Sangat memalukan. Dianggap pelukan dengan Gian merupakan hal memalukan. Apalagi dia yang memeluk dari belakang. Koreksi, bukan memeluk tapi tidak sengaja memeluk. Mengetahui teman-temannya mulai melihat dengan pandangan selidik, langsung saja Eca menolak Gian dengan sekuat tenaga.
Brukk!
"Anjing!" Cio mengumpat dengan suara yang sangat tinggi.
Apesnya, Cio yang berada di depan Gian ikut terjatuh. Posisi mereka saat ini bisa mengundang bendera pelangi berkibar. Ya! Cio dan Gian jatuh ke lantai dengan posisi Gian terjatuh diatas badan Cio. Hampir saja bibir mereka bertemu jika tidak cepat-cepat Gian menahan badannya menggunakan tangan. Wajah Gian segera memerah. Bukan karna salah tingkah nyaris ciuman mesra dengan Cio tapi dia mulai marah.
Gian mengangkat tubuhnya dan melihat beberapa pasang mata menatapnya terkejut. Ada yang menutup mulutnya dengan bola mata yang hampir keluar. Ada juga yang mulai berbisik-bisik. Bahkan ada yang terang-terangan ketawa seperti Yuyu misalnya.
"diam!" bentak Gian sambil mengepalkan tangan. Tidak ada tanda main-main sedikit pun diwajahnya.
"kamu! punya otak gak mendorong orang?! Kalau mau main-main yang jauh! Gak usah dekat-dekat orang!" sembur Gian di depan wajah Eca.
Seketika suara yang terdengar di sekitar mereka berubah menjadi hening. Eca yang ditatap penuh oleh Gian menahan napas panjang. Dia benar-benar malu saat ini. Padahal dia tidak bermaksud melakukannya. Itu hanyalah tindakan di luar kendali. Tapi kenapa Gian harus menghakiminya dengan cara yang kasar. Eca menundukkan kepalanya dalam-dalam. Seluruh alirah darahnya terasa hanya mengalir diwajah. Wajahnya merah sekarang.
"Gi, santai-santai. Eca gak maksud gitu. Sorry kalau kita malah libatkan kamu waktu kita main-main tadi." Cio memundurkan tubuh Gian dengan menaruh tangannya didada pria itu dan mendorongnya pelan.
"gak lucu tau!" kali ini Gian menatap Cio dengan mata sengit.
"iya maaf Gi"
Gian tidak menjawab lagi. Dia berbalik dan melangkah menjauh. Sepergi Gian beberapa anak lain menatap Eca dengan berbagai pandangan ada yang kasihan ada juga yang menghujat karna menganggap tindakan mereka yang berlebihan tadi. Tapi Eca tidak kunjung mengangkat kepalanya daritadi. Cio dan Yuyu mendekat.
"Ca, kamu gak apa-apa?"
Tidak ada jawaban. Hanya anggukan dari Eca. Hal itu membuat Yuyu dan Cio saling pandang. Mereka tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan Eca saat ini. Atau bagaimana ekspresi perempuan itu sekarang.
"Ca, kamu gak apa-apa" kali ini Cio berkata sambil menaikkan dagu Eca pelan.
Saat kepala Eca terangkat sempurna, barulah mereka tau kalau airmata Eca sudah mengalir dan kedua matanya memerah. Sekarang ditambah sesegukan dari Eca.
"Gi-gian pa-pas-pasti marah banget" cicit Eca sendu sambil mengusap air matanya.
"gak apa-apa Ca, mungkin Gian lagi sensitif hari ini. Biasanya dia gak kayak gitu kok kalau Cio mengerjainnya." kata Yuyu sambil mengelus punggung Eca.
"iya santai aja Ca. Gian kalau marah gak lama-lama kok. Kamu bahkan beruntung yang marah itu si Gian bukan si Yuyu. Kalau si Yuyu mah bisa lima abad dia gak mau bicara."
"bacot! Itu gara-gara kamu!!" Eca menabok Cio dengan kuat yang disusul Yuyu disebelah lengan Cio.
"sialan. Kalian mau keroyok aku ya?" Cio mengusap-usap lengannya bergantian.
"makanya mulut itu dijaga" balas Yuyu.
"aku mau pulang." Eca berjalan dengan cepat meninggalkan Yuyu dan Cio.
"Ca, tunggu. Kita bareng naik busnya" kejar Cio dari belakang.
"bye Yuyu" Cio melempar ciuman jauh kepada Yuyu yang dibalas Yuyu dengan mengepalkan tangannya ke atas.
Sepanjang penjalanan dalam bus, baik Cio maupun Eca sama-sama diam. Tidak ada niatan untuk memecah kesunyian. Hanya suara kendaraan yang memenuhi telinga mereka saat ini. Cio melirik Eca yang melempar tatapan kearah jendela. Bisa Cio pastikan kalau perempuan itu melamun. Mungkin dia masih memikirkan kejadian yang tadi. Cio menghembuskan nafas dengan kasar. Bagaimanapun dia sedikit merasa bersalah pada gadis di sampingnya.
Cio menghitung kendaraan yang melewati bus atau menghitung orang -orang yang memakai baju warna biru saja. Dia benar-benar bosan saat ini. Biasanya kalau mereka bersama naik bus, pasti ada aja yang dibicarakan lebih tepatnya yang dipertengkarkan. Kali ini tidak lagi.
"Ca, kamu marah atau galau karna kejadian tadi?" Cio tidak kuat lagi menahan dirinya untuk bertanya.
"menurut kamu?!" balas Eca sengit.
"masih marah ternyata."
"padahal kamu yang salah loh Ca, kenapa pake marah segala. Yang bener itu si Gian kalau marah karna dia jadi korban pelukan babi sepertimu. Udah tidak suci lagi dia. Haram. Haram."
Eca menabok kepala Cio dengan kuat. Tidak hanya itu saja, dia juga menendang kaki pria disebelahnya. Cio meringis dan menatap Eca dengan tatapan memohon.
"udah Ca. Please stop. Dari tadi aku kena kdrt mulu dari kalian yah. Aku adukan beneran ini"
"adukan aja kalau berani." Eca mengayunkan tangannya ke atas.
"iya iya ampun. Ahh galak betul Eca babi ini."
"diam gak?!"
"iya iya ini diam."
Kembali lagi suasana hening. Cio tidak berani lagi membuka suara. Bagaimanapun dia tetap sayang badannya daripada rasa bersalah pada Eca. 5 menit kemudian terdengar suara sesegukan. Cio menoleh kearah Eca untuk memastikan apakah Eca yang lagi sesegukkan. Benar saja Eca kembali menangis di dalam bus. Sekali lagi Cio menghembuskan napas dengan kasar.
"yaudah aku minta maaf Ca soal tadi. Kamu gak salah kok. Aku yang salah. Aku yang paling salah. Salahkan aku saja. Kamu yang suci kok."
Eca menatap Cio sambil berdecak. Memang bicara sama Cio tidak pernah benar. Apapun yang keluar dari mulut anak itu tetap saja ada unsur meledeknya. Bahkan disituasi seperti ini sekali pun.
"Aku merasa bersalah sama Gian. Dia pasti marah banget yah sama aku?"
"kalau kamu merasa bersalah yaudah minta maaf aja besok. Itu aja kok repot Eca bab-"
Eca menatap tajam Cio. Sekali saja ucapannya itu terucap dengan lengkap maka dia tidak peduli harus masuk penjara sekali pun karna menendang kepala Cio. Pria itu benar-benar menjengkelkan bagi Eca.
"maksud aku, besok aku temani buat minta maaf ke Gian. Besok kita ke kelas mereka pada istirahat pertama. Bagaimana?"
"iya." jawab Eca lemas.
***
"Eca saya-ng" Nehan menatap Eca dengan heran.
Eca melewati Nehan begitu saja. Disusul oleh Cio di belakang, mereka menuju barisan tempat duduk belakang. Nehan pun ikut mengekori mereka. Dia masih bertanya-tanya kalau bukan menemui dia jadi Eca mau menemui siapa di kelasnya?
"Gi-gian . . . Aku minta maaf soal yang kemarin." Eca menatap Gian takut-takut.
"iya Gi kita minta maaf ya. Ini si Eca baru sadar kalau dia udah gatal main peluk-peluk aja kemarin."
Eca menendang kaki Cio yang membuat pria itu meringis. Hampir saja dia menjambak rambut Cio kalau tidak melihat Gian yang melihat mereka berdua dengan tatapan tak bersahabat. Sepertinya Gian masih dendam dengan mereka.
"apa ca?? Kamu peluk Gian?"
Aduh, makin pening kepala Eca karna ada Nehan yang mendengar pembicaraan mereka sejak tadi. Bisa-bisa Nehan salah paham. Segera saja Eca mendorong Nehan pelan.
"nanti aku ceritakan yah. Aku minta maaf dulu sama teman kamu." Eca melemparkan tatapan penuh memohon pada Nehan yang mau tidak mau dituruti oleh kekasihnya.
"Gian kami kemarin main-mainnya berlebih. Kami minta maaf ya" kata Eca dengan wajah memohon.
"hm"
"dimaafin gak?" tanya Cio.
"iya, setelah ini kalian menjauh. Kalau boleh jangan sampai terlihat olehku."
Mendengar balasan Gian, entah mengapa hatinya terasa tercubit. Ini adalah penolakan terang-terangan yang pernah dia rasakan. Sebelumnya, mereka hanya menjauhi atau membicarakan Eca di belakang. Perasaan tertolak ini benar-benar membuat Eca tidak nyaman.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments