Saat hendak menekan tombol lift manakala ia telah tiba di apartemennya. Diandra merasa kaca di dekatnya tiba-tiba bergetar. Dan sialnya, lambat laun ia malah merasa tubuhnya ikut terguncang. Makin hebat dan membuat keseimbangannya kian goyah.
" Astaga. Gempa! Gempa!" ia reflek berteriak dan langsung kembali keluar gedung sebisa mungkin guna menyelamatkan diri.
Sadar jika ini mungkin adalah gempa bumi susulan yang sempat menggempur wilayah Filia, Diandra segera menambah kecepatan berlari dan keluar bersama para penghuni unit lain di apartemen itu. Tubuhnya kian gemetaran. Degup jantungnya pun tak beraturan. Tak menyangka jika gempa yang terjadi di wilayah sebelah yang kemarin getarannya tak begitu terasa, hari ini malah turut mengguncang Santara.
Kini di luar gedung telah banyak sekali orang-orang yang berhamburan dengan ketakutan yang sama. Terlihat begitu cemas dan panik. Dan beberapa saat kemudian, gempa berangsur-angsur berhenti. Sejurus kemudian, banyak sekali info-info mengenai gempa yang beredar dengan begitu cepatnya. Membuat beberapa orang makin gusar.
Ia buru-buru menelpon Anita namun sahabatnya itu tak menjawab. Ia tahu Anita masih marah kepadanya, tapi ia tentu saja benar-benar khawatir. Bagaimanapun juga, Anita adalah orang yang paling berjasa dalam hidupnya.
"CK, please jawab Nit!" ia bergumam resah. Takut kalau-kalau Anita yang kini masih berada dalam rumahsakit mengalami sesuatu.
Namun sejurus kemudian, di sela kekhawatirannya soal Anita, ia malah teringat dengan seseorang yang membuatnya lebih panik lagi.
...----------------...
Hari berganti. Semalam Dewa berserta teamnya langsung di berangkatkan menuju Filia setelah turut sempat merasakan gempa yang juga mengguncang Santara pada siang hari kemarin.
Filia merupakan sebuah daerah yang paling terdampak bencana gempa bumi di wilayah barat daya Albia. Keadaannya sungguh kacau balau. Namun menurut informasi yang di dapat, tak ada korban jiwa sejauh ini. Tapi di sisi lain, tak sedikit pula orang yang terluka parah akibat bencana ini.
Seperti yang selalu terjadi di tiap musibah juga bencana, para personel tentara yang sigap terlihat saling bahu-membahu mengevakusi korban luka-luka. Sebab tugas utama tentara ialah menjaga negara kesatuan serta melindungi warga negaranya. Satu dedikasi tinggi yang tentu saja lahir dari jiwa dan raga para prajurit sejati.
Tak hanya itu, di lokasi bencana terlihat juga beberapa team gabungan dari rescue, medis, pemadam kebakaran, kepolisian, badan penanggulangan kebencanaan, serta relawan. Mereka semua bekerja keras guna mengevakuasi para korban yang terjebak di reruntuhan.
" Iwan!" panggil Dewa kepada leadernya melalui handy talky.
" Siap kapten!" balas Iwan.
" Bagaimana?"
" Siap. Seluruh korban berhasil di evakuasi. Tujuh orang yang mengalami luka parah akan di rujuk ke rumah sakit Medica Care, sisanya masih dalam penghitungan. Semua korban sejauh ini selamat!" jawab Iwan dengan suara khasnya yang tegas.
" Bagus. Setelah ini tolong kamu tenda saya!"
" Siap laksanakan!"
Iwan seketika tertegun heran. Kenapa dia di panggil. Apakah ada sesuatu yang penting? Atau, dia telah melakukan kesalahpahaman? Tak mau semakin hanyut dalam rasa penasaran yang tak berujung, usai memastikan seluruh korban luka berat telah berangkat menuju rumahsakit, Iwan langsung berjalan menuju tenda Dewa.
" Salam kapten!" ucap Iwan sembari memberikan hormat kepada Dewa setibanya ia di tenda.
Dewa membalas penghormatan Iwan lalu mendudukkan tubuhnya dengan wajah meringis seperti menahan nyeri. Membuat sang leader mengerutkan kening.
" Aku mendapatkan sedikit masalah. Tolong kau obati ini sebentar!" kata Dewa sembari membuka seragamnya dengan wajah sebenarnya sedang mati-matian menahan nyeri.
Maka Iwan seketika shock demi melihat luka dalam yang di tunjukkan oleh sang kapten, dengan sebuah benda mirip serpihan kayu yang tertancap dalam di bagian dalam daging punggung Dewa yang berdarah.
" Astaga. Kapten ini..." pekik Iwan yang terlolong dan tak mampu melanjutkan ucapannya.
" Ssttt! Aku memanggilmu kemari agar hal ini tidak menjadi kekhawatiran bagi semua. Sudah, cepat kau obati!" sergah Dewa yang tahu bila Iwan pasti tengah terkejut.
Namun alih-alih menurut, Iwan yang tahu bila itu merupakan luka yang membutuhkan tindakan operasi tak mau ambil resiko. " Maaf kapten. Tapi, ini terlalu..."
Dewa langsung memutar tubuhnya lalu menatap Iwan yang wajahnya sudah sangat pucat. Terlihat sangat khawatir.
" Apa yang kau katakan? Cepat obati saja. Kau bisa menggunakan sarung tangan kan?" kata Dewa yang mulai kesal sebab Iwan malah menunjukkan reaksi berlebihan.
" Mohon izin. Saya harus membawa anda menuju rumah sakit!" seru Iwan sembari melesat pergi dan tak memperdulikan bila dia nanti akan mendapatkan hukuman.
" Iwan! Wan! Berhen..."
Tapi sia-sia sudah. Iwan keburu melesat pergi karena sangat khawatir. Dan tak berselang lama, terdengarlah deru mobil di depan tenda Dewa. Membuat pria beralis tebal itu menghela napas pasrah.
" Kenapa kau selalu seperti ini Wan?"
Niat hati tak ingin gembar-gembor soal lukanya, tapi kini Iwan malah melakukan yang sebaliknya. Membuat para anggota yang lain akhirnya tahu.
Iwan masuk dan melakukan gerakan hormat dengan wajah pias cenderung takut. " Mohon izin, silahkan kapten naik ke mobil. Kita akan segera berangkat menuju ke rumah sakit!"
Dewa menarik senyum tipis. Terlihat pasrah namun juga ingin tertawa. " Ini termasuk penolakan perintah Wan! Ingat !" kata Dewa yang tak percaya dengan Iwan yang sangat-sangat perduli kepada keadaannya.
" Siap salah! Tapi mohon untuk tetap masuk ke dalam mobil kapten!" jawab Iwan masih dengan posisi siaga. Membuat Dewa benar-benar ingin tertawa detik itu juga.
Dewa akhirnya menurut. Ia terlihat makin meringis menahan nyeri di punggungnya manakala masuk kedalam mobil. Bahkan tubuhnya mulai terasa nyeri- nyeri.
Usai memastikan sang kapten masuk, Iwan lantas bergegas menuju ruang kemudi dengan wajah tegang. Kini keduanya melesat menuju rumahsakit dengan rona wajah yang berbeda.
Iwan tegang sementara Dewa datar-datar saja.
.
.
Seperti biasa, Diandra bekerja sesuai dengan jadwal yang sudah ada. Semalam di group WhatsApp pegawai rumah sakit, ramai mengenai banyak korban gempa yang di rujuk ke rumah sakit Medica Care hingga pagi ini. Getaran di Santara memang tidak terlalu besar, tapi di Filia rupanya mampu membuat beberapa gedung ambruk dan membuat beberapa orang terluka.
Saat hendak berjalan menuju ruangannya, seorang pria berseragam tiba-tiba memanggil dirinya dengan intonasi keras.
" Dokter! Dokter!" pekik seseorang.
Diandra menoleh. Ternyata seroang pria berseragam militer yang memanggilnya. Pria yang sepertinya usianya jauh lebih banyak darinya.
" Ya?" balas Diandra terlolong.
" Tolong kapten kami. Dia terluka parah!" kata pria itu dengan raut yang sangat serius. Macam terkena situasi darurat.
Maka Diandra seketika panik. " Terluka parah? Mana dia?"
" Dia duduk di sana?" kata orang itu lagi menunjuk seorang pria berseragam yang duduk santai sembari sibuk menggulir ponsel.
" Hah? Kau bilang terluka parah, kenapa masih bisa bermain-main ponsel?" kesal Diandra sembari mendengus.
" CK, saya tidak bohong!"
Diandra lantas melihat nama dada seragam pria itu.
Iwan. K
"Ya sudah. Cepat bawa ke ruangan! Tapi sebelumnya, anda harus mengurus pendaftaran dulu!"
Pria itu langsung mengangguk setuju dan melesat menuju ke tempat sang kapten. Sementara Diandra memilih masuk ke ruangan sembari mempersiapkan peralatan. Beberapa saat kemudian, saat ia berbalik untuk memanggil pasien, ia malah dibuat kaget sebab seorang pria berseragam tentara lain telah berdiri tanpa bersuara dengan wajah datar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
M akhwan Firjatullah
ish kok jadi lucu sih Mak...kan harus nya tegang gimana gitu
2023-11-13
0
M akhwan Firjatullah
jadi inget song song cauple g sih y
2023-11-13
0
Ayuk Vila Desi
jadi inget film korea
2023-09-18
0