"Oh My God! Headset gue ketinggalan di kolong meja!" Seru Sheryl saat ia sedang berjalan bersama Milly dan Nathan menuju tempat parkir. Ia pun menyuruh mereka berdua pergi duluan, sementara dirinya kembali ke kelas.
Mau tak mau, Milly dan Nathan menurut.
Sepanjang perjalanan, keduanya seperti orang bisu. Tidak ada yang mau memulai pembicaraan, bahkan suasana pun begitu terasa canggung.
Nathan terus berjalan dengan tatapan lurus.
Sementara Milly sesekali melirik Nathan yang berjalan di sampingnya.
Hingga akhirnya, mereka sampai di tempat parkir.
Namun tentu saja keduanya tidak langsung pergi.
Nathan duduk di atas motornya, menunggu Dave. Sementara Milly berdiri di dekat pintu mobilnya, menunggu Sheryl.
Sebenarnya ingin sekali Milly memulai pembicaraan. Namun saat teringat akan ucapan-ucapan menyakitkan yang dilontarkan Nathan, rasa sakit kembali menyeruak di dadanya.
Akhirnya Milly tetap menutup mulutnya rapat-rapat.
Tak lama kemudian, Sheryl akhirnya datang.
"Si Dave belum keluar?" tanyanya. Nathan hanya mengangguk.
Milly sendiri langsung menyuruh Sheryl untuk segera masuk ke mobilnya. Sheryl mengerti. Ia pun pamit pada Nathan.
Sebelum Milly pergi, Nathan sempat melihat Milly yang menatap sekilas ke arahnya.
Menyadari hal itu, Nathan menghela nafas panjang..
Fikirannya pun menerawang, mengingat kenangannya bersama Milly beberapa waktu lalu..
Saat itu, keduanya duduk berdampingan di sofa basecamp.
"Jadi loe nggak bisa dateng?" tanya Milly pada Sheryl, lewat telfon.
'Iyah, gue tiba-tiba dijemput sama Leon. Dia ngajakin gue jalan. Sory yah'.
Milly terlihat kecewa. Meski begitu, ia berkata, "Yaudah gapapa."
Setelah menutup telfonnya, Milly langsung menatap Nathan yang duduk di sampingnya. "si Sheryl juga nggak bisa dateng."
Nathan menghela nafas panjang. Sok sibuk sekali teman-temannya itu.
Megan dan Kenzo beralasan ada acara keluarga. Dave katanya ada janji dengan temannya yang lain. Dan sekarang, lagi-lagi Sheryl juga tidak bisa datang karena pacarnya.
"Terus gimana dong? Gue kan pengen banget nonton Dilan." Kata Milly dengan wajah memelas.
Nathan tersenyum manis. "Tenang, kan masih ada gue."
Milly antusias. "Serius? Loe mau nemenin gue nonton Dilan?"
Nathan tersenyum dan mengangguk.
Merekapun langsung memasang infocusnya.
"Milea cantik yah, kaya gue." kata Milly, PeDe.
"Iyah.. Bahkan loe lebih cantik dari Milea." Nathan terdengar tulus.
Milly tersipu. "Serius?"
Nathan tersenyum menyebalkan. "Tapi bo'ong."
Milly langsung memukulnya. "Ih! Nyebelin!"
"Haha.. Loe mah bukan Milea, tapi Milo."
"Kalo gitu loe Santan."
"Milo, huuu.."
"wuuu.. Santan."
Rupanya mereka pernah sedekat itu..
"WAYOOO!!" Kenzo datang mengagetkan Nathan.
Nathan terlonjak. Ia sewot. "Loe ngagetin aja ish!"
"Lagian loe, siang-siang ngelamun." seloroh Megan.
"Emang ada undang-undang yang ngelarang kita ngelamun siang hari? Nggak ada kan? Yaudah."
"Terserah!"
Nathan pun menyuruh Dave untuk segera naik ke motornya.
Saat motor trail berwarna hijau itu keluar dari gerbang sekolah, tiba-tiba Dave mendengar suara seseorang yang memanggil namanya dengan keras.
Sontak ia meminta Nathan menghentikan laju motornya.
"Ada apaan?" Tanya Nathan heran.
"Perasaan gue denger seseorang manggil nama gue deh."
"Siapa?"
"DEVV!" Suara itu terdengar lagi.
"Tuh, bener kan?" Dave langsung membalikkan badan.
Ternyata Maurice. Gadis yang dibicarakan Dave dan Kenzo tadi pagi. Dave pun segera turun dari motor Nathan. Sementara Gadis itu berlari menghampiri Dave dan meninggalkan mini coopernya.
"Hai."
Dave tersenyum kikuk. "Hai.. Ada apa kamu kesini?"
Maurice tersenyum, menunjukkan giginya yang berkawat. "Aku mau nganterin kamu pulang." Ia menatap Nathan, dan menyapanya. "Hai Tan.."
Nathan hanya tersenyum tipis. Tentu saja ia juga mengenal Maurice, bahkan mempunyai sejarah dengannya.
"Yuk, pulang bareng sama aku." Ajak Maurice.
Dave tentu sangat bersedia. Namun ia sudah terlanjur berjanji pada Nathan untuk menemaninya ziarah ke makam Ayahnya.
Nathan sendiri menyadari kebimbangan Dave, dan berbaik hati. "Udah gak apa apa, kita bisa pergi lain kali."
"Beneran?" Dave merasa tidak enak.
"Eh, emang kalian udah punya janji yah?" tanya Maurice.
Nathan langsung berbohong. "Nggak kok, silahkan loe bawa dia."
Akhirnya Dave pamit, setelah sebelumnya meminta maaf. Nathan pun menatap kepergian mereka, kemudian menghela nafas panjang.
***
Langit sudah gelap. Sepotong bulan menggantung indah di angkasa, ditemani ribuan bintang yang bertabur di sekelilingnya.
Setelah merenung beberapa lama di teras rumahnya, Dave bangkit dan memutuskan menemui Ibunya.
Sesampainya di kamar Bu Wirawan, Cowok itu mendapati ibunya yang tengah menyimpan pakaian ke dalam lemari.
"Bu.."
Wanita yang hampir berusia 60 tahun itu menoleh. "iyah?"
Dave pun duduk di dekatnya. "Minggu depan ada kemping, dan per siswa dikenakan biaya seratus ribu.
Dave bisa ikut kan?" Tanyanya dengan nada memohon.
Sesaat sang Ibu terdiam dan tampak berfikir. Baginya, seratus ribu bukanlah uang yang sedikit.
Apalagi jika Dave ikut, Nathan juga pasti harus ikut.
Belum lagi uang jajannya.
Akhirnya beliau berkata, "Ngomong sama bapak gih, Ibu nggak bisa memastikan. Soalnya ibu nggak punya uang. Apalagi kalau kamu ikut, Nathan pasti harus ikut juga."
Mendengar ucapan ibunya, Dave terdiam dan menunduk.
Sang Ibu menyadari hal itu. "Kenapa? Kamu nggak berani ngomong sama bapak?" Tanya beliau.
Hubungan Dave dan Ayahnya memang sudah tidak baik sejak 5 tahun terakhir.
Dan pertanyaan itu dijawab Dave dengan anggukan kepala.
"Yaudah, biar nanti ibu yang ngomong sama bapak."
Dave mengerti dan langsung permisi pada ibunya.
Lalu ia mendatangi Nathan di kamarnya, dan meminjam kunci motornya.
Saat ia sudah hampir pergi, ia teringat sesuatu.
"Tan loe mau ikut kemping?"
Nathan yang sedang membaca buku sambil tengkurap, hanya menggeleng.
"Kenapa?"
"Gapapa."
Ketika Dave hendak keluar rumah, ia berpapasan dengan sang Ayah yang baru kembali dari warung.
Mereka sempat bertatapan beberapa lama, sebelum akhirnya Sang Ayah berlalu melewati Dave tanpa berkata sedikitpun.
**
Dave mengendarai motor Nathan dengan kecepatan standar. Dari sorot matanya terlihat jelas bahwa ia sedang banyak pikiran. Sesekali ia menutup mata, dan menarik nafas dalam-dalam.
5 menit kemudian, ia akhirnya tiba di sebuah taman.
Mendekati sebuah bangku, dan duduk disana.
Tak lama, seseorang tiba-tiba mendekatinya.
"Dev!"
Dave yang sedang melamun langsung terperanjat. Ia pun menoleh. "Eh Milly.."
Milly duduk disampingnya. "Loe lagi ngapain disini?"
Dave tersenyum. "Gue lagi nyari udara seger."
"Owh.."
Tiba-tiba tanpa diduga, Dave menyandarkan kepalanya di pundak Milly.
Membuat Milly serasa disengat listrik, dan jantungnya berdebar seketika.
"Mil.."
"I.. Iyah?"
"Gue boleh curhat nggak sama loe?"
"B.. Boleh." jawab Milly, gugup.
"Gimana caranya biar gue bisa deket lagi sama bokap gue?"
"Emang kalian nggak deket?"
Dave mengangguk dengan tatapan lurus.
"Kenapa bisa?" Milly penasaran.
Dave menarik kepalanya dari pundak Milly. "Loe nggak tahu? Perasaan gue pernah cerita."
Milly menggeleng. Akhirnya, Dave pun menceritakan semuanya..
Berawal saat Dave masih kelas 7 SMP. Ketika itu, dirinya terlibat tawuran dengan anak SMP lain.
Dan karena insiden tersebut, Ayah Dave langsung dipanggil ke sekolah.
Dave pun di skors selama 2 minggu.
"Waktu tahu gue ikutan tawuran, bokap marah besar.
Bahkan gue sampai dikurung di toilet seharian, dan gak dikasih makan sama sekali.
Dari situlah gue mulai benci sama bokap gue, dan mutusin buat gak ngomong lagi sama beliau," Dave mengatur nafasnya sesaat, "Tadinya gue pikir, bokap gue nggak bakal balik ngediemin gue, tapi ternyata gue salah.
Bahkan sampai detik ini, kami belum pernah bertegur sapa lagi sejak peristiwa itu."
Milly prihatin sekaligus tak menyangka mendengarnya, "Berarti, meskipun kalian tinggal serumah, tapi kalian nggak pernah ngobrol?"
Dave tersenyum kecut. "Boro-boro ngobrol, nyapa aja gak pernah," ia menengadah, menatap langit malam yang gelap, segelap hatinya. "Kadang gue iri sama Nathan, karena dia deket banget sama bokap gue..
Padahal dia cuma cucunya, sedangkan gue anaknya."
Milly menghela nafas panjang, dan tampak berfikir. Sedetik kemudian, ia mendapat ide. "Dev.. Gimana kalau loe ngelakuin ini?"
***
"BU, BAPAK BERANGKAT DULU YA!" Teriak Pak Wirawan pada Istrinya yang sedang berada di kamar mandi.
"Iyah Pak, hati-hati. " sahut Sang Istri.
Baru saja Pak Wirawan hendak mengambil langkah, tiba-tiba terdengar sebuah suara.
"B.. Bapak.."
Pak Wirawan menoleh. Dilihatnya Dave yang sedang berdiri di ambang pintu dapur sambil menenteng rantang makanan.
Dengan takut-takut, Putera bungsunya itu kemudian berjalan mendekatinya. "Ini.. Dave buatin makanan buat bapak."
Pak Wirawan tidak langsung menerimanya, dan justru menatap Dave dengan pandangan dingin.
"Bapak tenang aja, makanan ini nggak Dave kasih sianida kok." Dave mencoba melucu, agar suasana diantara mereka tidak terlalu canggung.
Namun, apakah usaha Dave membuat Ayahnya tersenyum, berhasil? Tidak. Wajah yang penuh wibawa itu masih tetap dingin tanpa eksrpesi.
Tapi sekian detik kemudian, beliau langsung mengambil rantang makanan itu dari tangan Dave, kemudian berlalu.
Dave menunduk dan menghela nafas panjang.
Sepertinya usahanya mencairkan hati Sang Ayah belum berhasil. Atau memang sampai detik ini, beliau belum mampu memaafkan kesalahannya?
Wallahu alam.
"Dev.." tiba-tiba Pak Wirawan memanggilnya.
Dave terkejut dan sontak menatap Ayahnya. "Iya Pak?"
Tanpa diduga, Lelaki tua itu tersenyum manis. "Terimakasih."
Dave tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca.
Ia bahagia. Melebihi apapun. "Sama-sama Pak."
****
"Apa? Loe gak bakal ikut kemping?" tanya Kenzo, seakan mendapat berita heboh.
Nathan mengangguk santai, sambil meneguk minuman kaleng yang ia peroleh dari mesin minuman.
Sheryl pun berusaha membujuk Nathan. "Tan.. Kalau masalah biaya, Inshaa Allah gue bisa bantu, yang penting loe ikut yah?"
"Nggak Ril, gue gak mau." Nathan tetap bersikeras.
"Kenapa nggak mau?" Megan ikut-ikutan. "Ini kan kemping terakhir kita. Karena kelas tiga nanti, kita udah pensiun."
"Bodo amat. Intinya gue gak mau."
"Huuuufff." Dave menghela nafas dalam-dalam. Ia juga sangat berharap Nathan ikut. Namun jika keponakannya itu tetap tidak mau, ia bisa apa?
Berbeda dengan mereka yang berusaha membujuk Nathan agar ia mau ikut, Milly sendiri hanya diam membisu.
Tiba-tiba datang seorang pemuda beserta kedua temannya, dan langsung ikut nimbrung pembicaraan mereka. "Ya iyalah dia nggak ikut, Keluarganya kan misqueen. Mereka mana punya uang buat bayar kemping." ucap Sandy. Pemuda yang sangat membenci Nathan dari dulu.
Saat mereka masih SMP, Sandy pernah menyukai seorang Gadis. Tapi Gadis itu menolak Sandy, dengan alasan sudah memilikki seseorang yang dia suka, yang tak lain adalah Nathan.
Sejak itulah Sandy begitu membenci Nathan.
Karena pada dasarnya, Sandy iri padanya.
BRAAK!!
Kenzo memukul meja yang ada dihadapannya dengan penuh emosi. Ia pun bangkit, dan berdiri di hadapan pemuda berambut pirang itu. "Ngomong apa loe barusan?"
"Kenapa? Loe gak terima? Gue ngomong apa adanya."
Tangan Kenzo mulai mengepal. Nathan sendiri hanya bisa diam sambil menahan diri agar amarahnya tidak terpancing.
Sementara Megan, Milly, Sheryl, dan Dave menatap Sandy dengan murka.
"Lagian kok loe mau-maunya sih temenan sama cowok kere kaya mereka (baca:Dave dan Nathan)?Kalian gak selevel Man!"
Kenzo tidak tahan lagi. Ia pun sudah hampir memukul Sandy, jika saja Dave tidak menahannya. "Zo, Zo, udah.. Jangan buang waktu loe cuma buat cowok Najis kaya dia."
"TAPI DIA UDAH NGERENDAHIN LOE SAMA NATHAN, DEV!" Teriak Kenzo. Emosinya meluap tak terbendung.
Sandy dan kedua temannya tersenyum sinis,
"Iya gue ngerti, tapi gue gak pengen loe dapet masalah kalau misalkan loe mukul dia nantinya." Jelas Dave sambil melepaskan tangan Kenzo yang semula ia tahan.
Nathan akhirnya ikut bangkit. Ia menepuk pundak Kenzo dan berkata, "Dev bener Zo.. Jangan ngotorin tangan loe cuma buat cowok bajingan kaya Sandy."
Kenzo memejamkan mata, dan mencoba meredam emosinya. Jujur, ia paling tidak tahan saat ada seseorang yang menjelekkan sahabat-sahabatnya.
Ia pun menatap Sandy "Pergi, sebelum gue bener-bener mukul loe."
"Siapa sih tu cowok? Gue tendang 'anu' nya baru tahu rasa dia." celetuk Megan, setelah cowok laknat itu berlalu.
Suasana yang sempat tegang pun, akhirnya cair kembali. Mereka semua tertawa. Termasuk Kenzo yang emosinya mulai mereda.
Sheryl ikut-ikutan. "Kalian bertiga tenang aja. Kalau nanti dia nyari masalah lagi, kita para cewek yang bakal ngadepin," Sheryl menatap Milly, "Iya gak?"
"Betul! Kita bakal ngeluarin jurus bebek nungging buat ngalahin dia. Ciaattt!!" Milly mempraktekkan jurus bebek nunggingnya.
Kenzo dan Dave ngakak dibuatnya. Sementara Nathan membuang muka, dan diam-diam tersenyum manis.
**
Sambil menunggu kedatangan guru yang mengajar saat itu, Sheryl berbincang dengan Nathan. "Cowok tadi siapa sih? Loe kenal sama dia?"
"Sandy. Dia temen SMP gue."
"Owh.. Loe punya masalah sama dia?"
Nathan tersenyum tipis. "Ril, Gue gak pernah nyari masalah sama siapapun. Orang lain aja yang nyari masalah sama gue."
Sheryl manggut-manggut. Ia percaya, Nathan orang baik.
Milly sendiri baru kembali dari toilet. Namun baru saja ia duduk di bangkunya, tiba-tiba Ketua Kelasnya yang bernama Andra mendekatinya, dan mengajak Milly keluar untuk membicarakan sesuatu.
Sheryl heran. "Ada perlu apa Andra sama Milly?"
Dengan ekspresi datar, Nathan mengangkat bahunya.
Sementara itu, di kelas lain...
"Oh.. Jadi si brengsek itu benci sama si Nathan gara-gara itu?" Tanya Kenzo, setelah Dave menceritakan masalah Sandy dan Nathan.
Dave membenarkan. Kenzo tersenyum meremehkan.
"Ya iyalah cewek itu nolak Sandy dan lebih milih suka sama Nathan. Mereka berdua kan jauh banget kaya langit dan bumi.
Si Nathan ganteng, lah dia? Sama Pak Jono juga gantengan Pak Jono." Seloroh Megan.
Dave tersenyum. "Tapi siapa Pak Jono?"
"Supir bokapnya Megan." jawab Kenzo.
"Owh..
By the way, kayanya loe tahu banyak tentang Megan ya Zo?" Tanya Dave.
"Ya iyalah.. Kita kan udah sahabatan dari kecil..
Jadi malah aneh kalo gue gak tahu apa-apa tentang dia." Kenzo mengambil minum dari dalam tasnya, kemudian meneguknya.
"Kalo gitu kenapa kalian gak jadian?"
Byuuurrr! Kenzo menyembur Dave dengan air yang ada dimulutnya.
"Ish! Jorok banget sih loe!" Dave mengelap mukanya yang basah.
"Ohok.. Ohok.. Lagian loe apa-apaan coba?!"
"Apa-apaan apanya? Gue cuma nanya kamvret!"
"Pertanyaan loe gak lucu Pe.A!" Kenzo mengelap mulutnya.
"Tahu nih. Gue sama Kenzo tuh just friend.
Dan selamanya akan kaya gitu." Tutur Megan.
