Aroma yang maskulin tercium, kala pintu lift terbuka. Mata Zeyan tetap berkaca-kaca duduk di lantai seperti akan menangis. Benar-benar manis dengan pakaian itu. Siapa yang akan tega?
Pria itu menghentikan langkahnya tertegun."Tuan muda?" gumamnya menutup mulutnya sendiri. Tapi hanya sejenak fatamorgana itu menghilang dari fikirannya. Cakra kini telah berusia lebih dari 50 tahun. Melayani keluarga ini dari dirinya masih muda, anak yang memakai pakaian manis ini, benar-benar mirip dengan sosok Fabian ketika masih kecil.
Memincingkan matanya, menghela napas kasar. Kala anak itu memegangi kakinya yang sakit sembari menangis."Sakit!" Kelinci kecil putih yang benar-benar rapuh itulah dia saat ini.
Hanya saja perbedaannya wajah Fabian benar-benar dingin memakai pakaian formal ala anak orang kaya di masa kecilnya. Sedangkan anak ini lebih terlihat sisi manisnya.
Tidak tahan lagi, pada akhirnya Cakra mengangkat tubuh Zeyan dalam gendongannya. Memeluk tubuhnya erat anak manis ini agar tidak menangis.
"Pak Cakra! Anak ini memukuli kami..." Ucap sang Resepsionis. Sedangkan mata Cakra menelisik, mengamati mereka kemudian kembali mengamati anak dalam gendongannya yang memeluknya erat. Menghela napas kasar, memijit pelipisnya sendiri.
*
Pada akhirnya mereka bicara di sofa lobby kantor tersebut. Dua orang security dan seorang resepsionis yang menatap tajam ke arah sang anak.
Kamera CCTV belum dapat diakses akibat peretasan kemarin. Tidak ada bukti atau saksi, sebab jam kerja karyawan sudah dimulai saat itu.
"Jadi apa yang terjadi?" tanya Cakra masih membawa Zeyan dalam pangkuannya, sembari menyuapinya dengan snack sereal.
"Anak ini tiba-tiba datang! Lalu memukuli kami!" Kata-kata jujur dari sang security.
Anak manis itu tidak menjelaskan sama sekali, hanya makan bagaikan hamster kecil. Gila! Benar-benar manis, tidak mungkin anak semanis ini, makan dengan manis, bahkan helaan napasnya menebarkan aura gula dapat melukai tiga orang dewasa. Benar-benar tidak masuk akal.
"Apa yang terjadi?" tanya Cakra lagi dengan nada dingin.
"Ka...kami berkata jujur. Bahkan tangan saja tidak dapat digerakkan karena anak ini." Sang resepsionis masih menangis tersedu-sedu menunggu kedatangan ambulance.
Sang anak tiba-tiba menatap ke arah Cakra dengan mata berkaca-kaca, tubuhnya gemetar ketakutan."Bibi itu mendorongku hingga jatuh. Padahal aku hanya ingin menemui ayah yang ada di dalam."
Instingnya bangkit, ingin melindungi sekaligus menarik pipi anak manis ini."Tenang ya? Nanti paman akan membelikanmu ice cream, tidak! Bagaimana jika kita makan di restauran kamu bisa makan kue apapun juga."
"Perutku bisa meledak jika begini." Batin Zeyan menghela napas kasar, matanya melirik ke arah tiga kantong belanjaan yang dibelikan tiga orang karyawati sebelumnya.
"Katakan dengan jujur! Kalian mendorong anak ini!?" Tegas Cakra pada tiga orang di hadapannya yang duduk menahan sakit. Menatap mereka dengan sangar bagaikan kapten bajak laut melihat tawanan. Sedangkan sesekali beralih melihat anak mungil ini penuh kasih. Seperti seorang kakek melihat cucunya yang rapuh.
"Tidak! Dia benar-benar melakukannya! Dia memukuli security, membuat tanganku cidera. Pak Cakra coba lihat baik-baik kami dihajar olehnya. Sedangkan iblis kecil ini? Apa dia terluka!? Ini fakta!" Bentak sang resepsionis tidak tahan lagi. Melihat anak itu sesekali menunjukkan ekspresi dingin pada mereka. Tiga orang dewasa yang takut pada anak singa.
"Kalian fikir dia Sulung, teman biksu kecil yang ada di film Boboho! Dan apa itu!? Iblis? Anak ini seperti malaikat! Kalian yang seperti iblis tidak beretika merundung anak kecil!" Bentakan dari Cakra menggelegar. Membuat rambut mereka bagaikan tertutup, petir menyambar di luar sana, sebuah petir walaupun cuaca tengah cerah.
Mereka semua tertunduk sesekali melirik ke arah Zeyan. Seorang anak yang tersenyum licik mengerikan. Anak yang sempat menginjak-injak tubuh mereka.
"Kekanak-kanakan! Akan ada surat peringatan untuk kalian bertiga!" Geram Cakra, membuat ketiga orang dewasa di hadapannya mengeluarkan keringat dingin.
"Kek, aku ingin bertemu dengan ayahku." Ucap Zeyan tertunduk tiba-tiba, mengepalkan tangan kecilnya. Menitikkan air matanya, membuat hati siapa saja yang melihatnya teriris. Membangkitkan insting melindungi dari Cakra.
"Ayahmu siapa namanya?" Satu pertanyaan dari Cakra membelai rambut anak ini.
"Fa... Fabian...aku pernah mendengar dari seseorang bernama Triton. Ayahku bernama Fabian..." Dustanya, menggunakan nama pamannya yang sejatinya sudah meninggal, tepat saat hari kelahirannya. Seorang paman yang mendonorkan kornea matanya untuk Sesilia. Kakak yang selalu menyayangi adiknya hingga akhir hidupnya.
Cakra terdiam sejenak, 6 tahun lalu memang ada hacker yang membobol akses keamanan perusahaan mereka. Keesokan harinya seseorang bernama Triton datang, terlihat marah, menanyakan tentang keberadaan Fabian. Tapi orang bernama Triton itu tidak pernah bertemu sekalipun dengan Fabian. Entah kenapa, dia menghilang. Bersamaan dengan Fabian yang menjadi semakin dingin dan kacau.
Wajah anak ini yang menyerupai Fabian ketika kecil. Jika begitu mungkin saja yang membobol akses keamanan perusahaan mereka juga Triton. Kemampuan hacker yang berprofesi sebagai detektif itu ternyata semakin berkembang. Tapi apa hubungan Triton dengan anak ini? Orang bernama Triton, dimana dia saat ini. Orang yang benar-benar berbahaya. Setidaknya itulah yang ada dalam fikiran Cakra.
"Orang bernama Triton mengatakan kalau Fabian adalah ayahmu?" tanya Cakra memastikan dijawab dengan anggukan oleh sang anak."Lalu dimana ibumu? Kenapa tidak meminta untuk menikah dengan ayahmu?"
Untuk pertama kalinya anak itu menegang, jemari tangan kecilnya gemetar."Ibuku tidak tau siapa ayahku. Dulu dia buta..."
Sesuatu yang seharusnya tidak diketahui oleh anak berusia lima tahun. Darimana dirinya mendapatkan informasi sebanyak ini? Bahkan mengarang cerita jika Triton masih hidup. Tidak ada yang tahu, segala rahasia tersimpan di wajah manisnya.
Cakra membulatkan matanya."Kamu tuan muda! Benar-benar tuan muda kecil!" teriak Cakra kegirangan, mencium bahkan memeluk Zeyan, tidak segan-segan mencubit pipinya.
"Astaga orang tua ini..." Geram Zeyan, berusaha tersenyum, menahan sakit di pipinya.
Ekspresi Cakra yang benar-benar berubah. Dirinya sudah berumur lebih dari 50 tahun. Mengabdikan hidupnya dari generasi pemilik perusahaan sebelumnya. Masih ingat! Dirinya masih benar-benar ingat bagaimana Fabian yang pemalu hanya di depan satu wanita itu membeli satu buket besar bunga mawar merah di toko bunga. Hanya untuk berbicara dan berinteraksi dengan seorang wanita buta.
Bodohnya dengan cepat Fabian membayar kemudian kabur. Benar-benar kabur dengan wajah memerah, berbohong dengan nama palsu. Tapi wanita itu buta itu selalu tersenyum, mengatakan pacar anda akan menyukainya. Padahal punya pacar saja tidak.
Percintaan anak muda yang menghasilkan anak manis ini. Tidak disangka olehnya setelah 6 tahun akan ada anak manis yang menceritakan kebiadaban Fabian.
Diluar terlihat acuh tapi didalam brutal. Yang menjadi pertanyaan saat ini, bagaimana Fabian dapat meniduri gadis itu? Dan apa hubungannya dengan Triton.
Apa yang ada dalam imajinasi Cakra saat ini benar-benar tidak terduga. Triton mungkin saja kekasih sang wanita buta. Karena frustasi Fabian memaksanya untuk berhubungan. Itu sudah pasti! Tapi satu pertanyaan lagi harus dipastikan olehnya.
"Nak, apa ibumu sudah menikah?" Tanya Cakra benar-benar menanti jawaban.
Dengan polos anak itu menggeleng. Pertanda ibunya belum menikah. Senyuman picik terlihat di wajah Cakra. Anak ini harus menjadi penerus perusahaan ini, menjadi majikannya kecilnya yang manis.
"Kita akan menemui, anak muda br*ngsek itu!" Kalimat penuh senyuman dari Cakra. Benar-benar tidak dapat menerima ketidak adilan ini.
"Ja...jadi dia benar-benar anak pemilik perusahaan..." Bibir sang resepsionis bergetar. Anak yang ada dalam gendongan Cakra itu tiba-tiba tersenyum.
"Aku adalah putra mahkota. Mau mati budak?" Setidaknya itulah kalimat yang tersirat dari bahasa gerakan bibirnya.
Ketiga orang itu bahkan merasa kesulitan untuk bernapas. Anak ini benar-benar mengerikan.
*
Brak!
Pintu ruangan itu terbuka pada akhirnya. Jemari tangan anak itu mengepal, inilah tiket untuknya bertahan hidup. Ada kemungkinan sumsum tulang belakang ayahnya akan cocok untuk menjadi donor.
Jujur! Jujur saja, anak itu takut suatu hari nanti saat dirinya tertidur tidak akan dapat membuka mata lagi. Takut tidak ada yang dapat menjaga dan menjadi semangat untuk ibunya. Bagaimana jika dirinya pergi menghadap Tuhan? Hati ibunya yang serapuh itu tidak akan dapat menerima satu-satunya anggota keluarganya pergi. Menyusulnya? Seorang ibu yang mungkin akan menjatuhkan dirinya dari tebing saat upacara pemakaman putranya.
Senyuman masih menyungging di wajah pucatnya memakan biskuit. Apa jika makan akan dapat bertahan hidup? Dirinya akan makan, jika dapat memperpanjang hidupnya walaupun itu hanya satu detik. Hanya untuk ibunya.
Wajah angkuh pemuda itu terlihat. Pria dengan tatapan mata tajam, pebisnis yang selalu angkuh dalam setiap gerakannya.
"Tuan..." Cakra menunduk memberi hormat.
Tatapan mata Fabian beralih. Anak yang bersembunyi di belakang kaki Cakra menarik perhatiannya.
Zeyan mulai mengeluarkan aura manis tingkat tingginya. Berharap, penuh harap. Anak manis yang menggunakan sepatu bebek dan setelan piyama kelinci lengkap dengan topinya itu dapat menggoda pria picik tidak bertanggung jawab ini.
"Siapa anak ini!?" Satu pertanyaan yang keluar dari Fabian, suara yang benar-benar dingin, tidak terpesona sama sekali. Kantung mata menghitam akibat tidak tidur semalaman, mengatasi kebobolan data yang terjadi kemarin.
"Tidak terpesona! Mustahil!" batin Zeyan.
"Putra anda dari satu-satunya wanita yang tidur dengan anda. Tidakkah anda dapat mengingat dimana saja anda berinvestasi." Jawaban dari Cakra tetap bersikap profesional walaupun bagaikan ingin rasanya mengumpat.
Fabian mulai bangkit, berjalan mendekati mereka. Zeyan mengenyitkan keningnya sudah memasang kuda-kuda hendak menghadapi pria ini, singa yang harus dihadapinya. Pria tidak bertanggung jawab yang paling dibencinya. Haruskah mulut kecilnya berkata akan mengutuk ayahnya menjadi batu.
"Sudah aku duga! Kamu putraku!" Ucap pria itu dengan ekspresi yang berubah memeluk Zeyan erat. Benar-benar erat.
"Tuan, mungkin yang mengirimkan pesan kemarin adalah seseorang bernama Triton." Kalimat yang terucap dari mulut Cakra, dengan cepat Fabian mengangkat tubuh putranya.
"Triton? Pria itu lagi!? Lakukan tes DNA! Pastikan hasilnya keluar secepat mungkin. Aku ingin memastikan Triton tidak akan lagi pernah muncul." Wajah Fabian tersenyum, dengan begini anak ini dan wanita itu akan menjadi miliknya. Entah dendam apa yang dimilikinya pada pria bernama Triton. Tapi yang jelas dalam otaknya tertanam, Triton adalah kekasih dari wanita itu.
Zeyan mengenyitkan keningnya, mulai berfikir."Apa dia tidak waras?"
Yang diketahuinya Triton adalah pria tampan, dingin, pintar, detektif yang keren tingkat tinggi. Tertampan sejagat raya, tapi sayangnya mati muda akibat terkena puluhan luka tembak, dan satu tikaman pedang samurai. Fabian? Tidak mungkin pernah bertemu secara langsung dengan Triton. Tidak mungkin...
Anak yang serba tahu. Darimana anak ini tahu? Mungkinkah dia mencari di google?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Dewi Kania
🤣🤣🤣🤣
2023-12-08
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
Fabian enggak th aja kl Triton dah lama meninggal
2023-12-03
0
Ran Aulia
😂😂😂😂👍👍
2023-11-29
0