Keputusan

Gendis terdiam di teras belakang dengan menatap kosong bunga yang tumbuh dengan subur. Bunga yang kini bermekaran itu menjadi kesibukan mamanya selama ini untuk mengisi waktu luangnya ketika selesai dengan urusan rumah.

Rahayu memang berperan banyak mengatur kondisi rumah karena mereka tidak mempunyai asisten rumah tangga yang tinggal di rumah mereka. Iya, ada satu orang tetangga kampung yang datang tiga kali dalam seminggu untuk membantu Rahayu membersihkan rumah yang tertata cukup nyaman untuk penghuninya.

“Jadi perempuan yang luwes ya, Nduk! Harus serba bisa.”

“ Kalau disuruh bantu Mama, itu jangan kabur saja karena besok kamu juga akan menjadi seperti Mama.” Rentetan kalimat yang sering Gendis dengar karena kebandelannya itu membuatnya gadis itu menghela nafas.

Gendis sangat fasih dalam mengingat bayang bayang mamanya yang sedang mengomel. Matanya mulai berkaca-kaca kala mengingat semuanya.

“Mama, Gendis kangen.” lirih Gendis ketika tersadar tidak ada lagi orang yang akan mengomelinya.

Gendis menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. Ini pertama kalinya dia duduk di luar rumah untuk mencari udara segar.

Tidak terasa sudah tujuh hari kepergian mama dan papanya, semalam adalah malam terakhir doa bersama yang dilakukan untuk kedua orang tuanya. 

“ Ehem-ehem ...” deheman Bram membuat Gendis menoleh. Lelaki bertubuh tinggi tegap itu terlihat meletakkan tubuhnya di sebelah Gendis dengan kursi yang sama. Kursi kayu berukur panjang yang sengaja diletakkan di teras untuk menikmati suasana taman yang terlihat segar.

“Jangan terlalu banyak melamun. Itu hanya akan membuatmu semakin merasa sedih.” lanjut Bram membuat Gendis bergeming. Ini pertama kalinya mereka berbicara dan duduk berdua. 

”Terlarut dalam sebuah lamunan tidak akan merubah takdir dan bahkan kamu akan tertinggal dalam menjalani hidup ini.” lanjut Bram dengan menoleh ke arah gadis yang hanya meliriknya saja.

Lirikan mata yang seolah memprotes jika semua tidak semudah yang dikatakan lelaki di sebelahnya itu.

“Jangan melihatku seperti itu!”  ucap Bram sambil tersenyum tipis, bahkan senyum itu hampir tidak terlihat. Wajah ganteng itu memang terlihat kaku hingga sosoknya terkesan cool sekali. 

“Mas Bram tidak pernah berada di posisiku sekarang.” protes Gendis seolah memberi tahu betapa beratnya cobaan yang saat ini sedang dia rasakan. 

“Setiap orang pasti pernah melalui fase seperti ini. Tapi, hidup tidak boleh berhenti sampai di sini.“ lanjut Bram dengan balik menatap tajam gadis yang kini menegakkan tubuhnya. 

“Kita akan segera menikah!” ucap Bram seketika membuat Gendis mengernyitkan kedua matanya. Rasanya gadis itu semakin tidak percaya dengan apa yang dikatakan lelaki yang kini juga menatap tajam dirinya. 

Tidak mudah bagi Bram menerima keputusan ini. Bahkan, dilema yang masih menenggelamkan rasa di hatinya itu pun tak kunjung pupus. Iya, setelah berbicara dengan keluarga semalam tanpa Gendis, Bram akhirnya menerima desakan Om Rendra dan ibunya.

“Jangan gila, Mas! Aku baru saja kehilangan kedua orang tuaku. Bahkan, tanah pemakaman mereka masih basah. Bagaimana aku bisa menikah dalam situasi yang seperti ini.” Akhirnya Gendis meninggikan suaranya. Dengan air mata yang terus mengalir, dia merasa tidak ada yang bisa mengerti keadaannya. 

Bram hanya terdiam saat menanggapi emosi gadis di depannya. Bagi Bram, sangat wajar disituasi yang seperti ini perasaan Gendis menjadi labil. Lelaki itu memang sedang belajar memahami karakter wanita yang cukup emosional seperti Gendis. 

“Mas tahu kamu nggak akan setuju begitu saja. Tapi, kami sudah membahasnya. Om Hastanto  memang menitipkanmu padaku sebelum kepergian beliau. Bahkan, beliau sudah mewasiatkan pada Om Rendra untuk menjadi wali nikahmu jika beliau sudah tidak sanggup lagi." jelas  Bram menceritakan apa yang semalam mereka bahas.

“Meskipun itu mungkin tidak serius diucapkan Om Hastanto. Tapi, menurut Om Rendra itu seperti isyarat.“ lanjut Bram yang sebenarya dia juga belum bisa menerima pernikahan ini. Tapi situasi menyeretnya untuk tidak bisa memilih. Bram pun seperti pasrah pada takdir yang akan dia jalani. 

Flash black

“Bagaimana Bram? Kapan kalian akan menikah?” tanya Om Rendra setelah tamu yang melakukan doa bersama itu sudah pulang. 

Bram nampak masih terdiam, setelah pengakuannya mencintai gadis lain. Dia tidak menyangka jika Rendra masih juga mendesaknya. Bahkan, desakan Om Rendra lebih memaksa dari pada permintaan Hastanto yang menginginkan dirinya menikah dengan putri semata wayangnya. 

“Bukan masalah apanya Bram, sebelum Mas Hastanto meninggal beliau mengatakan jika dirinya tidak sanggup menjadi wali nikah Gendis dan dirimu, maka Om yang akan menjadi wali nikah kalian.” 

“Om katakan itu seperti wasiat, Bram.” desak Rendra kala melihat Bram dalam kebimbangan. Lelaki itu seolah sedang memeprtimbangkan penuh apa yang akan dikatakannya. 

“Ibu kira menikah secepatnya lebih baik. Kasian Gendis, dia harus tinggal sendiri. Bukankah Pak hastanto sudah pernah menitipkan Gendis padamu, Bram?” lanjut Bu Harun yang membuat Bram tidak bisa mengelak lagi karena pada kenyataannya dia juga menjawab permintaan Hastanto dengan kata ‘iya’.

“Jika Bram keberatan, tidak masalah

jika Gendis tinggal bersama kami. Kami tidak akan membiarkan Gendis tinggal sendiri di rumah ini, karena itu sangat berbahaya untuk seorang gadis.” lanjut Halisa yang tidak mau kalah dalam mendesak lelaki di depannya. Bagi Halisa, Bram cukup bertanggung jawab untuk menjaga Gendis. 

“Tidak enak tinggal bersama keluarga lain, Bram. Meskipun itu keluarga omnya sendiri. Tante pernah merasakan itu.” lanjut Halisa membuat Rendra mengulurkan tangan menggenggam jari jari lembut istrinya. Lelaki yang awet keren itu sangat faham sejarah hidup istrinya yang penuh perjuangan. 

"Baiklah. Saya akan menikahi Gendis secepatnya tapi beri saya waktu untuk berbicara dengan Gendis berdua.” jawab Bram dengan pasrah jika selama tinggal di rumah Hastanto dia selalu memperhatikan gadis yang dijodohkan padanya, tapi sekali saja Bram belum pernah berbicara berdua dengannya.

Malam yang semakin larut akhirnya memeberi keputusan jika Bram akan menikah setelah tujuh hari kepergian sepasang suami istri itu.

Flash on

Gendis hanya menatap Bram dengan tatapan sayu. Dia tidak tahu apa lagi yang harus dia lakukan saat ini. Hidupnya seperti terpotong seketika setelah kepergian orang tuanya.

Pasrah. Dirinya seolah dituntut untuk pasrah dengan keadaan karena dia tidak lagi mampu untuk berfikir terlau jauh. 

“Mas mengerti posisimu. Kita jalani saja dulu!” lirih Bram, sambil mengusap sudut mata Gendis yang sudah mengembun. Bahkan, ini pertama kalinya Bram melihat detail pahatan wajah cantik Gendis meskipun masih terlihat pucat dan murung. 

“Mas hanya ingin bicara terbuka denganmu. Kamu juga berhak memutuskan jalan hidupmu juga, Ndis. Tinggal bersama Om Rendra atau memilih menikah sesuai dengan permintaan papamu agar Mas bisa menjagamu.” Bram memang sosok yang punya pemikiran terbuka. Wajahnya yang terlihat kaku dan sikapnya yang cuek sangat berbeda dengan cara berfikirnya yang open mind.

Itu lah sisi menariknya Bram bagi seorang wanita selain looknya yang cukup menarik dan tampan.

“Semua itu bukan pilihan, Mas. Ini seperti keadaan yang mau tidak mau aku jalani.” lirih Gendis, dia memang tidak bisa memilih diantara keduanya. 

“Mungkin ini jalan jodoh kalian, Nduk.” Suara itu membuat Bram dan Gendis menoleh, teryata Bu Harun sudah berdiri tidak jauh dari keberadaan mereka. 

Wanita itu melangkah dan memilih duduk bersama dengan Gendis dan Bram. Beliau akan terus saja meyakinkan dua pemuda itu terutama Gendis yang masih terlihat ragu.

Terpopuler

Comments

RSDP💖

RSDP💖

ayo mbak lanjutkan 💪😍

2023-08-07

1

lihat semua
Episodes
1 Gendis Kabur
2 Bertemu dengan Gendis
3 Gadis Kesayangan
4 Keputusan
5 Mengingatkan
6 Ikut Suami
7 Sosok Perempuan Lain
8 Perasa
9 Seruni
10 Belajar Masak
11 Ponsel Elite
12 Cuti Karena Lelah
13 Dapat Nafkah
14 Jepit Rambut
15 Pengakuan Salah
16 Om dan Cabe
17 Numpang
18 Masih Sebatas Rahasia
19 Dompet Tertinggal
20 Sedih Yang Tersimpan
21 Terbiasa
22 Bimbang
23 Liburan Gagal
24 Batas Waktu
25 Sebuah Pernikahan
26 Menyimpan Rasa
27 Khilaf
28 Kedatangan Seruni
29 Rasa Bersalah
30 Pagi Yang Ricuh
31 Gendis
32 Terombang Ambing
33 Ulang Tahun Ambar
34 Menginap
35 Perselisihan
36 Hampir Kelepasan
37 Makin Rumit
38 Pertemuan Gendis dan Seruni.
39 Belanja
40 Ambang Batas
41 Perasaan
42 Godaan
43 Keputusan
44 Terlihat Kecewa
45 Pusing
46 Sekali Saja
47 Gudeg, Semakin sering dipanasin semakin enak
48 Kesal
49 Seruni Kecewa
50 Tugas Menyebalkan
51 Lapis Legit VS Red Velved
52 Bukan Pilihan
53 Hadiah Pemilik Rumah Baru.
54 Kekhawatiran Bram
55 Pertama
56 Password
57 Ketagihan
58 Takdir Dan Cinta
59 Belajar Private
60 Gendis dan Ambar
61 Percaya Diri
62 Ujian
63 Motor Baru
64 Belut
65 Masa Depan
66 Terlambat
67 Drama Pagi
68 Ingin mengikat Gendis
69 Sakit Perut
70 Pertengkaran
71 Kedatangan Bocil
72 Tentang Rasa
73 Ibu Sakit
74 Minta Jatah
75 Ulang Tahun
76 Perlu Keyakinan
77 Kecelakaan
78 Undangan Ambar
79 Curiga
80 Gulaku
81 Oleh-oleh
82 Kue Coklat
83 Kepergok
84 Foto
85 Pulang
86 Mencari Gendis
87 Bertahan Hidup
88 Cerita Masa Lalu
89 Ketemu Gendis
90 Sensitif
91 Tersiksa
92 Usaha Bram
93 Berpisah
94 Balik Kanan
95 Menunggu
96 Berharap
97 Rumah Ternyaman
98 Pemikiran Simple Gendis
99 Ngidam
100 Simbol
101 Jalan Keluar
102 Ungkapn Rasa
103 Bertemu Gendis
104 Cinta Diambang Batas
105 Doa Terbaik
106 Sadar
107 Berakhir dengan Cinta
108 Extra Part
109 Tamat
Episodes

Updated 109 Episodes

1
Gendis Kabur
2
Bertemu dengan Gendis
3
Gadis Kesayangan
4
Keputusan
5
Mengingatkan
6
Ikut Suami
7
Sosok Perempuan Lain
8
Perasa
9
Seruni
10
Belajar Masak
11
Ponsel Elite
12
Cuti Karena Lelah
13
Dapat Nafkah
14
Jepit Rambut
15
Pengakuan Salah
16
Om dan Cabe
17
Numpang
18
Masih Sebatas Rahasia
19
Dompet Tertinggal
20
Sedih Yang Tersimpan
21
Terbiasa
22
Bimbang
23
Liburan Gagal
24
Batas Waktu
25
Sebuah Pernikahan
26
Menyimpan Rasa
27
Khilaf
28
Kedatangan Seruni
29
Rasa Bersalah
30
Pagi Yang Ricuh
31
Gendis
32
Terombang Ambing
33
Ulang Tahun Ambar
34
Menginap
35
Perselisihan
36
Hampir Kelepasan
37
Makin Rumit
38
Pertemuan Gendis dan Seruni.
39
Belanja
40
Ambang Batas
41
Perasaan
42
Godaan
43
Keputusan
44
Terlihat Kecewa
45
Pusing
46
Sekali Saja
47
Gudeg, Semakin sering dipanasin semakin enak
48
Kesal
49
Seruni Kecewa
50
Tugas Menyebalkan
51
Lapis Legit VS Red Velved
52
Bukan Pilihan
53
Hadiah Pemilik Rumah Baru.
54
Kekhawatiran Bram
55
Pertama
56
Password
57
Ketagihan
58
Takdir Dan Cinta
59
Belajar Private
60
Gendis dan Ambar
61
Percaya Diri
62
Ujian
63
Motor Baru
64
Belut
65
Masa Depan
66
Terlambat
67
Drama Pagi
68
Ingin mengikat Gendis
69
Sakit Perut
70
Pertengkaran
71
Kedatangan Bocil
72
Tentang Rasa
73
Ibu Sakit
74
Minta Jatah
75
Ulang Tahun
76
Perlu Keyakinan
77
Kecelakaan
78
Undangan Ambar
79
Curiga
80
Gulaku
81
Oleh-oleh
82
Kue Coklat
83
Kepergok
84
Foto
85
Pulang
86
Mencari Gendis
87
Bertahan Hidup
88
Cerita Masa Lalu
89
Ketemu Gendis
90
Sensitif
91
Tersiksa
92
Usaha Bram
93
Berpisah
94
Balik Kanan
95
Menunggu
96
Berharap
97
Rumah Ternyaman
98
Pemikiran Simple Gendis
99
Ngidam
100
Simbol
101
Jalan Keluar
102
Ungkapn Rasa
103
Bertemu Gendis
104
Cinta Diambang Batas
105
Doa Terbaik
106
Sadar
107
Berakhir dengan Cinta
108
Extra Part
109
Tamat

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!