Saat Milly tiba di rumahnya, ia mendapati Frangky yang sedang asyik bermain Gadget sembari menumpangkan kakinya di atas meja.
Tidak hanya itu, sampah makanan juga berceceran di sekitarnya.
Milly mendengus. Ingin sekali ia memarahi Frangky. Namun ia merasa semua itu tidak akan ada gunanya. Cowok tidak tahu diri itu pasti tidak akan mendengarkan ucapannya, dan mungkin balik marah-marah.
Akhirnya, Milly berlalu.
"Milly..," tiba-tiba Frangky memanggilnya.
Milly yang sudah menapaki tangga langsung berhenti. "Apaan?" tanyanya tanpa menoleh.
"Loe punya temen cewek yang jomblo nggak? kalau ada kenalin dong sama gue."
Milly tersenyum miris. Ia pun menatap Frangky sambil geleng-geleng kepala. Tatapannya seakan berkata 'Kok ada yah manusia kaya loe?'
"Ngapain loe lihatin gue kaya gitu?" tanya Frangky, heran.
Milly tak menjawab dan malah pergi menuju kamarnya.
Frangky geram seketika. "Cewek sialan! Lihat aja, suatu hari gue bakal ngasih pelajaran sama loe!"
**
Pukul 8 malam, Gengs sudah berkumpul di basecamp kesayangan mereka.
Berbicara tentang basecamp..
Awalnya tempat tersebut merupakan sebuah studio musik milik keluarga Megan. Namun karena studio itu sudah lama tidak dipakai, dan tidak ada seorangpun yang mau mengurusnya, akhirnya Megan meminta izin pada Sang Ayah untuk mengubah tempat tersebut menjadi sebuah basecamp tempat ia dan sahabat-sahabatnya berkumpul.
Dave mengambil kemasan keripik kentang yang ada di atas meja. "Kita mau nonton film apa?"
"Susah Sinyal." jawab Megan yang sedang menyiapkan infocus, dibantu Kenzo.
Bagaimana dengan yang lain?
Sheryl sedang chattingan dengan Leon, pacarnya.
Sementara Milly dan Nathan yang duduk berjauhan, hanya diam sambil memperhatikan Kenzo dan Megan.
Tak lama, film akhirnya diputar.
Kenzo, Dave, Sheryl, dan Nathan duduk di sofa.
Sementara Milly dan Megan duduk di atas lantai, beralaskan karpet.
Saat film baru setengah jalan, Megan tiba-tiba mendapat pesan dari nomor baru.
[Hai Megan :)]
Megan tidak tahu itu siapa, karena foto profil Whatsapp- nya juga bukan foto seseorang.
Akhirnya ia membalas. [Siapa Yah?]
[Ini gue Andra]
[Andra mana?]
[Andra anak kelas 11 IPS 3]
Setelah berfikir beberapa lama, Megan akhirnya tahu. Karena Andra merupakan siswa yang cukup populer di sekolah mereka.
[Oh iyah gue tahu, btw loe dapet nomor gue darimana?]
[Dari Milly]
Megan terkejut, dan langsung menatap Milly yang duduk di sampingnya. "Eh kampret, loe ngasih nomor gue sama si Andra?"
Milly mengangguk sambil fokus menatap layar.
"Kenapa loe gak izin dulu sama gue?" tanya Megan, sewot.
"Dia mintanya pake muka melas sih, jadi gue gak tega buat gak ngasih."
"Ya tapi kan--" belum selesai Megan berdebat, Andra tiba-tiba menelfonnya.
Mau tak mau Megan mengangkatnya, dan langsung pergi darisana.
Sementara itu, Sheryl juga mendapat telfon dari Leon. Ia pun mengikuti jejak Megan.
Tak cukup mereka berdua, lagi-lagi Dave juga mendapat pesan dari Maurice. Pesan yang membuatnya refleks bangkit dari duduknya.
Nathan heran. "Kenapa loe?"
"Kayanya gue harus pulang sekarang deh, gue duluan yah." Dave mengambil jaketnya, dan langsung pergi.
Seketika Milly tampak sedih dan khawatir. Ia bahkan tidak sempat bertanya pada Dave, apa yang terjadi.
Kini, tersisalah Kenzo, Nathan, dan Milly disana.
Kenzo menguap dan tampak menahan kantuk. Nathan yang melihatnya langsung berbaik hati. "Loe mau tiduran di sofa? Biar gue duduk dibawah."
"Gapapa emang?"
"Ya gapapa, silahkan." Nathan pun turun, dan duduk disamping Milly.
Gadis bersweater pink itu langsung menatapnya.
Nathan membalas tatapannya. "Apa lihat-lihat?"
"Ge-eR!"
Mereka berdua melanjutkan nonton setelah berdebat singkat.
Beberapa menit kemudian, Milly juga mulai terserang kantuk. Apalagi Megan dan Sheryl belum kembali, dan hanya tinggal Nathan yang masih terjaga.
Milly pun menyandarkan kepalanya ke sofa, sambil memejamkan mata.
Nathan tidak menyadari hal itu, karena ia sedang fokus menonton. Sesekali ia juga tertawa.
Tapi semuanya berubah, ketika Milly yang sudah tertidur pulas tiba-tiba tumbang, dan menjatuhkan kepalanya ke pundak Nathan.
Nathan membeku. Ia putar kepalanya ke samping.
"Heh, loe tidur?" Tanyanya memastikan.
Tidak ada jawaban.
Cowok berponi itu pun melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Milly. Rupanya tidak ada reaksi, yang itu artinya Milly benar-benar sudah terlelap.
Nathan menghela nafas. Ia mengambil jaketnya, dan langsung menyelimutkannya ke tubuh mungil Milly.
Setelah itu, ia pandang lekat wajah Gadis itu.
Dalam hati ia berkata, 'Loe tahu kenapa akhir-akhir ini gue sering bersikap jahat sama loe?' Memberanikan diri menyibak rambut Milly yang menutupi wajah cantiknya. 'Itu karena gue gak mau rasa ini tumbuh semakin kuat.
Karena cuma dengan cara itulah gue bisa ngelupain loe, dan ngebunuh rasa yang seharusnya nggak pernah ada.'
Nathan menelan ludah pahit.
Benar, ia memang menyukai Milly. Namun ia mawas diri dan merasa tidak seharusnya menyukai gadis itu.
Milly bak seorang puteri. Sedangkan dirinya? Bukanlah siapa-siapa.
"Nathan...," Panggil seseorang, tiba-tiba.
Nathan terbelalak dan langsung menatap orang itu.
Rupanya Sheryl, yang kemudian berjalan mendekatinya. "Kayanya gue sekarang faham, kenapa tiba-tiba loe sering jahatin Milly belakangan ini.." Gadis itu duduk di hadapan Nathan, "...loe suka sama Milly kan?"
Nathan terkejut mendengar pertanyaan Sheryl. Namun sebisa mungkin, ia terlihat tenang. "Lo.. loe ngomong apa sih? Jangan ngarang deh!"
"Udah deh loe jujur aja sama gue," desak Sheryl,
"...menurut pandangan gue, loe tuh suka sama Milly. Tapi entah karena apa, loe nggak mau nerima kenyataan itu, dan akhirnya loe jahatin Milly biar loe bisa ngebunuh perasaan loe buat dia, iya kan?"
Nathan merasa sudah tidak bisa mengelak, ketika Sheryl telah berhasil menebak dengan benar isi hatinya.
Akhirnya ia mengaku. "Loe bener."
"Terus kenapa loe nggak mau nerima kenyataan, kalo sebenernya loe suka sama Milly?"
"Itu karena--"
"Hayoo!! Kalian lagi ngapain?" tanya Megan yang baru kembali.
Nathan langsung memberi kode pada Sheryl untuk merahasiakan hal tersebut dari Megan. Sheryl mengangguk.
"Nggak, kami nggak lagi ngapa-ngapain." Jawab Nathan.
Saat melihat Kenzo dan Milly yang tidur, Megan speechles. Terlebih Milly yang terlelap di pundak Nathan.
"Ni bocah dua ngapain tidur? Terus si Dev juga, kemana tuh anak?"
"Dia ada urusan, jadi dia pulang duluan."
Sheryl bangkit dan mengambil tasnya. "Gue duluan yah, disuruh pulang sama Kakak."
Sepeninggal Sheryl, Megan menatap jam dinding yang tergantung di balik layar infocus. Rupanya sudah pukul 21.00 WIB.
"Loe mau lanjut nonton, apa pulang?" Tanyanya pada Nathan.
Nathan berfikir beberapa lama. "Gue pulang aja deh."
"Yaudah." Megan langsung membangunkan Milly dan Kenzo yang sudah pergi ke alam lain.
Nathan kemudian mendapat pesan dari Sheryl.
[Bsok pgi gw tnggu loe di belakang sekolah. Loe harus ceritain semuanya sama gue]
Nathan menghela nafas panjang. Sebelumnya Ia yakin, cepat atau lambat, akan ada seseorang yang menyadari perasaannya terhadap Milly. Dan semua itu terbukti. Sheryl telah mengetahui rahasianya.
Milly sendiri sudah bangun. Namun ia sama sekali tidak sadar, jika barusan ia tertidur dipundak Nathan.
Ia malah heran saat melihat sebuah jaket hitam yang menutupi tubuhnya. "Jaket siapa nih?"
Secepat kilat Nathan merebut jaketnya dari tangan Milly.
Milly bingung. "Itu jaket loe?"
"Bukan urusan loe!"
**
Saat Nathan tiba di rumahnya, ia melihat sebuah mini cooper berwarna putih yang terparkir di halaman.
Untuk memastikan siapa pemilik mobil tersebut, Nathan pun buru-buru masuk ke rumahnya.
Ternyata Maurice.
"Udahan nontonnya?" Tanya Dave saat melihat Nathan. Maurice sendiri langsung menyapanya. "Malam Nathan."
Nathan tersenyum tipis. Dan pada Dave, ia hanya mengangguk.
Sepeninggal Nathan, Maurice bertanya, "Kalian abis nobar?"
Dave tersenyum. "Iyah.. Bisa dibilang, itu adalah tradisi aku sama sahabat-sahabat aku.
Nonton film rame-rame.. Kebayang kan serunya?"
Maurice tersenyum dan mengangguk. "Kalau gitu kapan-kapan, aku bisa ikut nggak sama kalian?"
"Boleh dong, boleh banget."
Maurice langsung antusias.
-
Saat Nathan sedang belajar dikamarnya, Dave datang menghampirinya. "Tan...,"
"Hmm?"
"Ke depan dulu.. Bapak mau ngomong sesuatu sama kita."
Nathan langsung menatapnya. "Mau ngomongin apa?"
Dave mengangkat bahu dan langsung pergi. Nathan pun buru-buru mengekorinya.
Setelah keduanya duduk berdampingan, Pak Wirawan membuka suara, "Jadi begini, Bapak akan membahas tentang kalian yang akan kemping minggu depan."
Nathan menghela nafas lega. Ia pikir masalah apa.
"Sepertinya, Bapak hanya mampu membiayai salah seorang dari kalian. Dan tentang siapa yang akan ikut, itu semua terserah kalian."
Nathan langsung menyambar, "Dave aja yang ikut kek, Nathan gak papa kok."
Dave langsung menatap Nathan.
"Kamu yakin?" Pak Wirawan memastikan.
Nathan tersenyum dan mengangguk.
"Tapi kalaupun kamu sangat ingin ikut, masih ada jalan Tan. Kamu bisa menggunakan uang kiriman ibu--"
"Duh Kek, Nathan kayanya udah ngantuk deh." potong Nathan, sekaligus mengalihkan pembicaraan. Ia pun langsung bangkit. "Maaf ya kek, Nathan ke kamar dulu." Nathan buru-buru pergi.
Pak Wirawan mendesah berat. Sepertinya Nathan benar-benar tidak suka saat beliau menyinggung pasal ibunya.
Lalu apa alasan sebenarnya yang membuat Nathan begitu membenci wanita yang telah melahirkannya itu?
Dulu, Keluarga kecil Nathan bisa dibilang cukup berada. Ayah Nathan merupakan seorang Arsitek yang berpenghasilan besar. Sementara ibunya menjalani usaha katering kecil-kecilan.
Kehidupan keluarga merekapun cukup harmonis.
Namun semuanya berubah, saat Ayah Nathan divonis terkena penyakit kanker.
Seluruh harta keluarga merekapun habis terjual untuk biaya pengobatan beliau.
Dan disaat seperti itu, bukannya menemani sang Suami yang sedang mengalami masa-masa sulit, Mamah Nathan justeru pergi bersama pria lain.
Bahkan di akhir usianya, Ayah Nathan harus menerima kenyataan pahit, jika sang istri telah menggugat cerai dirinya.
Hal itulah yang membuat Nathan begitu membenci ibunya.
Namun, Tuhan selalu punya cara untuk membalas perbuatan hamba-Nya.
Setelah menikah dengan pria lain yang lebih muda darinya, kehidupan Mamah Nathan malah jadi seperti di neraka. Suami barunya itu hanya ingin memanfaatkan hartanya, sehingga akhirnya Mamah Nathan tidak memiliki apa-apa lagi.
Akhirnya, merekapun bercerai. Dan beberapa tahun kemudian, Mamah Nathan memutuskan untuk menjadi TKW di luar Negeri.
Meski begitu, Mamah Nathan tidak pernah melupakan puteranya.
Setiap bulan, Mamah Nathan rutin mengirim uang. Walau Nathan sendiri tidak pernah sekalipun menyentuhnya.
*****
Pagi-pagi, Kenzo pergi ke rumah Megan yang ada di sebelahnya, untuk menjemputnya.
Namun saat Kenzo tiba, ia melihat sebuah motor Tiger berwarna hijau yang terparkir di halaman rumah sahabatnya itu.
Kenzo bertanya-tanya. Motor siapakah gerangan?
Untuk memastikannya, Pemuda berparas cool itu buru-buru turun dari motornya, dan langsung nyelonong masuk ke rumah Megan.
Saat tiba di ruang depan, didapatinya seorang pemuda yang sedang duduk di sofa. Pemuda, yang juga mengenakan seragam putih abu, seperti dirinya.
Kenzo pun mendekatinya, "Siapa loe?" tanyanya, sengit.
Andra langsung bangkit dari duduknya. Ia memasang senyum tipis. "Hai.. Loe Kenzo, sahabatnya Megan kan?"
"Gue tanya loe siapa!"
"Oh iyah, kenalin. Gue Andra." Andra mengulurkan tangannya.
Kenzo menatap tangan Andra yang terulur, sebelum kemudian ia kembali bertanya. "Loe siapanya Megan? Dan loe tahu gue darimana?"
Mendengar pertanyaan Kenzo, Andra tersenyum. Ia menarik tangannya kembali. "Gue bukan siapa-siapa nya Megan. Tapi gue tahu banyak tentang dia."
Kenzo tersenyum sinis. "Seberapa banyak?"
"Mungkin gak sebanyak loe, tapi mulai sekarang, gue bakal lebih nyari tahu semua tentang Megan."
Entah kenapa ucapan Andra tersebut membuat Kenzo merasa sangat kesal. Mukanya memerah.
Rahangnya mengeras. Gerahamnya ia gigit sekuat mungkin.
"Zoe, loe udah dateng?" Megan muncul dari ruangan lain.
Kenzo langsung menatapnya. Namun ia tidak berkata apa-apa.
"Oiyah, loe pasti kenal Andra kan? Waktu kelas 10 dia pernah jadi trending topic karena berhasil ngejuarain olimpiade matematika tingkat nasional.
Kata orang-orang dia hebat banget." Puji Megan sambil tersenyum pada Andra.
"Duh, gak usah berlebihan Meg." Andra merendah.
Kenzo sendiri tidak tahu, dan tidak peduli. "Terus mau ngapain dia kesini?"
Andra langsung menjawab, "Ya kalau loe ngizinin, gue mau berangkat bareng sama Megan."
Kali ini Kenzo terdiam. Ia sadar, ia bukanlah siapa-siapanya Megan, dan sama sekali tidak punya hak untuk melarang. Tapi sungguh demi apapun, ia tidak rela jika harus melihat Megan pergi bersama Andra.
Megan meminta kepastian. "Gimana Zoe? Boleh kan?Lagian Andra udah jauh-jauh kesini cuma buat berangkat bareng sama gue."
Setelah bergelut melawan perasaannya, pada akhirnya Kenzo tersenyum dan menjawab. "Kenapa loe minta izin sama gue? Silahkan aja kalian berangkat bareng."
"Ya nggak, loe kan juga udah dateng ke rumah gue, jadi gue gak enak--"
"Gak apa-apa Meg, lagian rumah gue juga gak sejauh rumah dia. Gue duluan yah." Kenzo berbalik dan pergi meninggalkan mereka.
Sakit!
**
Saat Nathan tiba di depan kelas, Sheryl sudah menghadangnya di dekat pintu "Come on, follow me." ucap Gadis itu sambil menggerak-gerakan telunjuknya, dan berlalu.
Nathan menghela nafas. Meski sebenarnya malas, namun ia tetap mengikuti langkah kaki Sheryl.
Disaat yang sama, Andra dan Megan akhirnya sampai di sekolah.
Megan langsung turun dari motor Andra. "Makasih yah Ndra." Ucapnya seraya mengembalikan helm Andra.
Andra menerimanya. "Harusnya gue yang bilang makasih, karena loe udah mau berangkat sama gue."
Megan tersenyum setulus hati.
"Oiyah Meg, nanti tolong bilangin maaf sama Kenzo yah? Gue bener-bener gak enak sama dia."
"Iyah loe tenang aja, dia pasti mau maafin loe."
Tak lama kemudian, Milly juga datang dengan mengendarai kijang merahnya.
Saat melihat Andra dan Megan, Gadis itu langsung menghentikan mobilnya di dekat mereka. "Hai guys."
"Hai Mil." . "Tumben loe baru dateng." kata Andra dan Megan, bergantian.
"Iyah, tadi agak macet.
By the way, loe nggak berangkat sama Kenzo Meg?"
"Nggak, gue berangkat sama Andra hari ini."
Mendengar hal itu, Milly langsung menggoda keduanya. "Cie.. Kayanya ada yang lagi PDKT nih."
"Apaan sih loe? Udah sana parkirin mobil loe. Gue tunggu disini." kata Megan, berusaha menutupi rasa saltingnya.
Andra sendiri hanya tersenyum, sebelum akhirnya pamit pada kedua Gadis cantik itu.
Setelah Milly memarkirkan mobilnya, Keduanya pun berjalan bersama menuju kelas Milly terlebih dahulu.
"Kalian udah janjian buat berangkat sekolah bareng?" tanya Milly.
"Iyah. Semalem juga kita telfonan sampe berjam-jam." Jawab Megan yang hatinya berbunga-bunga.
"Cie.. Kayanya ada yang bakal segera mengakhiri masa lajangnya nih."
"Haha. Apaan sih loe."
"Gue yakin seratus persen kalo Andra suka sama loe."
"Iya deh terserah loe aja."
Setibanya di kelas, Milly heran saat tak melihat Sheryl. Padahal biasanya saat ia datang, si Barbie Hidup itu sudah duduk manis dibangkunya.
"Dia lagi ke toilet kali. Apa udah duluan ke kantin?" Terka Megan.
"Bisa jadi sih."
Setelah Milly menyimpan tasnya, mereka berdua melanjutkan langkah menuju kelas Megan yang letaknya lumayan jauh.
Sesampainya di kelas Megan, keduanya melihat seorang Gadis yang sedang menangis
tersedu-sedu. Sementara kedua temannya tampak berusaha menenangkannya.
"Viny udah dong jangan nangis lagi."
"Iyah Vin, loe harus bisa move on dari dia."
Megan yang tentu kenal dengan mereka, merasa penasaran dan langsung mendekati ketiganya. Dari belakang, Milly mengekori.
"Viny loe kenapa?"
Kedua teman Viny yang bernama Cindy dan Rachel langsung menatap Megan dengan sinis.
Viny yang semula menangis sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan, juga langsung menghentikan tangisnya dan menatap Megan.
"Loe kenapa?" tanya Megan sekali lagi.
Viny langsung bangkit. Ia pun pergi, sambil mendorong bahu Megan dengan kasar.
Rachel dan Cindy buru-buru mengikutinya.
Megan tidak habis fikir. Milly sendiri merasa tidak terima "WOY! NYANTAI!" teriaknya, "...Kenapa sih mereka?"
"Mana gue tahu.. Udah ah jangan dipikirin."
***
"Jadi sejak kapan loe suka sama Milly?" Sheryl mulai menginterogasi Nathan bak seorang Detektif.
"Gue gak tahu."
"Serius Nathan!"
"Ya gue emang gak tahu kapan persisnya.
Tapi... Gue mulai baper saat ..."
2 Minggu yang lalu...
Saat Nathan tiba di basecamp, ia melihat Milly yang sedang duduk sambil menangis pedih.
Nathan pun buru-buru mendekatinya. "Milly loe kenapa?"
Dengan berlinang airmata, Milly menatap Nathan. "Tan.."
"Loe kenapa nangis?" tanya Nathan seraya menghapus airmata Milly.
"Gue harus gimana?"
"Emang kenapa? Apa yang terjadi?"
"Papah gue...," Milly terisak, "... Papah gue mau nikah lagi."
Nathan terkejut sekaligus prihatin. "Loe serius?"
Milly mengangguk. Padahal sebelumnya, Sang Ayah telah berjanji untuk setia, walau Sang Mamah telah pergi untuk selamanya, "...Tapi semalem, Papah tiba-tiba ngasih tahu niatnya buat nikah lagi sama wanita lain," Milly menatap Nathan, "... Gue gak mau punya mamah tiri Tan."
Nathan menelan ludah pahit. Ia pun mencoba menghibur Milly dengan menepuk-nepuk pundaknya. "Loe yang sabar yah. Semoga aja papah loe berubah pikiran, dan inget janjinya sama loe."
Milly tidak berkata apapun. Tanpa diduga ia malah memeluk Nathan, dan menangis dalam dekapannya.
"Gue rasa sejak itu, gue suka sama Milly."
Sheryl manggut-manggut. Ia mengerti sepenuhnya. "Jadi karena Milly tiba-tiba meluk loe waktu itu, loe langsung baper?"
Nathan mengangguk dan tersenyum pahit. Lemah memang. Tapi ia tidak bisa menolak atas perasaan itu.
"Terus kenapa loe nggak mau nerima kenyataan kalau loe suka sama Milly?"
"Karena gue ngerasa gak pantes suka sama dia. Dia punya segalanya. Sedangkan gue? Gue gak punya apa-apa Ril, " Nathan menghela nafas berat, "...lagian, gue juga belajar dari pengalaman.
Dulu...,"
Saat Nathan masih kelas 8 SMP, Ia pernah mengirim surat pada kakak kelas yang ia sukai.
Kakak kelas yang terkenal cantik dan sangat tajir.
Tapi apa yang terjadi? Gadis itu menolak Nathan mentah-mentah. Bahkan tak hanya itu ,ia juga mempermalukan Nathan dengan sengaja membacakan isi suratnya, di depan anak-anak lain.
Membuat Nathan harus menanggung rasa malu yang tiada terkira.
"Dek, Kamu nggak pantes suka sama kakak.
Apa perlu kakak beliin kaca biar kamu tahu diri?"
Nathan tersenyum kecut mengenang semua itu. "Gue kapok Ril."
"Tapi kan Milly nggak mungkin kaya gitu Tan. Lagian, cinta juga gak mengenal kasta."
"Apapun itu, gue tetep gak bisa nerima perasaan ini.
Perasaan yang gak seharusnya ada.
Lagian gue takut, kalau misalnya suatu hari gue bener-bener nembak Milly, dan Milly nolak gue, hubungan persahabatan kita bakalan hancur."
"Sekarang pun hubungan kalian udah hancur Tan. Loe sendiri yang ngehancurinnya!"
Nathan terdiam mendengar perkataan Sheryl.
"Gini deh, Kalau loe emang gak mau mengakui perasaan loe, maka loe harus bisa kaya dulu lagi sama Milly. Gak ada jarak, gak ada kata musuhan, dan stop nyakitin hati dia... Loe bisa kan?"
Nathan masih bungkam. Sungguh tantangan yang berat. Karena ia rasa, semuanya tidak akan bisa seperti dulu lagi. Munculnya perasaan itu seakan telah mengubah segalanya.
"Gue ngerti, loe sering jahatin Milly karena loe pengen ngusir dia dari hati loe. Tapi gak gitu caranya Tan.
Loe tahu, betapa Milly sedih dengan perubahan sikap loe ini? Dan apa loe tega terus-terusan nyakitin dia?"
Perkataan Sheryl tersebut seolah menjadi tamparan keras bagi Nathan. Ia akui, ia memang egois..
Dengan seenaknya ia menyakiti Milly hanya untuk kepentingannya sendiri, tanpa memikirkan bagaimana perasaan Gadis itu.
Akhirnya ia meyakinkan diri, dan berkata. "Oke, Gue bakal memperlakukan Milly kaya dulu lagi."
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Sweet_Fobia (ᴗ_ ᴗ )
Author yang rajin ampuh dong, cepat update!
2023-07-30
0
Ryner
Habis-habisan
2023-07-30
0