papah?” tanya Ana yang sibuk memasak makan malam.
Karena belakangan ini Reyn sangat sibuk dan serius dengan pelajarannya, sehingga Ana yang selalu memasak untuk makan malam. Walaupun masakan Ana tidak seenak Reyn, tetapi Ayah mereka selalu menghargai dan tetap memakan masakan Ana yang terkadang cacat.
“Papah selalu dukung semua keputusan Reyn. Dia tumbuh besar dengan baik dan sangat bijaksana. Tetapi kalau sekolah diJakarta, mungkin papah kurang setu-,“ sebelum menyelesaikan ucapannya, Reyn tiba-tiba datang dan memotong perkataan Ayahnya itu.
“Apa maksud papah kurang setuju? Papah nggak ngizinin Reyn sekolah disana? Apa karena musuh kita tinggal disana? Pah, kita nggak bisa sembunyi terus kayak gini. Apa papah mau kita selamanya tinggal di tempat yang bukan rumah kita, tanpa membela dan merebut kembali hak-hak kita?”.
“Reyn kamu nggak ngerti. Kamu belum dewasa buat mengerti semua ini,” jawab ayah Raya.
“Apa yang nggak Reyn ngerti pah? Apa?” sahut Reyn dengan wajah sedih.
Reyn kemudian kembali kedalam kamarnya dan menutup pintu dengan rapat. Reyn sama sekali tidak mengerti apa yang dipikirkan oleh ayahnya. Sembunyi selama bertahun-tahun ditempat asing tanpa membalas perbuatan keji orang yang telah berbuat keji terhadap keluarganya.
“Sebenarnya apa yang papah pikirin? Reyn nggak ngerti sama sekali, dan Reyn nggak akan pernah bisa ngerti kalau papah nggak bilang,” tangis Reyn. Malam itu berlalu dipenuhi dengan kesedihan.
Kesesokan Paginya Reyn berangkat kesekolah pagi-pagi untuk mengikuti ujian akhir sekolahnya. Reyn sudah melupakan kejadian tadi malam, dan akan terus melanjutkan niat dan tujuannya apapun yang terjadi. Pertama Reyn akan menyelesaikan ujian akhir untuk masa SMA, kemudian akan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
“Papah, Reyn berangkat,” ujar Reyn sambil bersalaman dengan ayahnya.
“Semoga ujiannya lancar,” balas ayah Reyn.
Reyn menganggukan kepalanya dan bergegas pergi kesekolah. Di tengah perjalanan Reyn dikejutkan dengan kehadiran Gamma yang sedang bersandar disebuah pohon dengan seragam sekolah lengkap.
“Gamma,” ucap Reyn sambil tersenyum.
Gamma membalas senyuman Reyn dan berkata, “Semangat Ujiannya, aku yakin kamu bisa jadi lulusan terbaik dan kamu pasti bisa mewujudkan keinginan dan tujuan kamu. Aku akan selalu dukung kamu sampai akhir,” ujar Gamma dengan penuh keyakinan.
“Kamu nggak akan nyesal udah ajarin aku selama ini,” balas Reyn dengan lantang.
Mereka berdua kemudian pergi kesekolah masing-masing untuk mengikuti ujian akhir. Dengan penuh keyakinan Reyn berjalan menuju kesekolahnya, dan Gamma yang selalu mendukung Reyn selalu yakin bahwa suatu saat Reyn akan bisa melakukan apa saja yang dia inginkan.
Ujian akhirnya dimulai. Sebelum membuka lembaran soal, Reyn berdoa terlebih dahulu. Dengan penuh keyakinan Reyn menjawab seluruh soal dengan sangat cepat. Setelah selesai menyelesaikan seluruh soal ujian pada hari itu Reyn kemudian pulang kerumah. Setibanya dirumah Reyn duduk diteras sambil membaca sebuah buku. Karena Ana belum pulang sekolah dan ayahnya juga belum pulang bekerja. Sampai akhirnya tanpa sadar Reyn tertidur diteras. Dia tertidur sangat pulas efek kecapean telah belajar semalaman.
