Suasana hening dalam ruang perpustakaan tidak melunturkan semangat Gian dan Rani untuk belajar dengan serius. Setelah lelah mencari keberadaan Rani saat istrirahat yang tiba-tiba sulit ditemukan seperti jarum ditumpukan jerami akhirnya mereka sepakat untuk belajar bersama saat pulang sekolah. Disinilah mereka berdua, sengaja menjebak diri untuk membahas soal masuk perguruan tinggi. Dengan tingkat ambis yang mampir kejar-kejaran, Gian dan Rani sangat asik membahas soal. Terkadang mereka akan berdebat pada soal-soal yang cukup rumit.
"Ran, bagian ini pembilang dan penyebutnya dikali empat akar dua" Gian mencoret tulisan dua akar dua yang ditulis Rani.
"loh kok bisa?"
"biar kita dapat bilangan bulatnya. Jadinya tiga puluh dua dikurang satu per enam belas tambah dua, hasilnya . ."
"tiga puluh satu per delapan belas." bisik mereka bersamaan.
Langsung saja senyum Gian terukir kecil. Rani menatap dan merekam dimemorinya bentuk senyum khas Gian. Bagian sudut bibir kirinya terangkat keatas dengan kedua alis ikut mengangkat keatas juga. Dengan mata yang memandang puas pada kertas dihadapannya. Seperti sebuah kesenangan karna menyelesaikan soal tersebut. Kesenangan ini yang membuat dia kecanduan untuk menyelesaikan soal-soal berikutnya. Sama seperti pemain basket yang kecanduan mendribel bola dan memasukkan dalam basket atau pemain sepak bola yang kecanduan menendang bola dan memasukkannya dalam gawang. Gian sangat bangga dengan belajar dan memecahkan soal-soal yang sulit seperti menantang naluri Gian untuk menyelesaikannya dengan hasil yang akurat.
"oh iya, rencana kamu mau kemana Gi setelah tamat?" Rani melemparkan pertanyaan saat dia merasa ini waktu yang tepat untuk bertanya karna soal berikutnya hanya menggunakan rumus yang sebelumnya.
"Aku rencana mau ambil teknik pertambangan di ITB" jawab Gian dengan yakin.
"wow! keren. Aku dengar masuk ITB susahhhh banget"
"iya. Itu sebabnya aku udah persiapan sejak kelas 11. Aku juga udah banyak ambil les waktu kelas 11."
"Gila persiapan kamu hebat banget. Aku baru banyakin les awal naik kelas 12. Aku cukup sibuk dikelas 12 ini, rasanya kepala mau pecah menghadapi soal-soal itu." Rani melirik sekilas pada tumbukan soal di atas meja.
"gak apa-apa. Kamu anak yang pintar. Kamu pasti bisa mengejar, masih ada waktu kok. Fokus aja pada tujuan kamu." Gian berbicara dengan tenang dan suara berat yang membuat Rani tiba-tiba merinding. Dia merasa jantungnya mulai bergemuruh.
"heheheh . . . Makasih Gian. Kamu emang paling best jadi support system" kata Rani malu-malu sambil menyelipkan rambut sisi kanannya ke belakang telinga.
"support system apaan" Gian geleng-geleng.
"ihh Gian gak bisa diajak kerja sama. Biar kayak di konten tik tok gitu, ada support systemnya jadi belajarnya makin rajin."
Gian tidak menjawab lagi. Dia hanya geleng-geleng pelan. Dia mulai miris melihat serangan tik tok yang sudah masuk hingga ke tulang-tulang temannya ini.
"oh iya, aku rencana mau coba desain grafis. Menurut kamu, aku cocok gak?"
"em. . . menurut aku cocok, kamu juga suka ngerjain sampul majalahkan? Kalau kamu punya minat dibidang itu kamu bisa lebih seriusin dengan masuk jurusan desain."
"iya betul! Menurut aku peluang desain grafis saat ini sangat besar karna perkembangan media sosial yang gila-gilaan."
"Nah itu, kamu udah tau kan peluangnya kedepan jadi kamu tidak perlu khawatir lagi. Fokus aja untuk tes masuknya"
"Siap! Makasih Gian. Oh iya aku mau cabut, mau lanjut les setelah ini. See you" Setelah mengumpulkan barang-barangnya, Rani berjalan menuju ke arah pintu. Belum sampai lima langkah Rani berbalik lagi.
"Gian, kalau aku diterima masuk desain grafis ada yang mau aku bilang sama kamu" bisik Rani ditelinga Gian sebelum melangkah lagi. Kali ini benar-benar keluar perpustakaan.
Tertinggal Gian yang bingung dengan pernyataan Rani. Kenapa Rani tidak bilang aja sekarang? Atau besok? Kenapa harus setelah lulus pengumuman masuk desain grafis? Kan kelamaan. Tanpa ambil pusing lagi Gian membereskan barang-barangnya dan melangkah keluar perpustakaan.
Sekolah sudah mulai sepi. Wajar saja sekarang sudah pukul empat sore. Sudah berlalu dua jam sejak pulang sekolah. Siswa yang lain pasti sudah pulang. Gian memakai airpodsnya dan menyetel lagu favoritnya akhir-akhir ini dari Coldplay-Yellow.
Baru setengah lagu berputar, Gian melihat bunga yang cukup melebar di sebelah pagar sekolah bergerak. Bunga itu mampu menyembunyikan siapa saja dibalik bunga itu apabila seseorang berjongkok. Gian mengantongi airpodsnya dan berjalan pelan penuh penasaran.
"akh!" teriak seseorang tiba-tiba. Lalu berdiri sambil menginjak-injak tanah.
"aduh .. Aduh .. Sial, semut gila ini sembunyi dimana sih??!" tanya gadis itu dengan jengkel. Badannya menempel beberapa daun, bentuk roknya sudah acak-acakan dan mata itu. Matanya berair! Sedikit lagi akan jatuh dengan satu dorongan.
"kenapa?" Gian mencoba bertanya karna iba melihat wajah perempuan itu yang antara menahan amarah dan tangis disatu waktu.
"se-semut. Sa-sakit banget gigitannya." cicit perempuan itu dan mengeluarkan satu butir air mata disebelah kiri.
"dimana?"
"disini." unjuknya pada bagian sepatunya.
"coba buka dulu sepatunya. Lalu lepas kaos kaki." seperti anak buah, perempuan itu melakukan perintah Gian dengan patuh.
"kamu udah coba buka sepatu tadi?"
"udah. ta-tadi aku kira semutnya udah keluarkan terus aku pakai lagi sepatunya eh tiba-tiba digigit lagi tapi ini lebih sakit." sekali lagi air mata lolos dari matanya tanpa bisa dia tahan lagi. Entah mengapa kalau ditanya-tanya begini dia semakin ingin menangis aja.
"sudah-sudah. Sini biar aku bantu keluarin semutnya" kata Gian tak enak melihat perempuan di depannya menangis semakin kencang. Bisa-bisa dikira dia udah menjahati wanita ini lagi.
Gian mulai mengetuk-ngetukkan sepatu dan kaos kaki ke arah tanah cukup lama sampai dia melihat ada semut yang keluar barulah dia berhenti. Antara berterima kasih atau mau mengumpat, perempuan itu melihat sepatunya yang sudah agak penyot dan kaos kakinya yang agak melar karna sangking kuatnya Gian mengetuk. Perempuan itu tidak bisa berkata-kata lagi.
"Ini. Eh, kamu perempuan yang senggol buku tadi kan?" baru saja Gian sadar setelah melihat wajah perempuan itu dengan seksama.
"iya. Makasih yah." jawab Eca dengan pasrah sambil menghembuskan nafas dengan berat.
"Aku Gian." Gian menyodorkan tangannya setelah mengusapnya di celana.
"sudah tau. Dan aku Eca"
"eh? Kok bisa tau?"
"anak pintar kan terkenal"
"ah gak juga"
"aku tau kamu dari anak-anak lain yah sekedar kenal-kenal presidenlah. Btw, makasih banyak yang tadi," yah meskipun sepatu aku penyok. Kata Eca dengan senyum mengembang hingga matanya menyipit.
"iya."
"oke, kalau gitu deluan yah Gian." Kata Eca berjalan mundur sambil melihat Gian.
"iya ha-" belum selesai Gian berbicara Eca sudah menabrak tong sampah dibelakangnya.
"Hati-hati" sambung Gian sangat pelan setelah kejadian.
"sial! Heheheh daah" Eca cepat-cepat berdiri dan jalan dengan cepat meninggalkan Gian di belakang.
"malu cok. . . malu malu . . ." runtuk Eca pada dirinya sendiri.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
saijou
Ceritanya bikin aku jadi bisa lupa waktu thor, nelangsa tapi bahagia 😊
2023-07-30
0
eli♤♡♡
Saya bangga bisa membaca karya thor yang luar biasa ini, semoga sukses selalu! ❤️
2023-07-30
0