Bel istirahat berteriak kencang memenuhi segala ceruk sekolah SMA Hiro jaya. Banggunan sekolah berlantai dua itu pun dalam sekejap menghamburkan murid dari setiap kelas, berlarian tak sabar menuju kantin, taman sekolah atau kegiatan lain.
Ini adalah bel pertama bagi Mirai. Setelah mengikuti dua sesi pelajaran, dia tak memiliki semangat sama sekali menantikan jam istirahat, karena tak memiliki tujuan sekaligus teman. Mirai pun memilih untuk tetap duduk di bangkunya, sesekali menatap murid lain yang tengah bersiap meninggalkan kelas.
"Halooo! Mirai Arinda!"
Mirai terkejut. Dari arah yang tak dia perhatikan seorang gadis berkuncir satu menghampirinya. Gadis itu tersenyum lebar, kemudian tanpa aba-aba menyalami tangannya.
"Perkenalkan, namaku Alita Puspita. Panggil aja Alita!" ujarnya memperkenalkan diri.
Gengaman Alita sangat erat dan kuat, sampai Mirai meringis merasakan persalaman di awal jumpanya dengan gadis itu cukup mengejutkan sekaligus menyakitkan.
"Tanganmu terlalu erat, Alita. Longgarkan sedikit. Kasihan dia," timpal Kagami, bangkit dari kursi.
Alita terkekeh. Meminta maaf kepada Mirai.
"Ini Kagami sahabatku juga. Sedangkan ini ..." Alita memutar badan, mencari keberadaan Ruri. Ternyata gadis berkacamata itu telah lebih dulu berdiri di sebelahnya. "Ini Ruri, juara kelas sekaligus sahabatku yang paling baik!" lanjut Alita lagi.
Ruri berdecih. Melepas rangkulan Alita. Dari balik kacamatanya Ruri memindai wajah Mirai lebih dekat untuk memastikan bahwa dejavunya tadi salah. Namun, setelah dilihat dari dekat, penampilan, suara maupun wajah Mirai tetap saja asing di matanya. Tak ada secuil ingatan pun di otak Ruri mengenai gadis ini.
"Ruri, tatapanmu membuat Mirai takut." Alita mengingatkan. Ruri melengos, tak peduli.
"Mirai walau Ruri ini terlihat galak, tapi sebenarnya dia baik, kok. Ayo, berteman dengan kami!" tawar Alita, tanpa menunggu persetujuan dari Ruri dan Kagami, dia sudah menarik gadis berambut pendek itu, mengajaknya ikut serta ke kantin.
Mirai pasrah dalam tarikan Alita. Gadis kuncir kuda ini terlalu bersemangat, hingga dia tak sempat memberi komentar apa pun. Dalam perjalanan menuju kantin, Mirai sempat melirik samar ke arah Ruri sekali lagi. Walau gadis berkacamata itu tak lagi memandangnya dengan sinis seperti tadi, tapi tetap saja Mirai sudah mendapat penilaian sendiri tentang tiga remaja yang menariknya ke circle mereka. Kagami adalah pemuda yang penuh perhatian. Alita gadis yang sangat periang. Sedangkan Ruri adalah gadis yang berwatak garang. Begitu lah Mirai menilai mereka di awal jumpa.
***
Sesampainya di kantin mereka berhasil menempati meja kosong yang ada. Setelah mereka berempat duduk di sana, tak ada seorang pun dari mereka yang bersuara untuk beberapa menit. Mirai dilanda gundah. Suasana canggung yang tercipta tanpa alasan itu membuatnya resah.
Tiba-tiba saja dalam suasana hening di antara mereka itu Alita menepuk meja kantin. Keributan yang dia buat sontak mengejutkan Mirai.
"Hari ini kamu yang memesan, Ruri!" seru Alita sambil menunjuk ke arah Ruri.
Kagami mengacung tangan, kemudian ikut menepuk meja kantin seperti yang Alita lakukan. "Aku setuju! Ruri, hari ini giliranmu, kan?" Dia menoleh pada gadis berkacamata di sebelahnya.
Ruri bersidekap. Mencebik protes. "Gue nggak mau!" tentangnya, membuat Alita cemberut dan Kagami berpikir keras mencari solusi.
Mirai tak tahu apa yang tiga teman barunya ini bicarakan. Dia hanya bisa diam, menyimak kemudian menafsirkan ekspresi mereka untuk membaca situasi dengan cepat.
"Pokoknya sekarang giliranmu, Ruri!" desak Alita lagi, diikuti oleh anggukan kepala Kagami.
Merasa kalah suara dan tak bisa berkilah lagi, Ruri melirik Mirai, tercentus sebuah ide di benaknya.
"Karena Mirai murid baru dan suasana sekolah ini masih asing dengannya, maka suruh dia saja yang memesan makanan. Itung-itung sebagai perkenalan. Betul, nggak?" tawar Ruri, langsung mendapat persetujuan dari Alita dan Kagami. Itu ide yang tak terlalu buruk bagi mereka.
Alita dan Kagami langsung mengeluarkan uang receh, mengumpulkannya ke depan Mirai. Gadis berambut pendek itu gelabah, dia tak tahu apa-apa, tapi tiba-tiba saja tiga teman barunya meletak uang ke hadapannya.
"U–uang? Buat apa?" tanyanya penasaran, gugup.
"Buat pesan makanan. Karena lu anak baru di sini, jadi lu yang pergi memesan," terang Ruri, masih dengan tatapan mengintimasi yang dia layangkan.
"Ta–tapi, ak—"
"Pesan bakso tiga mangkok dan es jeruk tiga."
Belum selesai Mirai membela diri, Ruri kembali mendesaknya. Dengan rasa takut akan tatapan tajam yang Ruri layangkan kepadanya untuk yang entah keberapa kali tatapan itu membuat nyali Mirai menciut, akhirnya tanpa banyak protes lagi dia memungut uang receh yang telah disodorkan. Menguatkan pijakan, beranjak dari kursi kantin yang dia duduki.
Sebelum Mirai berjalan jauh dari mereka, Kagami tidak lupa memberi arahan sedikit kepadanya. Mengenai bagaimana caranya memesan dan penjual mana yang harus dia hampiri. Gadis berambut pendek itu cepat mengerti, dengan gerakan lambat dia manut-manut.
***
Sudah seperempat langkah Mirai meninggalkan tiga teman barunya. Kini dia benar-benar membaur dalam keramaian kantin. Seragam yang dia kenakan berbeda dari murid lain, jadi walau berada dalam keramaian dia tetap saja mencolok. Beberapa pasang mata pun turut mengarah kepadanya. Ada pula yang berbisik-bisik sambil meliriknya. Semua yang berada di dekatnya saat ini membuat Mirai merasa tidak nyaman, di dalam hati dia terus merapalkan doa agar semuanya berjalan baik-baik saja.
Mirai hanya harus pergi ke penjual bakso. Memesan empat mangkok bakso—untuknya juga, dan empat es jeruk. Jika dibayangkan mungkin ini bukan tugas yang sulit. Namun, siapa sangka jika stan penjual bakso di sekolah itu penuh sesak oleh antrian pembeli. Mirai pun akhirnya ikut mengantri, dia berada di barisan paling belakang.
Selagi Mirai mengantri, Alita di kursinya duduk dengan gelisah. Entah berapa kali gadis kuncir kuda itu berdiri dari kursi, kemudian mendudukinya tak lama setelah itu. Lalu gerakan yang sama terus terjadi berulang kali dalam seperkian detik saja.
"Lu laper banget sampai nggak sabaran nunggu Mirai kembali?" ungkap Ruri, bertopang dagu, mengalihkan matanya dari novel yang dia bawa ke arah Alita—gadis itu duduk di depannya.
Alita menggeleng. Masih dengan raut cemas, dia memberi penjelasan. "Aku takut Mirai kenapa-napa. Secara, kan, sebagai murid baru, pindahan dari sekolah elit pula. Pasti Rera tak akan diam saja. Rera cs si pembuli pasti sudah menargetkan Mirai!"
Mendengar nama Rera disebutkan, Kagami langsung berdiri dari kursinya. Dengan pandangan mantap, dia mengatakan jika akan menyusul Mirai.
Rera adalah salah satu murid di SMA Hirojaya. Dia biasa dipanggil Rera cs karena gadis pembuli itu ke mana-mana selalu diikuti tiga temannya yang lain. Mereka adalah sekelompok gadis yang gemar membuli murid lemah. Apalagi Mirai, gadis itu masih linglung dengan sekolah baru ini. Rera pasti akan menargetkannya cepat atau lambat.
Ruri menutup novelnya, menarik seragam Kagami, mencegah sahabatnya itu menyusul Mirai.
"Biar gue saja yang menyusulnya. Secara, kan, sedari awal gue yang kuat mendesak dia buat pergi memesan makanan. Tadinya bukan karena gue nggak mau, tapi gue hanya ingin melihat dia beradaptasi lebih cepat dengan sekolah ini." Ruri perlahan bangkit dari kursinya. "Soal Rera jangan dikhawatirkan. Gue yang akan mengurusnya." Gadis berkacamata itu menyengir. Kepergiannya tak bisa dicegah lagi oleh Alita maupun Kagami. Dua remaja itu akhirnya patuh—untuk menunggu Ruri dan Mirai kembali dari memesan makanan.