Hari semakin gelap dan Reyn akhirnya terbangun. “Astaga aku ketiduran. Ya ampun udah gelap lagi,” gumam Reyn dengan sedikit kesal pada dirinya sendiri. Reyn masuk kedalam rumah dan melihat Ana yang sedang memasak.
“Akhirnya Kakak bangun juga,” ujar Ana sambil tertawa. “Hmm, kenapa kamu nggak bangunin kakak?” tanya Reyn dengan wajah kesal.
“Aku enggak tega kak,” jawab Ana.
“Yaudah, aku mau mandi dulu,” ucap Reyn.
Reyn bergegas menuju kekamar mandi untuk membersihkan dirinya. Selesai mandi Reyn membantu Ana untuk memasak makan malam. Tetapi Reyn dibingungkan dengan ketidaknampakan ayahnya. Karena seharusnya ayahnya sudah pulang kerja. Karena tidak kunjung melihat ayahnya Reyn bertanya kepada Ana.
“Papah kok nggak kelihatan yah.”
“Papah belum pulang kak,” jawab Ana.
“Kok belum pulang? Harusnyakan papah jam segini udah pulang. Kok tumben sih, aneh banget,” ujar Reyn yang gelisah memikirkan ayahnya. karena terlalu khawatir Reyn akhirnya memutuskan untuk mencari keberadaan Ayahnya itu.
“Kamu tunggu disini, kakak mau cari papah dulu,” ucap Reyn kepada Ana sambil memegang pundak Ana.
Reyn pergi keluar rumah menelusuri sekitar hutan untuk mencari keberadaan ayahnya. Setelah berputar-putar mengelilingi hutan Reyn tidak kunjung menemukan ayahnya.
“Apa papah memang masih kerja. Tapi kenapa firasat aku aneh yah,” gumam Reyn dengan penuh rasa cemas.
Reyn terus berjalan mencari ayahnya di tengah gelapnya malam yang hanya disinari oleh sinar pulan purnama. Setelah lelah mencari dan tak kunjung menemukan ayahnya Reyn memutuskan untuk pulang. Saat dia berbalik ingin pergi Reyn dikagetkan dengan suara teriakan yang sangat keras tidak jauh dari tempat ia berdiri. Karena penasaran dengan suara itu Reyn berlari menuju sumber suara. Saat tiba Reyn bersembunyi disebuah pohon untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Betapa terkejudnya Reyn mengetahui apa yang sedang ia saksikan dengan kedua matanya sendiri. “Papah, Gamma,” gumam Reyn dan air mata menetes keluar dari matanya.
Didepan matanya, sahabat sekaligus orang yang ia cintai sedang menodongkan pistol kearah ayahnya. Reyn sangat syok dan tidak percaya dengan apa yang ia saksikan. Bingung sekaligus kecewa dan sedih menyelimuti hatinya. Reyn tidak sanggup melihat menerima kejadian itu. Dia sangat bingung apa yang harus dia lakukan. Mata Reyn tertuju kearah pistol yang dipegang Gamma. Reyn melihat jari Gamma yang telah bergerak menembak kearah Ayahnya, ia pun berlari sambil berteriak ke arah ayahnya yang sedang berada diujung maut.
“Papah.......,” teriak Reyn.
Melihat kehadiran Reyn sontak membuat Ayah Reyn dan Gamma terkejut. Tangan Gamma begetar dan Ayah Reyn sangat cemas karena kehadiran Reyn yang akan membahayakan nyawanya sendiri.
“Reyn jangan kesini,” teriak ayahnya.
Sebelum Reyn tiba di tempat ayahnya itu, peluru telah tertancap didada ayahnya. Reyn terdiam sesaat karena begitu syok dan rasa ketakutan menyelimuti dirinya. Reyn kemudian berlari dengan kesedihan dan rasa sakit didadanya menuju kearah ayahnya yang telah tergeletak ditanah. Sementara Gamma yang dikejutkan dengan kehadiran Reyn juga jatuh ketanah dengan tangan yang gemetaran.
