Pagi yang hangat dengan pancaran sinar matahari yang begitu indah dengan sinar yang bersinar terang di sela-sela dedaunan. Reyn bangun pagi-pagi membuka jendela dan menikmati pancaran sinar matahari yang sudah sangat terang. Setelah membereskan tempat tidurnya, Reyn segera menyiapkan sarapan untuk Ana dan ayahnya.
Sedangkan Ana menyapu rumah dan pekarangan. Sementara itu ayah mereka pergi menelusuri hutan untuk berburu sebagai persediaan untuk satupekan kedepan. Pagi itu Reyn memasak daging rusa panggang, tumis brokoli, soup wortel, dan jamur goreng. Bahan-bahan yang mudah didapatkan didalam hutan tanpa harus mengeluarkan biaya untuk membelinya.
Tanpa waktu yang lama, Reyn sudah selesai memasak. Dia kemudian menghidangkan sarapan di karpet yang telah ia gelar dihalaman rumah. Setelah selesai membersihkan pekarangan Ana juga duduk bersama dengan Reyn. Mereka berdua duduk sambil mengobrol menunggu ayah mereka yang pulang berburu.
“Hari ini kakak pergi lagi sama kak Gamma?” tanya Ana.
“Iya, seperti biasa eksperimen,” jawab Reyn.
“Eksperimen apa? Ana boleh ikutan?” tanya Ana kembali.
“Eksperimen kehidupan. Anak kecil nggak perlu ikut, ini urusan anak remaja,” balas Reyn dengan sangat santai.
Mendapat jawaban dari Reyn membuat Ana menghela napas kecewa. Kemudian ayah mereka kembali dengan membawa hewan buruan yang telah mati karena terkena panah milik ayah mereka dan seekor kelinci putih yang masih hidup. Melihat ayahnya membawa kelinci putih yang begitu imut membuat Ana kaget dan langsung menghampiri ayahnya untuk melihat kelinci putih itu.
“Wah kelincinya imut banget,” ujar Ana dengan wajah girang.
“Kakinya luka karena kena ranting kayu. Ana tolong ambilkan obat buat kelincinya yah,” ucap ayah Reyn sembali meletakan hewan buruan yang dia dapat di tanah.
Setelah Ana datang membawa obat, mereka berdua mengobati kelinci tersebut. Sementara Reyn hanya diam dan melihat.
“Kelincinya kasian banget. Karena mulai sekarang dia tinggal sama kita, gimana kalau kita kasi aja dia nama,” ucap Ana yang sangat khawatir dengan kelinci tersebut.
“Akio kayaknya cocok” sahut Reyn.
“Sekarang nama kamu Akio yah,” ucap Ana kepada kelinci malang itu.
Selesai diobati Ana memasangkan perban pada kaki kelinci itu agar lukanya tidak semakin parah. Ana menggendong Akio dengan lembut sambil tertawa gembira.
“Ini makannya kapan?” ujar Reyn.
“Papah ganti pakaian setelah itu kita makan bersama,” jawab ayah Reyn.
Sementara itu Ana keasikan bermain dengan Akio, dia mengajak Akio berbincang. Ana merasa setelah sekian lama akhirnya dia punya seorang teman.
Ayah mereka kembali ke halaman dan mereka akhirnya sarapan bersama dengan ditemani oleh anggota baru yaitu Akio. Sarapan sambil berbincang-bincang sederhana dengan penuh tawa. Walaupun kesedihan menyelimuti keluarga mereka tetapi mereka sudah terbiasa dan selalu berusaha bahagia agar dapat menguatkan satu sama lain dengan tawa yang mereka pancarkan. Baik itu Reyn ataupun Ana mengerti kekhawatiran ayah mereka sehingga mereka berusaha keras untuk tetap bahagia dan menjadi yang terbaik untuk ayah mereka berdua.
Reyn yang sudah selesai makan dan juga telah membereskan semua perlengkapan makan pergi untuk bertemu dengan Gamma ditempat biasa mereka bertemu. Sampai dirumah pohon Reyn tidak melihat keberadaan Gamma. Dia sempat melihat sekitar tetapi Gamma tidak bisa ia temukan.
“Biasanya hari minggu gini Gamma datangnya paling cepat, kenapa sekarang belum datang,” gumam Reyn.
“Reyn disini,” terdengar suara teriakan yang tidak jauh dari tempat Reyn berada.
