BAB 5

"Hai," sapa pria itu.

"Siapa kau?" Bella mundur beberapa langkah. Meskipun wajahnya seindah Arro tapi tetap saja dia bukan manusia. Apakah pria ini yang Arro maksud, yang ingin mencelakainya.

"Bel, jangan takut. Aku Levi," jelas pria itu hati-hati.

"Mana Arro?"

"Dia sedang sibuk di sana," katanya sambil menunjuk ke langit.

"Kau … apa yang kau lakukan di gerbang sekolahku kemarin?"

"Aku mengawasimu." Levi masih memasang wajah datarnya. "Arro memberiku perintah setelah ada yang melukaimu."

"Perintah? Ck, apa kau semacam pelayannya?" sarkas Bella, "sekarang katakan, apa yang telah kalian lakukan kepada temanku?"

"Teman?" Levi menyeringai. "Kau sepertinya harus belajar tentang arti teman."

"Kalian tidak tau apa yang terjadi. Aku yang salah. Aku yang melukainya lebih dulu." Bella sudah hampir berteriak marah.

"Bella, kau tau Arro tidak peduli apa yang sebenarnya terjadi, kan?" Levi lalu memandang ke atas seperti mendengar sesuatu. "Bel, Sepertinya aku harus kembali."

Levi mengeluarkan sayap hitamnya, Bella mundur terkejut. Dia masih belum terbiasa melihat sayap ditubuh seseorang.

Levi memiliki sayap yang hitam dengan sedikit warna biru di ujungnya. Tidak seperti Arro yang mempunyai sayap lebih lebar dan lebih legam.

"Tunggu!" Bella mendekat kearah Levi berdiri. "Sampaikan pada Arro, untuk tidak pernah menyentuh orang-orang di sekitarku lagi. Atau ... aku akan membunuh diriku sendiri," ancamnya, lalu berjalan menjauh.

Levi hanya berdiri di tempatnya, sedangkan Bella sudah menghilang dari balik pintu.

"Arro, sepertinya kau mendapatkan pragma yang terlalu baik," ucap Levi menghela napasnya, lalu terbang menghilang.

Bella tidak benar-benar pergi. Ia masih di sana, di anak tangga ia terduduk dan menangis sambil memeluk lututnya. Ia tidak pernah menyangka dirinya akan menyebabkan seseorang terluka hingga nyaris mati.

Bella bukan kasian pada Cintya. Ia hanya tidak ingin menanggung beban menjadi orang yang bertanggungjawab atas kejadian itu. Bella sudah cukup merasakan neraka karena disalahkan untuk kematian Robert dan Kenzo. Dia juga sudah melihat bagaimana kebahagiaan yang dulu ada di wajah Jocelyn berubah sejak kejadian itu. Apakah dia masih sanggup jika ternyata seseorang mati karena dirinya lagi.

"Kenapa kau masih di sini?" Arro sudah berdiri di belakang Bella.

Bella terhenti terisak, dia mengusap air matanya kasar dan berbalik, "Kau? Aku pikir kau sedang sibuk."

"Aku tadinya memang sibuk, tapi sakit di hatimu membuatku tidak fokus," kata Arro yang sudah duduk di samping Bella.

"Kau tidak seharusnya mencelakainya. Tindakanmu saat ia melukaiku sudah membuatnya jera. Aku yakin dia tidak akan berani menggangguku lagi," jelas Bella. Meskipun ia sendiri tidak yakin dengan perkataannya.

Arro hanya diam mendengarkan, lalu mengusap lembut rambut Bella. Arro tau, Bella sedang marah. Tapi Arro tidak merasa bersalah sedikit pun. Ia bahkan masih kesal karena tidak boleh membunuh gadis busuk itu.

"Baiklah, aku tidak akan melakukannya lagi," ucap Arro berbohong, ia hanya ingin menenangkan Bella.

Bella sedikit lega mendengarkannya, "Terima kasih," jawabnya singkat dan pelan.

"Sekarang aku sudah bisa kembali, hm?" Arro bertanya sambil mencoba menatap Bella. Memastikan ia tidak meneteskan air mata lagi.

Bella mengangkat wajahnya dan melihat netra biru itu sudah menatapnya lekat. Bella bisa merasakan jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat. Perasaan apa ini?

"Sekarang kembalilah ke kelasmu. Mata pelajaranmu hampir berakhir," ucap Arro lagi.

Bella tersenyum kecil dan beranjak dari sana. Meninggalkan Arro yang kini memegang dadanya. Sebuah tanda kecil di sana yang tersembunyi di balik kaos hitam yang ia kenakan. Tanda itu sudah bersinar sejak tadi. Meskipun belum seterang yang ia harapkan tapi Arro sudah tersenyum senang.

...-----...

Sementara itu, di kediaman Jocelyn.

"Selamat siang," sapa seorang pria ketika Jocelyn membukakan pintu untuknya.

"Siang. Ada apa?" tanya Jocelyn kepada pria asing itu.