Dave manggut-manggut. "Gue pegang omongan loe."
"Silahkan."
Kenzo terdiam. Tanpa sebab yang jelas, hatinya terasa nyeri mendengar penuturan Megan. Selamanya berteman? Benarkah?
***
Saat jam istirahat, Gengs sudah berkumpul di kantin. Kecuali Nathan yang saat itu sedang pergi ke toilet.
"Bu Fatma ngasih tahu mau ulangan gak, ke kelas kalian?" tanya Dave sambil memainkan garpu dan sendok.
Sheryl mengangguk. "Iyah kemaren."
Kenzo menghela nafas. "Gak papa deh ulangan sosiologi, yang penting bukan matematika."
Mereka semua tersenyum.
Disaat yang sama, Nathan baru datang.
Dan satu-satunya kursi yang tersisa diantara mereka adalah, kursi yang berada di tengah-tengah Milly dan Kenzo.
Mau tak mau, Nathan pun duduk disana, di dekat Milly.
Gadis itu sempat menatapnya, sebelum akhirnya ia membuang muka, dan mencoba tidak menghiraukan keberadaan Nathan di dekatnya.
Tak lama, makanan pesanan mereka datang.
Milly, Kenzo, dan Megan memesan baso. Sementara Sheryl, Dave dan Nathan memesan mie ayam.
"Selamat makan." kata Sheryl, kemudian segera melahap mie-nya. Namun sebelumnya, ia berdoa terlebih dahulu.
Tiba-tiba Dave teringat sesuatu, dan langsung menatap Milly yang duduk disampingnya, "Oiyah Mil, ide loe semalem ternyata berhasil."
Milly tersenyum dan ikut senang. "Oiyah? bagus dong."
"Ide Milly semalem? Apa maksudnya?" Megan penasaran.
"Kepo." jawab Milly dan Dave kompak.
"Sialan." Megan cemberut. Ia pun menatap Nathan "Eh Tan, tiap istirahat ke-2 loe selalu kemana sih?"
"Opek." kata Nathan cuek.
"Opek? Apaan tuh?"
"Kepo dibalikin."
"Hahahaha." Mereka semua langsung tertawa.
Milly sendiri kemudian memasukkan beberapa sendok sambal ke dalam basonya. Membuat Dave ternganga sekaligus speechles. "Buset, loe mau makan sambel apa makan baso?"
Milly nyengir dan berkata dengan sok sexy. "I Like Spicy."
Dave tersenyum geli, dan mengusap puncak kepala Milly. Membuat jantung Milly kembali merasakan debaran yang hebat.
Oh Tuhan.. Rasa apakah ini?
Diam-diam, Nathan menyaksikan hal itu. Tak lama kemudian, Ia mendapat telfon dari Ibu kandungnya.
Namun Nathan membiarkanya, dan sama sekali tak berniat untuk mengangkatnya.
Selanjutnya, sebuah pesan masuk ke WhatsApp-nya.
(Nathan..
Kenapa kamu tidak mengangkat telepon mamah?
Mamah cuma mau ngasih tahu kalau Mamah udah ngirim uang bulanan..
Dipakai baik-baik yah..
Mamah sayang kamu ❤️❤️)
Nathan tersenyum miris. Ia pun menyimpan handphonenya, tanpa berniat membalas pesan dari ibunya.
Milly yang memperhatikan gerak-gerik Nathan dari awal, tampak memikirkan sesuatu.
"Eh Guys, ntar malem kita nobar yuk?" ajak Megan.
Kelimanya langsung mengangguk dengan kompak.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Black Jack
Karya thor selalu membuatku terhanyut dalam ceritanya.
2023-07-30
0
Linechoco
Wah, cerita ini keren banget, thor. Jangan berhenti menulis ya!
2023-07-30
0
Ayano Kouji
❤️❤️❤️ Cerita jadi semakin hidup berkat tulisanmu thor!
2023-07-30
0