Ternyata itu suara Gamma yang sedang duduk diatas pohon dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari rumah pohon mereka.
“Ngapain disitu?” teriak Reyn.
“Lagi ngambil foto buat lukisan,” saut Gamma kemudian loncat turun dari atas pohon. Reyn dan Gamma kemudian saling berjalan mendekat.
“Mau lihat fotonya?” tanya Gamma yang sudah berdiri dihadapan Reyn dengan memegang kamera ditangannya.
“Boleh” jawab Reyn. Gamma memperlihatkan semua potret yang ia ambil kepada Reyn.
“Kenapa ada aku? Jadi kamu tadi nggak langsung samperin aku waktu aku datang karena kamu ambil foto aku dulu?” tanya Reyn dengan nada tegas.
“Iya, karena kamu itu objek terbaik untuk dilukis. Lagian selama ini aku nggak punya objek manusia. Selagi waktu aku ambil foto terus ada kamu yaudah aku foto juga,” jawab Gamma dengan santai.
Mereka berdua naik keatas rumah pohon. Disana sudah ada laptop Gamma yang ia bawa setiap datang kesana. Reyn dan Gamma melihat-lihat perkembangan saham-saham saat itu. Karena mereka diam-diam menanamkan saham pada sebuah perusahaan. Reyn mulai mempelajari dunia bisnis bersama Gamma sejak pertama kali ia dekat dengan Gamma dan mulai mempelajari banyak hal. Karena keluarga Reyn yang merupakan keluarha pebisnis besar membuat Reyn sudah tau tentang dunia bisnis sejak kecil tetapi ia mulai serius mempelajarinya lebih dalam sejak ia masuk kedalam hutan dan mengetahui bahwa keluarganya ada dalam bahaya karena sebuah bisnis dan perebutan saham.
Gamma selalu mendukung Reyn dalam segala hal. Karena sejak pertama Gamma melihat Reyn ia seperti melihat seorang bidadari yang amat pemberani. Menyelamatkan hidupnya adalah tindakan penting baginya. Karena menurut Gamma, hidupnya adalah sebuah bentuk pengabdian kepada orang tuanya sebagai tanda balas jasa kepada orang yang telah membesarkannya.
“Oke sudah selesai sampai disini, kita bahas lain kali. Gimana kalau kita pergi menelusuri hutan,” ujar Gamma sembari menutup laptopnya.
Reyn yang juga ingin bersenang-senang pada hari libur mengiyakan perkataan Gamma. Lagipula setiap hari minggu mereka hanya bermain dirumah pohon sepanjang hari dengan memainkan alat musik dan bernyanyi. Sehingga menelusuri hutan adalah hal baru yang harus dilakukan. Mereka berdua memulai perjalan mereka dengan sangat bahagia dan begitu antusias. Berjalan menelusuri hutan yang amat rindang.
“Buah apa itu?” tanya Reyn sambil menunjuk kearah sebuah pohon.
“Aku juga baru pertamakali lihat. Mau coba?” kata Gamma.
“Nggak ah. Kalau buahnya beracunkan bahaya. Aku belum mulai misi masa udah kalah duluan,” balas Reyn sambil memandang buah aneh itu.
Reyn dan Gamma terus berjalan menelusuri hutan sampai akhirnya mereka kelelahan. Mereka berdua kemudian duduk dibawah pohon yang rindang.
“Kita nggak ada persiapan sama sekali. Sekarang gimana? kita pulang aja yuk,” ujar Reyn dengan wajah kebingungan.
“Masa baru sebentar udah pulang aja. Kamu tunggu disini, aku cariin buah yang bisa kita makan,” balas Gamma.
Gamma pergi mencari buah yang bisa mereka makan. Beberapa saat kemudian Gamma datang dengan beberapa buah Apel ditangannya.
“Ini buah yang paling meyakinkan. Selain bisa mengganjal perut juga terdapat air untuk menghilangkan dahaga,” kata Gamma sambil memberikan sebuah apel kepada Reyn.
“Gamma. Kalau terjadi apa-apa sama aku, kamu mau nggak balasin dendam aku?” tanya Reyn sambil menatap keatas langit.
Gamma tidak tau apa maksud dan tujuan kata-kata Reyn, tetapi dia menjawab pertanyaan itu dengan sangat jujur. “Apa yang akan terjadi sama kamu nggak akan terjadi, karena kamu harus balas dendam sendiri. Karena penderitaan yang aku kasi kepada mereka untuk kamu, nggak akan sama dengan penderitaan yang kamu kasi secara langsung kepada mereka,” balas Gamma.
“Menurut kamu balas dendam itu seperti apa?” tanya Reyn kembali dengan terus menatap langit.
“Menurut aku balas dendam itu ketika kamu membuat orang yang telah menyakiti kamu merasa sudah salah telah melakukan hal itu. Ketika dia merasa terpuruk dan bahkan tidak bisa menyesal akibat perbuatannya sendiri karena itu sia-sia. Dia bahkan tidak bisa menyesal, tidak bisa bertindak apa-apa jadi apa yang lebih buruk dari itu. Mungkin satu-satunya jalan adalah bunuh diri,” jawab Gamma dengan tenang.
“Aku akan ingat itu. Suatu saat aku akan balas dendam dan akan aku lakukan seperti yang kamu bilang. Ketika musuh telah jatuh, aku akan membuat dia bahkan tidak bisa menyesali perbuatannya karena itu akan sia-sia. Dan aku akan lakukan segala cara agar semua tujuan aku tercapai,” ujar Reyn sambil menatap kearah Gamma.
“Aku akan menunggu hari itu,” balas Gamma. Mereka berdua saling menatap satu sama lain selama beberapa saat.
Reyn dan Gamma kemudian melanjutkan perjalanan mereka. Hari sudah semakin siang tetapi langit berkata lain. Seharusnya matahari bersinar terang tetapi malah diselimuti oleh awan gelap. Firasat buruk sudah dirasakan oleh mereka berdua. Dan ternyata benar, hujanpun turun. Dengan refleks Gamma menarik tangan Reyn untuk berdiri dibawah pohon besar.
“Kamu takut hujan?” tanya Reyn kepada Gamma.
“Nggak, aku takut kamu kedinginan aja,” jawab Gamma.
“Aku tinggal dihutan sudah bertahun-tahun, aku sudah terbiasa dengan cuaca seperti apapun. Jadi hujan kayak gini nggak akan buat aku kedinginan sampai menggigil,” balas Reyn dengan penuh percaya diri.
“Oke,” sahut Gamma.
“Dalam hitungan ketiga kita lari kearah situ,” ujar Reyn sambil menunjuk kearah didepan mereka.
“Apa?“ balas Gamma.
Tanpa menghiraukan Gamma, Reyn mulai menghitung. “1, 2, 3, Lari,” lanjut Reyn.
Reyn kemudian berlari ditengah hujan dan Gamma menyusulnya dibelakang. Mereka berdua berlari sambil tertawa dengan bahagia. Mereka menikmati setiap tetesan air yang turun dari langit. Setelah berlari beberapa saat mereka berdua dikagetkan dengan penemuan yang sangat Indah yaitu sebuah air terjun raksasa dengan pelangi disekitarnya. Air terjun yang sangat indah, airnya jernis dan tumbuhan hijau disekitarnya.
Tanpa pikir panjang, Reyn seketika menceburkan dirinya kedalam air. Gamma sontak kaget dan kemudian tertawa dengan tinggkah Reyn yang kekanak-kanakan, sangat berbanding terbalik dengan kepribadian Reyn yang biasanya. Gamma ingin ikut masuk kedalam air dengan Reyn. Ia berlari dengan kencang dan melompat kedalam air. Mereka saling melemparkan percikan air satu sama lain. Wajah mereka tertawa bahagia dibawah langit berawan yang sedang menurunkan hujan. Kenangan indah yang harus memang ada untuk diingat dimasa yang akan datang.
Setelah lelah memainkan air Reyn dan Gamma berjalan pulang dengan pakaian yang telah basah kuyup. Mereka pulang dengan wajah yang kegirangan.
“Seru banget, lainkali kita kesini lagi ya Gamma,” ucap Reyn.
“Pasti, aku janji,” jawab Gamma dengan tersenyum lebar.
Setelah berjalan lumayan lama mereka akhirnya mereka berdua tiba di markas. Kemudian mereka jalan secara terpisah, Reyn pulang kedalam hutan dan Gamma pulang keluar hutan. Gamma masih mengingat memori indah tadi bersama Reyn. Memang sejak dulu sampai saat itu Reyn punya tempat tersendiri dihati Gamma, dan begitupun sebaliknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments