Semburan emosi dari Tirta mengubah kedamaian kelas 2A menjadi kacau. Murid perempuan menjerit histeris, sebagian berlari keluar kelas. Obrolan Alita dan Mirai terhenti, mereka cepat menarik diri dari kursi yang semula mereka duduki. Sementara itu, Ruri menghela nafas lelah, mengakhiri kegiatan membaca novelnya, sambil memandang ke arah Kagami yang tengah meringis sakit.
"Bangsat! Lu apain Rera tadi, ha?!" sergah Tirta lagi, semakin erat mencekau kerah Kagami.
Kagami tidak mengerti arah pertanyaan Tirta. Sikapnya yang memilih untuk diam daripada membela diri membuat Tirta bertambah emosi dan langsung menghempas tubuhnya ke lantai. Aksi itu membuat seisi kelas ramai oleh jeritan histeris para murid yang melihatnya langsung. Ditambah, Ruri juga ikut menimpa keributan yang terjadi dengan langkah gegabahnya meninggalkan bangkunya. Menyelamatkan diri.
Setelah terhempas telak ke lantai, Kagami langsung terkulai tak berdaya di sana, kemudian, seolah wajah memelasnya tak menimbulkan iba sedikitpun bagi Tirta, alih-alih menghentikan aksinya, Tirta justru menambah rasa sakit Kagami dengan melayangkan tinju bertubi-tubi di beberapa bagian tubuh Kagami.
"Hentikan, Tirta! Jangan sakiti Kagami!" Alita membela dari tempatnya berdiri—sudut kelas— sambil berpegang tangan dengan Mirai yang pucat pasi dibuat oleh keadaan.
Peringatan dari Alita berhasil membuat Tirta berhenti meninju Kagami. Meski begitu, dia tetap bersikeras dengan pertanyaan awalnya. "Jawab, lu apain Rera tadi sampai dia bisa sekesal itu?!" desak Tirta, lagi.
"Rera? Pemilik nama itu membuat gue muak!" Ruri menyela dari tempatnya berdiri, sambil bersidekap. Seketika pusat perhatian teralihkan kepadanya. "Jadi, perempuan gila itu yang membuat lu menyeruduk emosi seperti sekarang?" Dia tersenyum mengejek. "Gue lah yang membuatnya kesal. Lu nggak punya urusan apa pun pada Kagami, jadi lu berurusan dengan gue," tekannya dengan nada tenang.
Penuturan Ruri bak menyiram minyak dalam kobaran api. Tirta yang merasa sengaja ditantang oleh Ruri pun secara pelan melepas cekauannya dari kerah Kagami, kemudian beranjak meraih kursi plastik di dekatnya dengan napas berat penuh emosi.
Kursi tersebut Tirta angkat tinggi-tinggi, mengambil ancang-ancang dalam posisi ingin melemparnya ke arah target di depan—Ruri—setelah menyadari hal apa yang Tirta pikirkan, seisi kelas kembali riuh oleh langkah cepat para murid yang meninggalkan bangku mereka, serta teriakan penuh kekhawatiran untuk Ruri.
"Ruri, lari!" Alita meminta.
"Hei! Perkelahian ini sudah keterlaluan!" Murid lain menimpali.
"Hentikan, Tirta!" seru seorang siswa yang menonton dari luar kelas.
Suara-suara sumbang itu tidak menggoyahkan Ruri dengan sikap tenangnya, maupun Tirta dengan tekad bulatnya untuk melempar kursi di tangannya ke arah gadis berkacamata itu. Dia yang sudah menjadi budak emosi tidak lagi merasakan takut dan memikirkan konsekuensi apa pun. Pikirannya sudah dibuntukan oleh balas dendam, hingga dia tidak menyadari, jika di dalam ancang-ancangnya Kagami bergerak dari posisi dan langsung menendang Tirta dari belakang.
Bruuuk!