“Aku sudah membunuh orang. Aku membunuh ayah dari orang yang aku cintai. Aku pembunuh,” gumam Gamma sambil menangis tersedu-sedu.
“Papah bangun..., jangan tinggalin Reyn pah. Kita masih harus balas dendam ke om Akram dan keluarganya,” teriak Reyn dengan isak tangis.
Reyn melihat kearah Gamma, dia tidak menyangka pria yang begitu ia percaya dan cintai telah membunuh ayahnya sendiri. Dengan tatapan kemarahan dan kebencian di mata Reyn yang sedang menatapnya membuat Gamma merasakan sesak didadanya. Gamma melihat kebencian dan kekecewaan yang dalam dimata Reyn. Hati Gamma tidak sanggup melihat kebencian dimata Reyn membuat Gamma memutuskan untuk menembak dirinya sendiri dengan pistol yang ia pegang.
“Maafin aku Reyn,” kata-kata terakhir yang diucapkan Gamma. “Dhor,” bunyi suara tembakan yang terdengar sangat jelas ditelinga Reyn.
“Gamma jangan....,” teriak Reyn dengan isak tangis yang membara. “Gammaaaaaa,” teriak Reyn lagi dengan sangat keras sambil menangis tersedu-sedu.
Beberapa saat kemudian Polisi datang ke lokasi kejadian. “Cepat angkat korban untuk diefakuasi,” ujar polisi.
Sementara Reyn yang masih terpukul dan syok dengan kejadian yang baru saja ia saksikan hanya bisa menangis dan meratapi kejadian na’as tersebut. Wajahnya dipenuhi oleh air mata yang tak bisa berhenti mengalir.
“Kakak,” panggil Ana yang baru saja tiba dilokasi kejadian.
Para polisi membawa jenazah Gamma dan Ayah Reyn ke rumah sakit terdekat. Reyn menyuruh Ana untuk pulang dan Reyn akan mengurus segalanya. Ana yang juga sangat terpukul dengan kepergian ayahnya hanya bisa mematuhi perkataan kakaknya. Saat tiba di mobil jenazah Reyn dikagetkan dengan dua jenazah asing yang berada didalam mobil tersebut.
“Pak, ini jenazah siapa?” tanya Reyn.
“Ini jenazah korban dirumah nomor 54 jalan cempaka disekitar sini. Kami menduga kalau orang yang telah menembak papah anda adalah anak dari bapak dan ibu ini,” jawab pak polisi tersebut.
“Papah dan mamah gamma juga mati? Kenapa tiba-tiba kayak gini,” gumam Reyn didalam hatinya.
“Saya harap bapak menyelidiki kasus ini sampai pelakunya terkuak,” ucap Reyn kepala polisi.
“Saya pasti akan menyelesaikan kasus ini sampai tuntas. Anda tenang saja,” jawab polisi tersebut.
Besok paginya setelah seluruh jenazah diselidiki, semua jenazah akhirnya dikubur berdekatan. Semua yang hadir di pemakaman tersebut pergi, kecuali Reyn dan Anna.
“Pah, maafin Reyn yah. Reyn nggak bisa ajak papah keluar dari tempat ini. Tapi Reyn janji sama papah, Reyn akan balaskan dendam keluarga kita. Papah yang tenang ya disana, Reyn dan Ana bakal baik-baik aja disini,” ucap Reyn sambil mengelus batu nisan ayahnya.
Kemudian Reyn berjalan kemakam Gamma yang berada disebelah makam ayahnya. “Kamu pergi bahkan sebelum aku sempat bilang kalau aku cinta sama kamu Gam. Aku nggak nyangka bakalan ada hari dimana aku ngeliat sendiri orang yang aku cintai membunuh papah aku. Walaupun nanti kenyataannya kamu terpaksa ngelakuin itu, tapi maaf, aku nggak akan pernah bisa maafin kamu.” ucap Reyn dengan penuh kesedihan.
Akhirnya Reyn dan Ana pulang kerumah dengan kepedihan akan kehilangan ayah yang merupakan satu-satunya orang tua yang mereka punya, setelah ibunya dibunuh pada kejadian mengerikan 3 tahun lalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments