Gendis Pov
Aku tidak tahu apa yang meski aku lakukan kecuali menerima pernikahan ini. Aku juga tidak bisa berfikir tentang kehidupan yang akan aku lalui besok, apalagi tanpa Papa dan Mama. Aku seperti kehilangan pegangan meskipun Papa dan Mama selalu mengatakan ‘Apapun yang terjadi kamu harus perpegang pada Tuhan dan agamamu. Bagaimana nakalnya kamu, kamu tidak akan luput dari jangkauan-Nya.” Kalimat itu yang berulang kali aku dengar hingga rasanya sampai matipun aku tidak bisa melupakannya.
Tapi di saat aku kehilangan mereka,aku benar-benar tidak bisa memikirkan apapun, meski hanya untuk hari esok. Bagaimana aku bisa hidup tanpa Papa dan Mama padahal aku tidak pernah melalui semuanya sendiri. Selalu ada mereka untukku.
Aku kembali menatap wajahku di cermin. Melihat dandanan pengantin yang masih melekat sempurna di wajah dan tubuhku. Rasanya aku enggan untuk mempercayai semua jika aku sudah menikah. Menikahi lelaki yang tidak aku kenal dengan baik, lelaki yang tidak aku cintai sama sekali.
“Tuhan bantu aku menjalani hidupku dengan baik.” Hanya kalimat itu yang saat ini pantas aku ucapkan untuk senantiasa meminta pertolongan pada sang pencinta takdir. Setiap saat, aku hanya butuh menyadarkan diriku jika aku sendiri, tidak ada Papa dan Mama lagi.
Author pov
Gendis berkali kali menatap wajahnya di depan cermin. Dia sedang meyakinkan dirinya jika statusnya saat ini sudah berubah, tidak hanya statusnya bahkan kehidupannya sudah berubah seratus delapan puluh derajat.
Gadis yang sedari tadi menatap diri di depan cermin meja rias itu tidak menyadari jika suaminya sudah masuk ke dalam kamar dan sesekali memperhatikan dirinya sambil berganti pakaian.
“Ehm... ehm... “ deheman kecil dari Bram membuat Gendis menunduk untuk menyembunyikan setes air yang keluar dari kedua bola matanya. Lelaki itu akhirnya mengeluarkan suara hanya sekedar menyadarkan Gendis akan keberadaannya di dalam kamar yang sama.
“Mas tidak akan menuntut apapun dari kamu, Ndis.” ujar Bram kemudian berjalan mendekat pada istrinya. Bram tahu jika Gendis belum bisa menyesuaikan diri seperti dirnya yang masih belajar untuk bisa menerima status baru.
Bram memilih duduk di tepi ranjang yang ada di sebelah dimana Gendis duduk. Lelaki itu terus saja menatap lekat gadis yang masih terlihat cantik itu meskipun di mata Bram, Gendis masih saja gadis kecil yang nakal.
Bram menaikkan wajah yang sedari tadi menunduk dengan telunjuknya. Dia melihat mata indah itu masih berkaca-kaca. Bram tahu apa yang membuat istrinya tidak bisa menahan tangisnya.
“Sekarang Papa dan Mama memang tidak ada di dunia ini. Meskipun begitu, kamu sekarang sudah jadi istrinya Mas, jadi kamu tidak sendirian lagi. Kamu tanggung jawabnya Mas sekarang.” ujar Bram dengan menatap wajah yang hanya berjarak beberapa sentimeter dari wajahnya.
“Jadi kamu harus nurut sama Mas , nggak boleh nakal lagi!” lanjut Bram dengan tersenyum tipis . Iya wajah tampan itu memang hanya bisa menampilkan senyum yang terlihat samar. Tapi Gendis tidak menjawab.
“Kenapa?” tanya bram saat Gendis hanya memgerucutkan bibir. Lelaki yang kini berusaha mengalihkan kesedihan Gendis itu pun mengangkat sebelah alisnya, mencari alasan dari Gendis yang cemburut mendengat kalimat terakhirnya.
“Aku sudah dewasa, Mas, Gendis tidak akan menganggu Mas Bram lagi.” jawab Gendis. Dia berusaha mengatakan pada Bram jika dirinya sudah berubah, tidak seperti beberapa tahun yang lalu.
“ Kalau begitu senyum, dong! Seorang istri itu harus selalu menampilkan wajah yang bis menyenangkan suaminya.“ lanjut Bram yang spontan membuat Gendis tersenyum kecil. Iya, betapa senangnya Bram saat bisa membuat gadis di depannya tersenyum meski masih terlihat kaku.
“ Sebaiknya kamu cepat mandi dan bersihkan riasanmu dulu. Lalu cepat tidur untuk persiapan besok kita pulang ke rumah Ibu.”
“ Mas akan cari angin di luar sebentar.” lanjut Bram kemudian beranjak dari duduknya, lelaki yang sebenarnya masih menyimpan rasa yang mengganjal itu bermaksud untuk menikmati udara di luar ruangan rumah.
“ Mas nanti tidur dimana? Kita tidak itu... kan?” lirih gendis dengan merasa canggung. Dia terpaksa bertanya untuk memastikan apa yang akan dilakukan Bram di malam pengantin mereka. Sungguh saat ini dia belum siap sepenuhnya menjadi istri seorang Bramasta Dewangga.
“Kamu mau Mas buka segel sekarang?” goda Bram. Seketika Bram menghentikan kakinya yang akan melangkah, tubuh tagapnya kemudian mengarah pada Gendis hingga membuat gadis yang juga sudah berdiri itu menjauh dan memberi jarak.
Melihat reaksi Gendis, Bram hanya tersenyum saat melihat kecemasan dari wajah Gendis. Polos. Bram merasa Gendis terlalu polos dengan melontarkan pertanyaan seperti itu.
“ Makanya jangan suka berfikri kotor. Jika tidak ingin aku melakukannya maka tidurlah sebelum aku kembali masuk ke dalam kamar!” titah Bram kemudian keluar dari kamar Gendis. Jika berlama-lama membahas hal itu, Bram sendiri tidak tahu sampai mana dia bisa menahan diri sebagai seorang lelaki dewasa. Tapi seperti apa yang dikatakan pada Gendis dia tidak akan menuntut Gendis karena dirinya juga belum yakin dengan pernikahan ini.
##&
Fajar sudah mulai berangsur pagi. Bram sudah nampak segar setelah Salat Subuh. Lelaki itu memang sudah terbiasa mandi sebelum melakukan aktifitasnya. Sejenak, Bram gadis masih dengan pulas memeluk gulingnya.
“ Manis dan caantik”
“ Cocok dengan namanya Gendis Ayunda.” Mata sayu itu terus saja menatap lekat dengan kalimat yang tanpa dia sadari tergumam dari bibirnya.
Tak lama kemudian Bram mengusap wajahnya bersamaan dengan helaan nafas panjang. Dia mulai tersadar jika pesona Gendis sudah menyihirnya.
“ Ndis, bangun!” panggil Bram dengan menggoyang tubuh mungil itu berlahan hingga membuat Gendis mengerjapkan mata.
“ Salat Subuh, gih! Kemudian bantu Ibu di dapur. Jangan buat Ibu kecewa karena beliau sudah menganggapmu menantu idaman.”
“Satu –satu dong. Ini saja aku baru mengumpulkan nyawa.” sungut Gendis memotong kalimat Bram dengan wajah cemberut.
Gadis itu langsung beranjak bangun tanpa menunggu reaksi Bram. Gendis juga tidak ingin mengecewakan mertuanya yang terlihat begitu sangat menyayanginya.
“Jangan lupa mandi keramas.” ujar Bram menghentikan langkah Gendis yang hendak masuk ke dalam kamar mandi.
Gendis menoleh ke arah Bram yang sedang tersenyum simpul. Gadis itu menautkan kedua alisnya dan menatap penuh selidik, seolah menuntut penjelasan akan makna kalimat yang baru saja terlontar dari mulut suaminya.
“ Iya, ingat jika semalam malam pengantin kita.” jelas Bram membuat Gendis memutar bola mata malas dan kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Dia tak habis pikir jika pemikiran lelaki bergelar suaminya sampai sedetail itu untuk berbohong.
Bram terkekeh melihat reaksi Gendis. Lelaki itu kemudian membuka laptop untuk mempelajari sesuatu yang akan dia sampaikan pada kelasnya nanti setelah Gendis menghilang dari balik pintu kamar mandi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
🌈Pelangi
pertama
2023-08-07
0