Antrian di depannya perlahan berkurang. Mirai benar-benar merasa sedikit lega sekarang. Hanya tinggal tiga murid lagi, lalu setelah itu adalah gilirannya untuk memesan empat mangkok bakso. Namun, kebahagiaan yang Mirai rasakan mendadak sirna, setelah secara tiba-tiba dari titik butanya datang seorang gadis, lalu gadis tersebut menariknya keluar dari antrian. Gerakan tiba-tiba itu membuat Mirai terhuyung, tidak dapat berpijak sempurna, akhirnya dia terjerembab ke keramik kantin. Uang receh digenggamannya terburai di lantai.
Mirai meringis, lututnya mendapat benturan paling keras—terasa nyeri. Masih dalam posisi duduk, dia cepat berpaling ke belakang, memastikan siapa yang barusan menariknya. Kemudian saat mata kuyunya beradu dengan gadis yang berdiri di belakangnya, Mirai mendadak pucat, matanya membesar, tubuhnya lemas dan tak bisa bergerak banyak. Gadis yang barusan menarik dirinya adalah Rera. Tatapan jahat milik gadis itu membawa Mirai kembali ke masa lalu. Tatapan jahat yang telah lama Mirai lupakan, kini bertemu lagi di tempat yang tidak dia duga.
"R–Re–Rera?" Lidah Mirai benar-benar kelu untuk berkata dengan lancar.
Gadis yang merasa namanya dipanggil itu menyeringai. Sambil bersidekap bangga, dia berujar kepada Mirai, "Lu masih inget gue? Bagus, dong. Kalau gitu gue nggak perlu lagi basa-basi!" terangnya, dengan tega lagi menginjak tangan Mirai hingga gadis tersebut kesakitan.
Mirai menjerit tanpa suara, diiringi kekehan dari tiga teman Rera yang mengelilinginya. Bukan hanya sampai di situ, mereka bahkan sampai bersorak senang melihat Rera beralih mencekam rahang Mirai sekuat mungkin, menumpahkan semua emosi serta dendam lamanya di menit itu juga.
Penjual makanan di kantin serta murid lain yang berlalu lalang melihat aksi Rera tak ada yang berani ikut campur membela Mirai. Mereka tahu siapa Rera, statusnya sebagai anak kepala sekolah membuat gadis itu benar-benar bebas berkuasa, membuli hingga bahkan berani melukai temannya yang lain. Gadis itu kebal hukuman. Palingan jika dihukum, ayahnya akan mencabut hukuman itu secepat mungkin. Itulah Rera Reswara, gadis cantik, tapi berhati iblis. Lalu tiga teman yang senantiasa mengikutinya adalah Ambar, Yuki dan Sisil.
Dalam cekaman rahang yang semakin diperkuat itu Mirai berkaca-kaca, matanya perih, bersiap menumpahkan air mata dari rasa sakit yang Rera berikan kepadanya. Mirai benar-benar pasrah. Di benaknya tak terlintas wajah seseorang pun untuk dimintai tolong. Dia orang asing. Mustahil ada yang mau membantunya, ditambah lagi gadis yang dihadapi saat ini adalah Rera Reswara. Dia benar-benar terpojok takut.
Puas dengan cekaman rahangnya, Rera beristirahat sejenak, melemas jemarinya. Masih sambil menyeringai, dia menyapu pandangan pada teman-temannya.
"Bawa dia ke gudang atau di sini aja?" tanya Rera. Pertanyaannya membuat Mirai melotot. Dengan cepat gadis itu bersimpuh, memohon ampun kepada Rera. Namun, gadis pembuli itu mengabaikannya. Tubuh Mirai didorong lagi ke belakang, selagi Mirai mencoba bangkit, di detik-detik menentukan itu juga Rera mengayun tangannya ke udara, berniat menampar Mirai.
Mirai benar-benar tak berkutik, dia memejam mata ketika Rera berancang-ancang menamparnya. Namun, dalam gelapnya debaran takut yang dia lihat, Mirai tak kunjung merasakan pipinya tertampar oleh tangan Rera. Karena penasaran, dengan sedikit keberanian yang ada dia membuka mata. Pemandangan yang dia lihat saat ini membuat mulutnya mengganga.
Ruri dengan senyuman yang tak kalah licik dari Rera berhasil mencegah gadis pembuli itu menampar Mirai, dengan meremas pergelangan tangan Rera selagi tangannya berayun di udara.
Aksi cepat dari Ruri membuat Rera cs terkejut sekaligus tak ada yang berani berkutik.
"Lu kalau bosan hidup bilang aja. Gue bisa rekomendasikan beberapa racun yang bagus untuk lu minum," hina Ruri sembari memperkuat cekalan tangannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
larasatiayu
smangat mkn penasaran sampai dsini
2024-10-24
0
StarJustStar
Penasaran terus nih!
2023-08-02
1
Ainun Rohman
Jelasin dong!
2023-08-02
1