"Saya Jacob, dari perusahaan asuransi pak Robert. Saya ingin bertemu dengan Ibu Jocelyn." jawab pria itu ramah sambil menunjukkan senyum terbaiknya.

"Perusahaan asuransi?" Jocelyn tidak bisa menyembunyikan wajah senangnya. "Saya Jocelyn. Silahkan masuk Pak Jacob!"

"Baik, Bu." Pria itu masih tersenyum. Sampai ketika Jocelyn membelakanginya, senyumnya menghilang dan tatapannya menjadi datar.

"Baiklah Bu Jocelyn, d isini pak Robert meninggal karena kecelakaan kerja, ya?" tanya pria itu.

"Iya benar, Pak Jacob," jawab Jocelyn.

"Jadi begini Bu, pak Robert pernah membuat asuransi di kantor kami. Di sini saya ingin mengembalikan manfaat polis yang sudah dibuat oleh pak Robert," jelas pria itu dengan senyum yang sangat palsu.

"Wah, benarkah Pak?" Jocelyn sudah hampir tertawa senang. Tapi tiba-tiba raut wajahnya berubah menunjukkan keraguan. "Tapi, kenapa baru sekarang? Robert sudah meninggal lebih dari 2 tahun lalu"

Pria itu terdiam. Ia sedang memikirkan jawabannya. "Oh, itu karena tidak ada yang melaporkan ke kami tentang apa yang terjadi. Jadi setelah kami investigasi, ternyata pak Robert sudah meninggal karena kecelakaan."

Jocelyn hanya diam tidak menunjukkan ekspresi, membuat pria itu gugup.

"Ooh, seperti itu," kata Jocelyn sambil menyembunyikan tawa senangnya.

"Baiklah, Bu Jocelyn. Ini uang yang ditinggalkan pak Robert," katanya sambil mengeluarkan selembar cek dari tasnya.

Jocelyn yang menerimanya, melotot kaget melihat nominal yang tertera disana. Ia menutup mulutnya dari berteriak.

Nominal di cek itu bisa membuatnya membeli rumah mewah di kota besar dan bahkan masih tersisa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sampai 10 tahun.

Ia akhirnya tidak perlu bergantung pada uang perusahaan yang ditinggalkan Robert. Perusahaan itu hanya berjanji memberikan uang bulanan padanya, sampai Bella menyelesaikan masa SMA. Karena itu, dia tidak pernah benar-benar mengusir Bella.

"Baiklah Bu Jocelyn, tugas saya sudah selesai. Saya pamit.” Pria itu berdiri dan meninggalkan Jocelyn yang masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

Saat melangkah keluar, pria itu mendengar suara tertawa lantang dari dalam. Ia mengembuskan napasnya dengan kasar lalu tersenyum. "Keluarga ini sangat kacau," katanya pelan lalu berjalan ke arah lorong yang sepi.

Setelah ia memastikan tidak ada siapa pun, ia membuka jas formal yang ia kenakan, membuang tas yang ia jinjing, lalu mengeluarkan sayap berwarna hitam corak biru dari punggungnya.

...-----...

Saat pulang kerumah, Bella menemukan rumahnya yang gelap gulita. Apa Arro membuat mama tertidur lagi? Pikir Bella.

"Maa … maa?" Bella mencari Jocelyn di setiap ruangan.

Tapi hasilnya nihil. Dia hanya menemukan lemari pakaian Jocelyn yang sudah hampir kosong. Hanya meninggalkan barang-barang kecil yang tidak terpakai. Bella mencari sesuatu. Apa pun, yang bisa menjawab pertanyaannya tentang apa yang terjadi pada Jocleyn.

Hingga ia menemukan sebuah note kecil di atas kaca yang tertempel sembarang. "AKU PERGI, JANGAN MENCARIKU"

Bella jatuh terduduk. Sekarang, tidak ada siapa pun yang di sampingnya. Mamanya juga sudah meninggalkannya. Sekarang bagaimana dengannya? Ia menangis histeris. Berteriak mengeluarkan semua kekecewaannya.

Tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki dari belakangnya, "Jangan menangis, Bel" Arro sudah berdiri di sana. Meraihnya ke dalam dekapan lalu memeluknya erat.

"Mama pergi. Aku tidak punya siapa-siapa lagi" Adu Bella, ia masih terisak.

Arro hanya diam. Tapi Bella tidak tau, jika Arro tersenyum kecil.

"Dia tidak pantas disampingmu, Bella."

"Tapi dia mamaku, hanya dia yang aku punya," sanggah Bella

"Tidak. Sekarang kau punya aku," kata Arro tenang.

Bella terdiam. Dia tidak paham dengan perkataan Arro. Dia melepaskan pelukan hangat darinya dan mendongak mencari netranya.

"Apa ini perbuatanmu?" selidiknya.

"Bukan, ini bukan perbuatanku," jawab Arro membalas tatapan Bella. Yaa … ini bukan perbuatan langsungnya. Ini perbuatan Levi dan tentu saja ia tidak akan memberitahu Bella.

"Bel, anggap ini sebagai kesempatanmu untuk hidup lebih baik. Kau tidak perlu sedih lagi jika wanita itu memperlakukanmu dengan buruk. Bukankah dia pergi karena kemauannya sendiri?" Arro mengusap air mata Bella yang masih tersisa.

Bella terdiam. Yang dikatakan Arro benar. Dia harus mulai ikhlas. Ini yang terbaik untuk Jocelyn. Setidaknya Jocelyn tidak akan tersiksa melihat Bella lagi. Semoga ia senang dengan hidupnya kemanapun ia pergi.

"Sepertinya, aku harus mulai mencari kerja sementara," ucap Bella pelan.

Arro yang mendengar perkataan Bella, mengutuk dirinya. Bodoh. Bagaimana dia tidak memikirkan kehidupan sehari-hari Bella. Dia hanya fokus menghilangkan orang-orang yang menyakitinya. Dia lupa kalau Bella selama ini hidup dari Jocelyn, meskipun hampir tidak diberi apa-apa. Setidaknya Bella masih bisa makan.

Sekarang, Arro tidak mungkin langsung memberikan uang kepada Bella. Sudah pasti ia menolak dan tidak mungkin ia pakai cara yang seperti tadi. Bella pasti sadar itu perbuatannya.

"Arro? … Arroo?" panggil Bella.

Arro yang tersadar dari lamunannya, kembali menatap Bella.

"Kapan kau akan pergi? Aku harus membereskan ini." Bella menunjuk semua ruangan yang berantakan.

"Baiklah ... Aku pergi ya." Arro berdiri, dan tersenyum hangat.

...-----...

Kini Arro sudah berdiri di pinggir gedung tinggi. Suara mobil-mobil dan sirine bersahut-sahutan di bawah sana, tapi tidak cukup membuatnya terganggu. Ia hanyut dalam pikirannya sendiri.

Di pikirannya adalah bagaimana Bella bisa mendapatkan uang tanpa bekerja, dan tanpa mencurigainya. Sebenarnya, ini akan lebih mudah jika Bella menyukai permainan judi atau lotre. Hmm, mungkin ide yang bagus jika bisa mengajaknya ketempat seperti itu, pikir Arro.

"Sepertinya kau sudah sangat mabuk cinta." Goda Levi yang sudah ikut berdiri di sampingnya.

"Diamlah. Bagaimana wanita itu?" tanya Arro.

"Dia sudah di pesawat menuju negara bagian barat." Kata Levi. Ia sudah mengawasi wanita itu sedari tadi. "Aku tidak mengerti rencanamu, kenapa kau malah memberinya uang sebanyak itu"

"Karena aku tidak bisa membunuhnya," ucap Arro tanpa ekspresi apapun. Aura kelamnya terpancar kuat. Levi tau, Arro menahan keinginannya.

"Lalu, Bagaimana dengan gadis yang dirumah sakit? Harus aku apakan?" tanya Levi.

"Ck, biarkan saja. Karena dia tidak akan pernah bangun dari komanya," jawab Arro.

Levi paham. Dia terdiam sejenak, berpikir untuk pertanyaan selanjutnya. "Arro, apa rencanamu sekarang untuk Argus? Dia sudah mengumpulkan sekutu dari Kerajaan Timur"

Aura Arro semakin kuat. Dia selalu pusing jika memikirkan pamannya itu. Levi yang berdiri di sampingnya, merinding merasakannya.

"Kekuatanku belum penuh." Arro kini memandang telapak tangannya dan menggenggamnya erat.

"Sepertinya, kau harus mulai bergerak lebih cepat atau Argus akan menduduki tahta milikmu"

"Ya, aku tau … tapi Bella harus segera menunjukkan tandanya juga." Arro kembali memandang ke jalan di bawah sana.

"Arro, bagaimana jika ternyata bukan Bella?" tanya Levi hati-hati.

"Kau sudah tau apa yang terjadi padaku sejak aku bertemu dengannya di lorong gelap itu, kan? Kekuatanku menguat, meskipun tidak ada kekuatan baru, tapi aku bisa merasakan Bella adalah pragma-ku yang hilang." Arro kini menoleh melihat Levi, "Ini kesempatan terakhirku, sebelum benar-benar menyerahkan tahta ke orang yang membunuh ayahku."

"Baiklah aku mengerti." Levi paham.

"Kembalilah duluan, aku masih mempunyai urusan di sini," ucap Arro.

"Baik. Yang Mulia." Tunduk Levi dan menghilang digelapnya malam.

...-----...

Terpopuler

Comments

Mareea

Mareea

iiisssshhh...ternyata oh ternyata dia yg mulia....

2023-10-16

0

Vega Nataya Kinanti

Vega Nataya Kinanti

Kematianmy cintya 😌

2023-08-31

0

Fatmah Rizkidiniah

Fatmah Rizkidiniah

Thor ceritanya keren 🔥

2023-08-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!