Serangan tiba-tiba itu berhasil membuat kursi di tangan Tirta jatuh ke lantai berikut dengan badannya. Dalam sekejap Kagami mengambil alih situasi dengan mengunci pergerakan Tirta di bawah kukungannya.
"Apa pun dasar tindakan membabi-buta lu ini, gue nggak akan diam saja saat lu berniat menyakiti sahabat gue!" geram Kagami, suaranya menggelegar ke seisi kelas.
"Bacot, lu!" Tirta menyerang dengan meludah. Serangan itu berhasil Kagami hindari secepat mungkin, membuat Tirta terkena ludah sendiri.
Senjata makan tuan. Kagami tertawa mengejeknya. Ruri dan beberapa murid lain pun ikut cengengesan.
Terlanjur mencoret malu di muka, Tirta bergegas bangkit, menjadikan meja di dekatnya sebagai senjata dengan mendorong benda tersebut kuat-kuat ke arah Kagami. Pemuda sasarannya berhasil berkelit, berlari ke arah Ruri, menarik gadis tersebut ke dalam jangkauan aman serangan Tirta.
"Kamu harus kabur dari sini, Ruri! Setelah apa yang kamu katakan kepada Tirta tadi, tak menutup kemungkinan jika serangan berikutnya mengarah padamu!" seru Kagami sesampainya di dekat Ruri, matanya menelisik situasi, mencari celah untuk kabur.
"Gue nggak akan ke mana-mana!" Ruri membantah, mengerling pada Tirta yang diam sejenak untuk mempersiapkan serangan berikutnya.
"Lu bawa kabur Alita dan Mirai. Terobos kerumunan di depan kela—"
Braaak!
Belum selesai kalimat di mulut Ruri diucapkan, Tirta dari tempatnya terlebih dahulu melempar kursi lain ke arahnya. Kagami yang sigap dengan serangan tersebut cepat mendorong Ruri dan dirinya menghindar, menyisakan Bunyi bedebum dari kursi patah yang mengantar napas dangkal Kagami bangkit secepat mungkin, lalu membalas serangan yang sama pada Tirta tanpa banyak babibu.
Braaak!
Lemparan kursi dari Kagami turut berhasil dihindar oleh Tirta. Walau begitu untuk menghindar tadi, badan Tirta sempat terhempas kuat ke lantai. Bajunya kotor dan compang-camping dalam sekejap.
"Lu gila, Tirta! Hanya karena masalah sepele di awal lu nekad berbuat seperti ini?! Sadar, woi! Lu hampir membuat sahabat gue terlu—"
"Sepele? Sejak awal ini bukan masalah sepele, Kagami." Tirta menyela, perlahan bangkit dari jatuhnya. "Lu paham maksud gue, kan?" lanjutnya, membawa ekor mata penuh kebencian ke arah Alita. Ekspresi itu membuat Kagami pucat. Apa pun ide yang ada di benak Tirta, itu pasti bukanlah hal yang bagus.
~
Sementara itu, suasana di luar kelas 2A semakin ramai oleh kerumunan murid yang penasaran dengan perkelahian Tirta vs Kagami, yang mana desas-desusnya sudah merambat hingga ke tiap pasang telinga dan menjadikan perkelahian mereka sebagai tontonan asyik yang sayang untuk dilewatkan.
"Nggak, mungkin! Serius Kagami berkelahi dengan Tirta?!" Rera mengebrak meja, tidak percaya dengan gosip cepat yang dia dengar dari Yuki.
Gadis kepang dua itu mengangguk dengan penuh percaya diri. Dia yakin sekali jika gosip yang sedang hangat ini adalah fakta, karena sebelum menyampaikannya kepada Rera, Yuki sudah memastikan sendiri jika gosip tersebut benar, dengan melihat secara langsung bagaimana suasana kelas Ruri barusan.
Di dalam sana hanya menyisakan Tirta yang tengah berpangku lelah sambil menyeringai dengan penampilan kotornya. Lalu, ada Alita dan Mirai yang terpojok di sudut kelas, saling melindungi diri dengan berpelukan. Kemudian, tidak lupa juga ada Kagami dan Ruri yang nampak pucat oleh keadaan yang menghimpit mereka. Antara kabur menyelamatkan diri atau tetap meladeni Tirta hingga kemenangan tercentus di salah satu di antara mereka.
"Bukan hanya itu, mereka juga saling serang dengan melempar kursi dan mendorong meja! Akibatnya, banyak kursi dan meja patah serta pontang-panting sana-sini!" tambah Yuki lagi, membuat Rera semakin syok.
"Nggak mungkin! Nggak mungkin! Gue harus melerai mereka!" Rera bergegas beranjak dari kelasnya, diikuti tiga temannya.
Yuki dan sisil antusias mengikuti. Namun, raut berbeda terdapat di wajah Ambar. Gadis itu sedikit pucat, ketakutan, mengingat perkelahian Tirta dan Kagami berawal dari adu domba tanpa dasar yang telah dia buat.
Awalnya sedikit pun Ambar tidak terpikir jika akan terjadi perkelahian sebesar ini, mengingat Kagami adalah sosok pemuda yang lembut dan tidak suka mencari masalah. Dia beranggapan bahwa Kagami tidak akan membalas perbuatan Tirta. Namun, perkiraannya meleset. Nasi sudah menjadi bubur. Ambar tidak lagi berharap Kagami menaruh perhatian kepada Rera, melainkan ingin agar dirinya tidak ketahuan jika dialah yang telah mengadu domba mereka.
~
Kembali ke ruang kelas Ruri yang berselimut atmosfer berat. Di dalam sana terlihat kepercayaan diri Kagami mendadak menguap secara pelan, setelah mencium kecurigaan dari lirikan mata Tirta yang nampak sengaja dia jatuhkan kepada Alita.
"Gue tahu apa yang lu khawatirkan, makanya jangan gegabah!" Ruri menarik lengan seragam Kagami, tepat ketika pemuda itu kehilangan pikiran jernihnya, berniat melawan Tirta dengan kekerasan.
"Lepas, Ruri! Kamu kabur saja dari sini. Biar aku yang meladeninya sebelum yang lain terlu—"
"Gue tahu lu cinta dengan Alita!" Ruri memotong ucapan Kagami. "Makanya lu diam dan tetap berpikir tenang. Gue juga nggak mau dia terluka!"
Kagami pias. Tak berkutik dibuatnya.
Selagi mereka berbisik, senyum licik di wajah Tirta semakin merekah setelah terlintas sebuah ide di benaknya. Dia lantas meraih kursi lain dan tanpa aba-aba langsung melemparnya kepada Ruri. Walau serangannya kali ini meleset lagi seperti serangan sebelumnya. Namun, tidak terlihat raut kesal di wajahnya. Tirta justru nampak puas.
"Dasar, Sialan! Lu mau sampai kapan bertindak gila seperti ini, ha?! Hanya karena Rera si gila itu, lu juga ikut-ikutan gila?!" Maki Ruri, menunjuk muka Tirta dengan emosi.
Tirta berdecih. "Sejak awal, target gue hanya Kagami. Namun, karena lu ikut campur dengan muka songong itu, gue jadi tidak tahan untuk merusak wajah lu, Ruri. Setelah ini, kalian akan menyesalinya!"
Braaak!
Tirta melempar kursi lainnya. Hanya sebagai gertakan, sengaja dibuat meleset untuk mempersiapkan ide sesunguhnya. Yaitu, memisahkan Ruri dari Kagami hingga jalan balas dendamnya terwujud.
"Nggak guna terus meladeninya, Ruri, aku akan membuka jalan untuk kamu keluar." Kagami berguman dan berbalik badan, menatap deretan kursi yang menutup jalan keluar mereka.
Tirta puas melihat pancingannya berhasil. Setelah membuat Kagami lengah untuk beberapa detik saja, dia langsung melempar kursi lain ke arah Alita. Lemparan yang sengaja dibuat meleset itu berhasil menakuti Alita dan Mirai, serta kembali mengeruhkan pikiran Kagami.
"Bedebah, Sialan!" umpat Kagami, tidak lagi memikirkan rencananya untuk membuka jalan kabur bagi Ruri, dia langsung saja berlari 'tuk pasang badan melindungi Alita.
Ruri yang berpisah dari Kagami mematung dibuatnya. Melotot geram pada Tirta. "Lu berurusan dengan gue! Stop lampiaskan amarah lu ke sahabat gue!" sergahnya, mengepal geram.
"Lari, Ruri! Seperti kataku tadi!" teriak Kagami dalam langkah besarnya menuju Alita. Walau pikirannya keruh, Kagami tetap mengingatkan rencana yang dia buat.
Ruri berdecih mendengarnya. Melarikan diri dari kelas? Itu ide sepihak dari Kagami. Ruri tidak menyukai cara pengecut seperti itu. Melarikan diri dari masalah bukan caranya. Karena malas berdebat dan situasi kacau ini tidak kunjung juga menjadi jernih, tadinya Ruri memutuskan untuk mengikuti saja saran Kagami. Namun, sekarang situasinya berbeda lagi. Dia memutuskan tidak akan pernah melarikan diri apalagi meninggalkan teman-temannya dalam kesulitan.
Tirta tersenyum puas untuk situasi yang menguntungkannya saat ini. "Boleh juga nyali kalian," ujarnya datar.
Setelah memastikan langkah Kagami sampai pada Alita, hingga jarak yang memisahkannya dari Ruri cukup jauh—antar pojok kelas—Tirta dengan nafsu amarahnya kembali meraih kursi lagi, melempar benda tersebut sembarang arah. Tidak menargetkan siapa pun. Akan tetapi, kegaduhan yang dia buat sebagai pengalihan itu, termakan umpannya oleh semua orang. Tidak hanya Kagami dan Ruri, melainkan penonton di luar kelas juga ikut menumpahkan perhatian mereka ke sana.
Di detik-detik semua perhatian teralihkan itulah Tirta beraksi. Dia meloncati beberapa kursi dan meja yang menghalangi jalannya menuju Ruri, kemudian setelah sampai di dekat gadis kacamata itu, dia dengan gerakan gesitnya menarik kerah seragam Ruri, mencekaunya, membawa tubuh gadis kecil itu berjinjit sakit. Ruri bungkam oleh aksi tiba-tiba itu. Tanpa sempat melarikan diri, dia jatuh dalam perangkap musuh.
Semua pasang mata syok melihatnya.
"Lepaskan!" teriak Kagami, berniat menolong. Akan tetapi tubuhnya mendadak kaku ketika Tirta mengancam pergerakannya dengan senjata tajam. Murid itu membawa pisau lipat di saku celananya
Ruri pun tak berkutik dan semuanya bungkam.
"Ini akibatnya kalau lu berani menantang gue!" tegas Tirta, menyeringai puas.
"Ba–ng–sat!" maki Ruri, kesulitan bernapas.
Tirta tertawa jahat. "Kalau lu mau teman lu selamat, minta maaf ke gue terus lu juga harus melakukan hal yang sama pada Rera, karena sudah menyakiti hatinya," lanjut Tirta, mengancam.
Sebesar itu fanatiknya terhadap Rera, hingga sampai dia memegang kendali atas situasi pun, Tirta tidak melupakan Rera dan kesalnya karena ulah Kagami dan Ruri.
"Kagami nggak salah. Gue yang nyakitin Rera!" Ruri bersuara, walau susah. Akan tetapi Tirta tidak peduli apa pun alasannya sekarang. Dia tetap ingin melaksanakan balas dendamnya sebagai balasan paling setimpal yang dia pikirkan untuk membalas dua remaja sombong itu.
"Nah, Kagami ... lu mau teman lu mati? Atau lu minta maaf ke gue," ancam Tirta lagi. Alisnya terangkat, menyeringai jahat.
Kagami pucat pasi, terintimidasi oleh dua pilihan sulit. Keadaan sama sekali tidak menuntunnya pada solusi. Jika dia melakukan apa yang Tirta suruh, belum ada jaminan teman-temannya akan selamat. Namun, jika dia tidak melakukannya, maka tidak terdengar juga jika masalah akan benar-benar selesai. Pemuda itu benar-benar binggung dan hanya bisa berpikir mencari cara lain, sambil pasang badan melindungi Alita dan Mirai.
Sementara Kagami mematung dalam kebinggungan, dibelakangnya ada Mirai yang mengigil takut, memeluk Alita semakin erat.
"Tenang, Mirai. Pasti ada solusinya," ujar Alita, tenang. Sambil menghela napas panjang, matanya mengamati sekeliling. Ada sekelompok murid yang penuh sesak di depan kelasnya. Kelas yang dipenuhi oleh kursi meja terjungkal sembarangan. Kagami yang membisu di depannya serta Ruri yang tergantung di ujung kepalan Tirta.
Semuanya membuat Alita muak. Drama tidak berpangkal ini akhirnya menuntun Alita bergerak cepat di antara detik-detik bisu itu. Tidak ada yang bisa menahannya. Alita dengan berani menerobos ke arah Tirta setelah membisikkan sesuatu kepada Mirai.
Alita menyambar pisau yang Tirta pegang. Setelah benda tajam itu berhasil dia rampas, Alita melemparnya kepada Mirai.
Rencana sekilas yang Alita buat berjalan mulus. Sesuatu yang dia bisikkan kepada Mirai beberapa detik lalu adalah ini, tindakan nekadnya merampas pisau dari Tirta agar bisa menyelamatkan Ruri. Rencana tersebut berhasil. Namun, luka sayatan dalam yang mengalirkan darah segar dari tangannya tidak dapat dihindari. Tirta tertegun. Kagami syok berikut dengan penonton di luar kelas.
"Rera yang salah! Dia membuli teman kami, Mirai. Setelahnya Ruri datang untuk membantu. Kamu marah-marah sama kami tanpa informasi yang akurat! Setelah semua kekacauan ini, kamu harus minta maaf! Terutama kepada Kagami dan Ruri yang telah kamu sakiti!" sungut Alita dengan tatapan dalam, emosi.
Bibir Tirta bergemetar melihat Alita. Raut bengisnya memudar secara pelan. Daripada fokus pada apa yang Alita katakan, semua konsentrasi Tirta tertumpah pada luka segar di telapak tangan gadis tersebut. Darah merah yang mengalir di sana membuat Tirta gelabah. Ruri di cekamannya langsung dia lepas begitu saja, membuat tubuh gadis berkacamata itu terjungkal ke lantai. Dalam ketakutan itu Tirta merobek seragamnya. Membuatnya sebagai kain kasa untuk membalut luka Alita.
"Bodoh! Apa yang lu lakukan?!" Tirta memaki Alita dengan nada cemas. Menarik tangan gadis itu ke depannya.
"Jika terjadi apa-apa sama lo, orang itu bisa sedih. Gue nggak mau itu terjadi!" ungkap Tirta setelah selesai membalut luka Alita.
Alita mengernyit mendengarnya. "Apa maksudmu? Siapa orang itu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
larasatiayu
tirta ngamuk gedung sekolah pun roboh krn kursi di lempar
2024-10-24
0
Daina :)
Bagus banget nih novel, author terus berkarya ya!
2023-08-03
0