Setelah sampai di dapur Nadira segera bersiap-siap, berganti shift dengan temannya yang kerja pagi. Ini sudah menjadi kebiasaannya sejak sekolah, pagi untuk belajar siang untuk kerja. Tapi sekarang, karena ia sudah lulus ia harus mencari pekerjaan baru.
"Nadira."
Seseorang memanggilnya dari arah belakang, lantas ia menoleh. "Iya, mbak," jawabnya
"Tolong anterin pesanan ini ke meja no 10 di pojok dekat jendela ya."
"Baik mbak."
Nadira langsung membawa pesanan itu dengan hati-hati menuju meja yang telah disebutkan tadi. Samar-samar Nadira melihat kembali postur tubuh seseorang yang sepertinya ia kenal dari arah belakang. Namun, ia meyakinkan dalam hatinya kalau ia tidak kenal dengan orang itu.
"Permisi mas, saya mau nganterin pesanannya." Nadira segera menaruh satu persatu pesanan itu.
Mata Nadira melirik ke arah pinggir, karena seperti ada yang memperhatikan nya. Deg. Matanya beradu, dengan seorang laki-laki yang wajahnya saja masih melekat di otaknya. Laki-laki yang telah merenggut mahkotanya. Ada gemuruh berbeda dalam hatinya. Ternyata ia tidak salah dari tadi. Namun baru saja Nadira ingin melangkahkan kaki, beranjak dari meja itu salah satu diantara mereka memanggilnya.
"Mbak." Nadira menoleh, "saya pesan dessert nya juga ya, dua," ujar laki-laki yang satunya, mungkin temannya.
Nadira mengangguk tipis lalu segera pergi ke dapur lagi. Memberi tahu kepada temannya yang ada disana jika meja no 10 menambah pesanannya. Tapi ia juga bilang kalau ia tidak mau mengantar pesanan ke meja itu, tanpa alasan.
Sementara kedua laki-laki di meja no 10 itu sedang berbicara serius, tapi tidak terlalu serius juga. Sesuai janji mereka tadi siang, keduanya kini tengah menikmati makanan sambil menatap layar laptop.
"Lo gimana caranya bisa dapetin rekaman cctv ini?" tanya Raihan setelah menyeruput minumannya
"Jangan panggil gue Afnan, kalau hal kecil kayak gini pun gue gak bisa," jawab Afnan sambil menaik turunkan alisnya
"Sombong," cibir Raihan
Afnan berdehem kecil, "lo perhatiin baik baik video itu, siapa tau lo inget gitu dia siapa."
"Gue gak tau nan, gue sama sekali belum pernah ketemu sama orang yang kayak di video ini, tapi lo simpen dulu aja rekaman ini, siapa tau nanti butuh," ujar Raihan
"Han, lo masih inget saat gue bilang gue ngerasa gak asing sama postur tubuh si cewek di video tadi?" tanya Afnan, sedangkan Raihan hanya merespon dengan anggukkan.
"Lo liat pelayan yang tadi nganterin makanan? Gue rasa postur tubuhnya sama kayak cewek yang di video, gue manggil dia tadi tuh bukan mau pesen dessert, melainkan supaya lo liat dia, tapi ternyata ngga," lanjut Afnan secara panjang lebar
Laki-laki dengan tinggi 175 cm itu menatap ke arah temannya, "terus lo pikir gue tidurin pelayan gitu? semabuk mabuk nya gue, gak mungkin lah!" katanya
"Why not? Rata-rata orang mabuk gak sadar kan? Lo aja waktu ngelakuinnya inget Astrid," balas Afnan
Raihan berdecak kesal, "ck, udahlah lupain aja, lagian kalau cewek itu hamil atau pengen pertanggungjawaban pasti sekarang udah ngemis-ngemis di hadapan gue."
"Lo gak nyesel gitu udah buat anak orang yang udah ngejaga mahkotanya terus secara paksa lo renggut?"
"Ralat, bukan gue renggut, tapi dia datang sendiri ke kamar gue," ujar Raihan tetap tidak mau disalahkan
Di tengah-tengah perdebatan mereka seorang pelayan datang sambil membawa nampan, untungnya pelayan itu datang, jika tidak sepertinya akan memancing keributan.
"Permisi mas, ini pesanan dessertnya."
Sebelum pelayan itu pergi Afnan buru-buru mengeluarkan suaranya. "Pelayan yang tadi kemana mba?"
"Oh, dia lagi ada pekerjaan di dapur mas, ada perlu apa ya?"
Afnan hanya menggelengkan kepalanya, lantas pelayan itu berlalu pergi. Merasa suasana hatinya dengan suasana hati Raihan tidak baik jadi ia memutuskan untuk balik ke rumah sakit saja.
"Gue sekarang harus balik ke rumah sakit, ada pasien lagi nunggu," ujar Afnan tanpa melihat wajah temannya langsung pergi begitu saja
Sementara Raihan langsung mendelik tak suka, ia pun cepat-cepat menghabiskan makanannya. Setelah selesai ia pun pergi ke kantornya karena ada meeting untuk proyek barunya.
Hari berjalan begitu cepat, mungkin karena terlalu semangat berkerja menggarap semua pekerjaan Nadira sampai tidak sadar sudah waktunya pulang. Restoran tutup pukul 8 malam, kecuali jika ada yang sewa bisa lebih dari itu. Kali ini Nadira pulang menggunakan Go-jek, entah kenapa tubuhnya sangat lemas ingin istirahat.
Sesampainya di rumah Nadira langsung merebahkan tubuhnya di kasur yang ukurannya pun hanya cukup untuk dirinya. Ia memandang langit-langit kamarnya, lalu beralih menatap obat yang berada di genggamannya. Obat penggugur kandungan yang tadi ia sempat beli di apotik.
Perlahan ia memasukkan obat itu kedalam mulutnya. Cukup lama ia menunggu reaksinya, hingga merasakan perutnya seperti mendapat cengkraman secara tiba-tiba lalu di putar dengan paksa.
"Akhhh.." rintih Nadira sambil memegang perutnya
Tanpa disadari air matanya perlahan turun dan ada rasa sesal dalam hatinya. Sebelum benar-benar menutup matanya, Nadira mendengar seseorang meneriaki namanya.
"Nadira!"
Seorang wanita diam diri di pintu kamar Nadira, niatnya ingin membawakan makanan untuk sahabatnya namun yang ia dapat adalah Nadira yang sedang terkapar lemah. Meysa buru-buru menghampirinya dan menelpon ambulans. Ia tidak terlalu kenal dengan tetangga disini dan Nadira harus segera mendapat pertolongan.
Tak lama ambulans datang yang menjadi perhatian warga sekitar, namun Meysa tak memperdulikan itu, yang penting keselematan sahabatnya.
Nadira langsung mendapatkan perawatan dari dokter yang sedang berjaga saat itu. Meysa menunggu dengan gelisah di luar, hingga saat dokter sudah selesai memeriksa Nadira keluar ia segera menghampirinya.
"Dok, gimana keadaan teman saya?" tanya Meysa dengan raut wajah yang sangat khawatir
"Syukurlah teman mba segera dibawa ke rumah sakit, jika tidak cepat cepat dibawa, saya tidak tau apa yang akan terjadi."
"Lalu janin nya bagaimana dok?" tanya Meysa lagi
"Janin nya baik baik saja, untung saja obat yang diminum memiliki dosis kecil, jadi tidak terlalu berpengaruh terhadap janin," ujar dokter itu lalu dibalas anggukkan oleh Meysa. Merasa tidak ada pertanyaan lagi, dokter itu pamitan untuk mengunjungi pasien lain.
Meysa mendorong pelan pintu ruangan tempat temannya diperiksa tadi, ia langsung melihat Nadira dengan tatapan kosong nya. Terdengar helaan nafas temannya saat ia sudah di dekatnya.
"Gue salah ya Mey udah ngelakuin ini semua?" tanya Nadira dengan tatapan kosongnya, "gue bodoh banget, bayi ini gak berdosa, dia gak salah apa-apa Mey," lanjutnya
"Shttt, udah ya, lo sekarang butuh istirahat yang banyak, jadi gak usah mikirin hal yang lainnya, lo masih punya gue disini, jadi lo gak usah khawatir," ujar Meysa lalu menuntun temannya itu untuk berbaring. Nadira sekarang membutuhkan waktu istirahat yang banyak, dan tidak memikirkan hal yang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments