Pukul 05.00 pagi, Nathan sudah membuka mata.
Ia pun bergegas mandi, kemudian tak lupa menunaikan ibadah shalat subuh.
Setelah itu, ia keluar rumah dan membantu Neneknya yang berjualan nasi uduk di halaman depan.
"Selamat pagi nenekku sayang." ucap Nathan seraya memeluk neneknya yang saat itu sedang melayani seorang pembeli.
"Eh, cucuk nenek udah bangun.. Ayo bantuin nenek."
"Siap bos! Apa yang harus Nathan kerjain?"
"Goreng bakwannya."
"Oke."
Begitulah Nathan. Meskipun kata-katanya seringkali membuat orang sakit hati, namun sebenarnya dia adalah pemuda yang baik.
Setiap hari, tanpa merasa gengsi, ia membantu Neneknya berjualan nasi uduk.
Nathan memang tidak tinggal dengan orangtuanya. Ayahnya meninggal saat Nathan masih berusia 10 tahun. Sedangkan ibunya menjadi TKW di luar negeri.
"Oiyah Nek, Kakek udah pergi ke ladang?" Tanya Nathan sambil membalikkan bakwan yang kini tengah berenang di genangan minyak panas.
"Iyah.. Kakek udah pergi pagi-pagi. "
Tiba-tiba, muncul seorang ibu-ibu yang merupakan pelanggan setia nenek Nathan. "Duh .. Nathan rajin banget."
Nathan tersenyum. "iyah dong bu.. Anak baik."
Nenek Nathan membenarkan. "Nathan memang baik, tidak seperti pamannya..
Oiyah, Paman kamu udah bangun belum?"
"Kayanya belum deh nek.. Dia kan kebo."
"Haha kamu ini.. Yaudah bangunin sana."
Nathan mengerti dan langsung masuk ke dalam rumah.
Sesampainya di sebuah kamar, Nathan mendapati pamannya yang masih terlelap sambil berpeluk mesra dengan guling buluknya.
"Huffh..." Cowok berponi itu berjalan mendekatinya. "Paman.. Oh Paman.. Bangunlah, udah siang." panggilnya ala Upin Ipin memanggil Atok.
Tidak ada respon.
Ia pun mengguncang kaki si paman. "Man! Paman! Bangun!" Nihil.
Nathan mendengus kesal. Sedetik kemudian, ia mendapat ide, dan tersenyum penuh makna.
Ia dekatkan bibirnya ke telinga si Paman yang entah tidur, entah mati. "Ashadu Alla .. Ilaha ilallah.. Wa ashadu anna--" belum selesai Nathan bersyahadat, si paman sudah terjaga dan langsung memukulinya dengan bantal.
"Kamvret! Kamvret! Loe pikir gue lagi sakaratul maut?" Sungut si Paman.
"Ya abisnya loe nggak bangun-bangun." Jawab Nathan tanpa dosa.
"Ya tapi gak gitu caranya kali! Loe nyumpahin gue mati yah?"
Nathan mengangkat bahunya. "Buruan mandi, kita berangkat sekolah pagi-pagi."
"Kenapa emang?"
"Gue piket hari ini."
"So rajin lu."
"Bodo!" Nathan berlalu dari kamar sang paman.
Pemuda yang usianya terpaut 6 bulan lebih tua dengan Nathan itu pun, menyingkap selimutnya dan meraih handuk yang tergantung di balik pintu kamarnya.
Tapi dasarnya kebo, bukannya buru-buru mandi, ia justru pergi ke ruang tamu dan tidur kembali di kursi panjang.
Disaat yang sama, Nathan masuk rumah dan melihat pemandangan itu. "DAVE WIRAWAN! MANDI!"
Tak hanya bersahabat, rupanya mereka berdua juga bersaudara. Dave merupakan adik bungsu Almarhum Ayah Nathan, yang merupakan putra sulung keluarga Wirawan.
Dan itu artinya, Nathan merupakan keponakan Dave.
**
Sementara itu, di sebuah rumah megah, terdapat satu keluarga yang sedang sarapan di ruang makan.
Semua hidangan yang tersaji di atas meja tampak begitu menggiurkan. Ada nasi goreng, salad buah, Roti Panggang, dan masih banyak lagi.
Namun semua itu tidak cukup membuat seorang Gadis merasa bahagia. Karena baginya, tidak ada yang lebih sesak daripada berkumpul bersama orang-orang yang ada di sekelilingnya saat ini.
"Pah.. Aku boleh minta uang 15 juta nggak?" Ucap seorang Pemuda yang duduk di seberangnya.
Gadis berpipi bulat itu sontak menatap tajam ke arahnya.
"Buat apa?" Pria berusia 45 tahun itu, bertanya.
"Aku mau beli handphone baru.. Yang lama udah ketinggalan zaman soalnya."
Wanita berpenampilan anggun yang duduk di sampingnya, langsung menyela. "Tapi kan handphone kamu masih bagus nak."
"Tapi udah ketinggalan jaman mah...," pemuda itu memohon, "..., boleh ya pah?"
Akhirnya, Pria paruh baya itu mengangguk pasrah. Daripada harus berdebat dengan anak yang dibawa istri barunya, lebih baik ia menurut. Toh baginya uang 15 juta bukanlah apa-apa.
"Milly kamu mau kemana?" Tanya Pria tersebut saat melihat Puteri kesayangannya bangkit, sambil menggendong tas sekolahnya.
"Berangkat." jawab Milly singkat. Ia tak ingin berlama-lama melihat wajah Franky. Pemuda yang sangat amat tidak tahu diri.
***
Setelah sarapan Nasi uduk, Dave dan Nathan langsung pamit pada Ibu Wirawan.
Keduanya bergantian mencium tangan Ibu, merangkap Nenek mereka.
"Bu.. Dave pergi dulu yah."
"Nathan juga nek."
"Iyah, hati-hati di jalan yah.. Jangan ngebut." Nasihat Ibu Wirawan sembari menatap Cucunya.
Nathan hormat sambil berseru. "Siap gerak! Oiyah nek.. Nasi pesenan temen-temen Nathan mana?"
"Udah nenek gantungin di motor kamu."
Nathan kemudian menaiki motor trail peninggalan Ayahnya, disusul Dave yang duduk di kursi belakang.
Setelah itu, ia langsung melesat meninggalkan pekarangan rumahnya menuju tempat mereka menimba ilmu, SMA NEGERI SETIA BUDI.
Sepanjang perjalanan keduanya saling diam. Nathan menatap ke depan dan fokus menyetir, sementara Dave memerhatikan pepohonan yang berdiri di sepanjang jalan sambil memikirkan sesuatu.
Setelah meyakinkan diri, akhirnya Dave membuka suara. "Tan.."
"Hmm?"
"Loe kenapa sih sama Milly?"
Nathan tak mengerti. "Kenapa apanya?"
"Ya bukan cuma gue, tapi anak-anak lain juga ngerasa, kalo belakangan ini sikap loe tuh jahat banget sama dia."
Nathan membeku. Segala sesuatu memang ada sebabnya. Ia akui itu.
Namun bukannya memilih berterus terang, ia justru menjawab. "Masa sih? Perasaan biasa aja."
"Loe benci yah sama Milly?"
"Apaan sih Dave? Jangan suudzon deh."
"Ya terus?"
Nathan malah mengalihkan pembicaraan. "Nggak papa.. Dave, ntar siang anter gue ziarah ke makam bokap yuk?"
Meski kesal dengan sikap Nathan, namun Dave tetap menuruti permintaannya. "Oke."
*****
Hanya butuh waktu 10 menit, mereka berdua akhirnya tiba di sekolah.
"Loe mau langsung ke kelas, apa ke kantin dulu?" tanya Dave setelah Nathan memarkirkan motornya.
"Ke kantin emang mau ngapain?"
"Ya gengs kan nungguin nasi uduk dari kita."
"Oh iya yah."
Tadinya Nathan ingin ke kantin. Tapi setelah teringat sesuatu, ia langsung berubah pikiran. "Loe duluan aja ke kantin, dan bawain nasi uduk pesenan mereka.
Gue mau piket kelas dulu soalnya."
Dave tersenyum meremehkan. "Tumben banget loe mau piket. Ada angin apa sih, sampai-sampai loe jadi sok rajin kaya gini? "
"Gue kan emang anak rajin, gak kaya loe.
Udah ah, gue pergi dulu.. Bye!" Nathan melangkah meninggalkan Dave yang mematung ditempatnya.
Setibanya di ruangan kelasnya, yakni kelas 11 IPS 3, Nathan mendapati Milly yang sedang menyapu lantai seorang diri.
Perlahan, Nathan mengingat kembali ucapan kasar yang ia lontarkan pada Milly kemarin.
"Duh! Kalau mau nonton film lain, mendingan di luar aja sono! Kasihan yang lain! Mereka jadi gak fokus nonton gara-gara loe !" Nathan menghela nafas berat. Entah kenapa dadanya terasa sesak.
Milly sendiri baru menyadari keberadaan Nathan di ruangan itu.
"Piket!" Serunya, ketus.
Lamunan Nathan ambyar seketika. Tak kalah ketus ia menjawab. "Tahu!"
Pemuda itu menaruh tasnya kemudian mengambil sapu yang berada di pojok kelas, dan langsung menyapu debu yang mengotori lantai.
"Loe nggak mau minta maaf sama gue?" tanya Milly di sela-sela menyapu.
"Minta maaf buat apa?"
"Buat kata-kata kejam yang loe ucapin kemaren! Sakitnya masih kerasa sampe sekarang loh."
Nathan membeku. Apa yang ia pikirkan sangat bertentangan dengan ucapannya. "Nggak."
Milly tersenyum sinis. "Loe emang kaya pohon pisang.. Punya jantung, tapi gak punya hati."
"Terserah!"
*
Di kantin, Dave tengah membagikan nasi uduk pesanan teman-temannya. Ketiga orang itupun menerimanya dan berterima kasih. Tak lupa mereka juga membayar nasi tersebut dengan harga lima ribu rupiah per bungkus.
"Dan tersisa satu bungkus lagi, buat si pipi Bakpau."
Kenzo tertawa mendengar nama panggilan Milly yang dibuat Dave. "Haha.. Ngomong-ngomong kemana dia? Oiyah, si Nathan juga kemana? Gak kelihatan tuh anak."
"Si Milly lagi piket kelas." jawab Sheryl, seraya membuka bungkusan nasinya. Tanpa menunggu lama ia pun langsung melahapnya.
"Oiyah? Si Nathan juga lagi piket.." kata Dave, sebelum kemudian meneguk botol air yang berada di genggamannya.
Megan tampak khawatir. "Semoga si Nathan nggak ngomong pedes lagi sama Milly," doanya.
"Sepedes apa?" Kenzo meliriknya.
"Sepedes muka loe!"
"Sialan loe!" ucap Kenzo, sewot. Megan nyengir.
"Kalian nggak makan?" tanya Sheryl dengan mulut yang dipenuhi makanan. Meski tubuhnya kecil, namun ternyata dia doyan makan.
"Gue nungguin si Milly.." jawab Megan sambil bersender ke kursi.
"Loe?" Dave menatap Kenzo.
Kenzo menunjuk Megan. "Gue nungguin dia.."
Sheryl dan Dave langsung menggodanya "Cie.. Cie.."
Apakah Megan baper? Tidak. Dia malah terlihat mual. Karena dirinya yakin, ucapan Kenzo tidak bermakna apa-apa.
Lagipula bukan hanya sebatas sahabat, Megan juga sudah menganggap Kenzo seperti Abangnya sendiri.
Satu lagi, Megan bukanlah tipikal cewek yang gampang baper hanya karena sikap ataupun ucapan manis seorang lelaki.
Beberapa lama kemudian, Nathan tiba di kantin, disusul Milly.
Nathan langsung duduk di dekat Sheryl.
Sementara Milly menolak duduk di satu-satunya kursi yang tersisa, karena letaknya berada di antara Nathan dan Dave.
Akhirnya ia mendekati Kenzo, yang duduk di tengah-tengah Dave dan Megan. "Zoe loe pindah kesana dong."
"Kenapa?"
"Males gue duduk deket dia." ucap Milly terang-terangan, tanpa memikirkan perasaan Nathan.
Ia tidak peduli. Karena bukankah pemuda itu pun kalau ngomong tidak pernah disaring dulu?
Mendengar ucapan Milly, keempat orang itupun langsung mengalihkan perhatiannya pada Nathan.
Penasaran, bagaimana reaksinya?
Dan tenyata...
Datar, bagai jalan tol. Bahkan ia terkesan tidak mendengar ucapan Milly, alias pura-pura budek.
Kenzo sendiri tidak mau ribet, dan akhirnya mengalah. Ia bangkit, dan duduk di sebelah Nathan yang saat itu tampak sibuk dengan handphonenya.
"Nasi pesenan gue mana?" tanya Milly pada Dave, sesaat setelah ia duduk.
Dave tersenyum dan langsung menyerahkannya.
"Makasih.." Milly menatap Kenzo dan Megan. "Makan yuk? Kalian belum makan karena nungguin gue kan?"
"Pede!" cetus Nathan tiba-tiba.
Milly langsung meliriknya pedas. "Gue gak ngomong sama loe yah."
"Gue juga gak ngomong sama loe."
"Etdah.. ni bocah dua ngapa yak?
Tiap kali ngumpul, selalu aja berantem," Megan heran. Melihat mereka berdua tak ubahnya menonton film Tom And Jerry. "Ngomong-ngomong.. bukannya loe udah sarapan ya Mil?"
Milly mengangguk sambil membuka bungkusan nasinya.
Megan tak habis fikir. Lalu jika Milly sudah sarapan, kenapa sekarang dia makan lagi?
"Jawabannya sederhana.. Karena gue masih laper.." jawab Milly dengan penuh keluguan.
Dave tersenyum geli. "Tapi anehnya, kok badannya nggak gede-gede yah?"
"Lemaknya kan nggak ke badan, tapi ke pipi..
Lihat aja tuh pipinya, udah segede baskom." kata Sheryl yang sudah selesai makan.
"Sialan loe.." ujar Milly sewot.
Mereka hanya tersenyum. Terkecuali Nathan.
Ia justru terus memperhatikan Milly diam-diam.
Tapi saat Milly memergokinya, pemuda itu langsung membuang muka, menatap ke arah lain.
Dari jauh, seseorang memperhatikan mereka dengan tatapan sinis.
***
Pelajaran pertama di kelas 11 IPS 3 hari itu adalah sosiologi. Sambil menunggu guru, Sheryl mengisi waktunya dengan berselfie ria. Sedangkan Milly yang duduk di sebelahnya, memilih menggambar dibukunya.
Tiba-tiba, Sheryl teringat sesuatu "Eh Mil.."
"Hmm?"
"Gimana si Frangky? Dia masih suka morotin bokap loe?"
Mendengar pertanyaan Sheryl, Milly langsung berhenti menggambar. Padahal saat ini ia sedang berusaha keras tidak mengingat hal itu. Namun mengapa Sheryl malah mengungkitnya?
Dengan berat, Milly pun mengangguk. "Bahkan tadi pagi, dia minta uang 15 juta sama bokap."
Mulut Sheryl ternganga. "Serius loe? uang 15 juta buat apa?"
Milly tersenyum miris. "Katanya buat beli handphone baru.. Karena punya dia udah ketinggalan jaman."
"Gila tuh cowok.. Dia pikir nyari duit gampang apa?
terus bokap loe ngasih?"
Milly mengangguk perih. Betapapun ia ingin melarang Sang Ayah, ia tahu semua itu tidak ada gunanya.
Sheryl ikut prihatin dan langsung merangkul Milly. "Sabar ya beb.."
Milly tersenyum kecut. Saat ia menoleh ke belakang, ia melihat Nathan yang sedang tiduran di atas meja.
Ia fikir Nathan sedang menguping. Karena biasanya, Nathan selalu seperti itu. Bahkan tak jarang ia juga ikut menimbrung obrolan mereka.
Milly jadi penasaran. "Ril.."
"Hmm?"
"Loe ngerasa nggak, kalo sikap Nathan sama gue belakangan ini bener-bener kejam?
Dia sering banget nyakitin gue dengan kata-katanya.."
Sheryl ikut menatap Nathan, sebelum kemudian ia menjawab. "Iya juga sih..
Kemaren aja omongan dia bener-bener pedes sama loe."
"Menurut loe kenapa dia kaya gitu?"
Sheryl mengangkat bahu. Dia juga tidak tahu.
***
Sementara itu, di ruang kelas 11 IPS 5, telihat Kenzo dan Dave yang duduk bersebelahan sambil bermain game. Saat itu para Guru memang sedang rapat. Sebab itulah tidak ada Guru yang mengajar di satu kelas pun.
"Dave.." Panggil Kenzo di sela-sela main game.
"Hem." Dave menyahut tanpa mengalihkan pandangan dari handphonenya.
"Kemaren kan, gue gak sengaja lihat W.A loe..
Dan di sana, gue lihat chatt-an loe sama cewek yang namanya Maurice.. Siapa dia?"
Dave tersenyum tipis. Bayangan gadis bernama lengkap Maurice Dewinta itu seakan melintas di benaknya. Dia tersenyum. Senyum yang sangat manis dan seakan mengandung candu.
"Temen." jawab Dave sambil mesem-mesem.
"Temen apa temen?" Goda Kenzo yang memang tidak percaya pada ucapan Dave.
"Mm.. Oke.. Jujur, gue emang suka sama dia." Dave akhirnya mengaku.
"Wih.. kalo gitu tembak dong."
"Nggak ah.."
"Kenapa?"
"Ntar dia mati."
Plak! Kenzo refleks memukul bahu lebar Dave. "Maksud gue nyatain perasaan loe kamvret!"
Dave nyengir. "Ntar aja.. Gue masih nyari waktu yang pas."
Kenzo manggut-manggut. "By the way, loe kenal dia darimana?"
"Dia itu temen SMP gue."
"Owh.."
"Tapi soal gue yang suka sama Maurice, loe jangan dulu cerita sama siapa-siapa yah?" Dave mewanti-wanti.
Kenzo tersenyum. "Tenang, rahasia loe aman sama gue."
"Sip.."
Megan yang duduk di depan mereka berbalik, dan langsung nimbrung. "Lagi pada ngomongin apaan sih? Kayanya seru banget."
"Kepo!" jawab keduanya kompak sambil menjulurkan lidah.
*
Pukul 12 Siang, bel istirahat kedua berbunyi. Kantin tidak seramai saat istirahat pertama. Hanya ada segelintir murid yang makan, atau hanya sekedar nongkrong, seperti ke-lima orang ini.
"Si Nathan kemana?" tanya Megan sambil mengipasi diri dengan kipas angin mini bergambar Hello kitty lucu, milik Sheryl. Maklum, pukul 12 siang, Jakarta sedang panas-panasnya.
"Entah, tiap istirahat kedua kan, dia selalu ngilang." jawab Sheryl seraya meneguk sekaleng minuman soda. Lalu ia menatap Dave. "Loe tahu gak dia kemana? Dia kan keponakan loe."
"Sayangnya meskipun Nathan keponakan gue, tapi gue gak tahu banyak tentang dia." jawab Dave, cuek.
"Mungkin gak sih, kalo dia bolos?" Megan berspekulasi.
Kenzo langsung menyemprotnya. "Jangan Suudzon! Dosa!"
"Gue bilang kan 'mungkin'! Gak denger yah?Mungkin! MUNGKIN!!" Megan berteriak di dekat telinga Kenzo.
Saat semua orang sibuk membicarakan Nathan, Milly hanya diam dengan pikirannya.
Sebenarnya ia tahu kemana Nathan pergi, dan apa yang dia lakukan setiap jam istirahat kedua. Namun ia memilih tutup mulut. Karena sejujurnya ia malas membicarakan Cowok Kampret itu. Iyah, dia memang masih sakit hati.
Selain itu, Milly juga sudah berjanji pada Nathan untuk tidak memberi tahu siapapun tentang hal itu.
Lalu, kemana Nathan pergi sebenarnya?
Rupanya ia pulang ke rumahnya.
Setelah menstandarkan motornya, Pemuda itu pun langsung menghampiri neneknya yang saat itu sedang mengangkat jemuran. "Nenek.."
"Eh, cucu nenek udah dateng."
Nathan tersenyum manis. "Mana makan siang kakek?"
"Sebentar, nenek ambilkan dulu."
Ternyata itulah alasan sebenarnya kenapa Nathan selalu pulang setiap jam istirahat ke-2.
Ia selalu mengantarkan makan siang untuk Kakeknya yang bekerja di ladang. Karena ia tidak tega jika harus melihat Sang Nenek yang mengantarkannya sendiri dengan berjalan kaki, mengingat jarak dari rumah ke ladang tidaklah dekat.
Sebenarnya, jika Ibu Wirawan mau, beliau bisa saja naik angkot untuk menuju ke ladang. Sayangnya beliau tidak mau, dengan alasan ingin menghemat ongkos.
*
Sesampainya di ladang, Nathan langsung menghentikan motornya. Dilihatnya Sang Kakek yang sedang duduk sambil mengipasi diri dengan topi kesayangannya.
Nathan tersenyum dan langsung menghampirinya, sambil menenteng rantang susun berisi makanan. "Kakek..."
Kakek Nathan menoleh. Senyumnya mengembang seketika. "Eh Si ganteng udah datang."
Nathan duduk disamping Sang Kakek, kemudian membuka penutup rantangnya. "Nih, Nathan bawain makan siang khusus buat kakek. Hari ini menunya spesial loh."
"Apa?"
"Ada tempe goreng, tahu goreng, sama sayur asem."
"Wah.. Semuanya makanan kesukaan kakek." Pak Wirawan tampak antusias.
Nathan tersenyum sambil memandang wajah kakeknya yang telah keriput. "Makanya, Kakek harus makan yang banyak. Biar kuat kerjanya."
"Iyah Nathan.. Kamu juga makan yah? Temenin kakek."
Nathan menolak halus. Ia mengaku masih kenyang.
Tak hanya sekedar mengantarkan makan siang, Nathan juga setia menunggu sang Kakek makan.
Sesekali mereka bercerita dan tertawa bersama.
Sungguh hubungan yang indah.
Hingga akhirnya, Sang Kakek selesai makan. Beliau pun langsung menyuruh Nathan kembali ke sekolahannya.
Namun lagi-lagi Nathan menolak, "Nathan masih pengen nemenin kakek."
"Kalau kamu telat masuk gimana?"
"Gampang, Nathan bisa ngebut biar cepet nyampe."
Plok! Nathan langsung mendapat gamparan di punggungnya, "Nih anak yah! Kaya punya nyawa cadangan aja. Kalau kamu jatuh gimana?"
Nathan malah tersenyum. "Ya daripada telat dan akhirnya dapet hukuman? Dan nanti kalo hukumannya disuruh ngedatengin orang tua, gimana? Kakek mau dateng?"
"Apa? Ih! Ih! Ih! Nih anak bisa aja yah ngejawabnya." omel Kakek Nathan seraya memukuli cucunya.
"Hahaha."
***
Bel masuk sudah berbunyi. Para siswa pun sudah masuk kelas dan duduk manis di bangku masing-masing. Namun Nathan sama sekali belum tampak batang hidungnya.
Sheryl jadi khawatir, "Si Nathan kok belom dateng yah?"
Milly hanya mengangkat bahu. Walau sejujurnya ia juga khawatir.
"Coba loe telfon."
"Males!"
"Loe masih marah sama..." ucapan Sheryl mendadak terhenti ketika melihat kedatangan Nathan. "Loe abis darimana si?" tanya Gadis berparas cantik itu, heran.
Nathan langsung duduk ditempatnya. "Gue abis dari planet Mars."
"Stress!"
Milly hanya diam. Bahkan untuk menoleh ke arah Nathan yang duduk di belakangnya pun, ia merasa segan.
Tak lama kemudian, Guru bahasa Indonesia merangkap wali kelas mereka datang, dan memberitahu informasi tentang perkemahan yang akan berlangsung hari senin depan.
"Dan tentang biaya, per siswa dikenakan uang sebesar seratus ribu rupiah."
"Loe mau ikut?" tanya Sheryl pada Milly.
Lawan bicaranya itu hanya mengangguk.
Sheryl lalu bertanya pada Nathan, "Loe mau ikut?"
"Males."
"Kenapa? Ini kan kemping terakhir kita."
"Gak punya duit."
"Dih, kalo gitu minta aja sama nyokap loe yang di Hongkong."
"Gak sudi!"
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Thảo thân thiện thông thái
Sumpah baper! 😭
2023-07-30
0
Otra Mas Aqui
Yang bikin author sebisanya aja ya, pengen lanjutin ceritanya.
2023-07-30
0