Jari-jemari Lilis yang bertumpu pada masing-masing lututnya sesekali meremas pelan. Kedua kakinya rapat. Kepalanya juga tertekuk dalam. Di dalam hati, gugup sungguh tak bisa Lilis redam. Rasa-rasanya telapak tangannya yang bersembunyi di balik punggung tangan pun sudah basah karena keringat dingin.
"Jadi apa keputusanmu, Lilis?"
Shehan bertanya dari sofa yang berada di seberang. Tatapan iris coklat mudanya intens membuat Lilis semakin canggung. Hari ini atau lebih tepatnya malam ini, sudah dua hari terlewati sejak Shehan menawarkan pernikahan kontrak pada Lilis dan sekarang adalah waktu bagi gadis itu untuk memberi keputusan.
Apakah Lilis akan menerima atau menolak lamaran Shehan?
Sambil malu-malu Lilis mengangkat kepala. "Eum ... Ibu bilang kalau Tuan mau menikahiku, Tuan harus bertemu dan bicara langsung sama Ibu." Usai mengatakan itu, cepat-cepat Lilis menunduk lagi.
"Apa itu saja yang dikatakan Ibumu?"
Dalam tunduknya, Lilis menggeleng lemah.
"Lalu, apalagi yang dikatakan Ibumu?"
Tidak langsung menjawab, Lilis menghirup dua tarikan napas dalam untuk mendinginkan rongga dadanya yang serasa panas berkecamuk. Sudah dua hari ini Lilis merasa begitu dan malam ini adalah puncaknya.
Bukan hanya rongga dada saja yang berkecamuk, hati Lilis juga berdebar-debar meski ia tahu bahwa pria yang ada di hadapannya saat ini, melamarnya untuk sebuah pernikahan kontrak. "Ibu bilang setelah bertemu Tuan dan Tuan bicara langsung sama Ibu, baru Ibu bisa putuskan akan merestui atau tidak."
"Hhmm ... begitu ...." Shehan mengangguk beberapa kali tanda mengerti. Ia paham kecemasan yang dirasakan oleh ibu Lilis karena dia sendiri juga orang tua yang memiliki satu orang putri.
"Baiklah, kebetulan besok pekerjaanku di kantor tidak banyak. Jadi kita bisa pergi mengunjungi Ibumu di Banyuwangi. Tapi maaf, aku tidak bisa menginap di sana. Jadi kita akan pulang lagi ke Bali saat sore."
"Ya Tuan, tidak apa-apa. Tuan memang sibuk karena pekerjaan Tuan banyak. Lagipula kasihan Nurbanu kalau ditinggal sendirian."
"Tapi sebelum aku bicara dengan Ibumu, aku mau bertanya dulu padamu. Kalau dari hatimu sendiri, apa kamu bersedia menikah denganku?"
Lilis yang tadi mengangkat kepalanya sebentar lalu menunduk lagi, kini kembali bersitatap muka dengan majikannya dalam kurun waktu yang cukup lama. Dalam diam, Lilis menatap lelaki dewasa itu dalam-dalam.
Umur Lilis dan Shehan sudah jelas terpaut cukup jauh, yakni sepuluh tahun. Meskipun begitu, Shehan tetaplah rupawan di mata Lilis. Terlebih lagi, pria itu memang terlahir tampan. Penampilannya rapi dan wangi. Pakaian-pakaian yang Shehan kenakan juga tidak sembarangan. Bila dilihat dari belakang pun, sudah kentara kalau Shehan adalah pria mahal.
"Ya Tuan ... aku bersedia."
'Apa benar begitu?' Shehan mengerutkan alis meski Lilis tampak begitu polos mengutarakan jawabannya. Agaknya jawaban Lilis belum membuat Shehan puas. Ia kembali mencecar Lilis dengan pertanyaan yang lebih mendetail.
"Lilis, kamu tahu aku seorang duda dengan satu anak. Umur kita juga tidak sebaya. Sebenarnya apa yang membuatmu bersedia menikah denganku?"
Seketika Lilis termangu bersemuka dengan majikannya. Menjawab pertanyaan Shehan yang pertama saja sudah membuat Lilis grogi bukan main. Apalagi pertanyaan kedua, sungguh Lilis buncah sekarang. Manik matanya bergerak gelisah mengitari paras Shehan. Bibir keringnya membisu belum bisa berucap sepatah kata pun.
"Aku tidak mau ada dusta di antara kita," lanjut Shehan lagi, "Aku juga jujur padamu kalau niatku mengajakmu menikah untuk kepentingan izin tinggalku di Indonesia saja. Jadi apa alasan yang akan kamu katakan, aku pasti akan mengerti."
'Bagaimana ini? Aku malu kalau mengatakan alasan yang sebenarnya. Tapi aku juga tidak bisa berbohong pada Tuan Murad. Bagaimana ini?'
Beberapa detik lamanya Lilis bungkam sembari terus menatap Shehan yang terlihat sabar menanti jawabannya.
'Ah, untuk apa aku malu. Toh, Tuan Murad juga terbuka padaku. Pernikahan kami hanya untuk bekerjasama menguntungkan kedua belah pihak. Lagipula setelah setahun menikah kami akan bercerai,' batin Lilis memantapkan hati.
"Alasanku mau menikah dengan Tuan ... karena rumah." Suara Lilis menguar pelan karena sebenarnya ia masih malu bila harus berkata jujur.
"Rumah?" Shehan malah meneleng bingung.
"Ya, Tuan. Alasannya karena rumah. Tuan pernah bilang akan membangunkan sebuah rumah kalau aku mau menikah dengan Tuan."
"Ah, ya!" Ekspresi lega terpahat di wajah pria Turki itu. "Aku memang akan membangunkan rumah untukmu kalau kamu setuju menikah denganku."
"Ibuku sudah berumur lima puluh tahun lebih. Tapi sampai sekarang Ibu masih tinggal di rumah kontrakan. Ingin sekali aku bisa membuatkan rumah untuk Ibu. Tidak bisa membangun rumah besar, rumah sederhana juga tidak apa-apa. Yang penting Ibu bisa merasakan rasanya punya rumah sendiri dan bisa menikmati masa tuanya tanpa beban. Selalu memikirkan biaya rumah kontrakan yang setiap tahunnya naik."
Glek!
Lilis menelan saliva dalam, terasa langsung jatuh ke dalam perut. Gadis itu menunduk malu. Malu karena Shehan pasti akan menganggapnya sebagai perempuan materialistis. Namun, tak seperti yang Lilis bayangkan. Shehan malah menatapnya teduh seraya mengangguk pelan beberapa kali.
"Setelah menikah, aku pasti akan menepati janjiku. Kamu sendiri juga bisa merancang desainnya."
Lekas Lilis menolak. "Tidak, Tuan! Tidak usah! Tolong bangunkan rumah sederhana saja. Bagiku yang penting Ibu bisa punya rumah. Kasihan, Ibu! Sudah tua, sering sakit-sakitan tapi masih bekerja jadi tukang cuci pakaian di rumah orang supaya bisa membantu membayar uang kontrakan rumah."
Binar mata Lilis berkaca-kaca mengingat tentang ibunya. Lekas ia menunduk agar Shehan tidak tahu kalau air matanya nyaris tumpah.
"Ya, akan kita atur nanti dan juga, aku akan membiayai pendidikan adikmu sampai dia lulus sarjana."
"Terima kasih, Tuan. Maaf kalau alasanku mau menerima ajakan pernikahan ini karena hal itu."
"Tidak apa-apa, Lilis. Bukan kamu yang memintanya lebih dulu, tetapi aku yang menawarkannya padamu. Tidak hanya kamu, semua orang butuh rumah untuk tempat berlindung juga tempat berkumpul bersama keluarga. Kurasa keinginanmu wajar saja."
"Ya, Tuan. Sekali lagi terima kasih karena sudah mengerti."
Lilis sangat bersyukur atas pengertian Shehan. Ia bisa bernapas lega kali ini dan menyingkirkan prasangkanya. Shehan memang pria yang bijaksana. Tak ayal dia bisa mengelola resornya hingga bisa dinobatkan menjadi salah satu sanggraloka terbaik di pulau Bali.
"Setelah mendapatkan restu Ibumu, aku akan mengatakan pada Sarah kalau kita akan menikah."
"Mbak Sarah ...." Satu hal yang terlewatkan oleh Lilis, yaitu mantan istri Shehan.
"Ya, aku juga harus memberitahunya kalau kita akan menikah."
"Apa boleh aku juga minta izin sama Mbak Sarah, Tuan? Supaya tidak merasa canggung kalau bertemu Mbak Sarah nanti."
"Ya, silakan. Ada lagi yang mau kamu tanyakan?"
"Eum ... itu?" Lilis ragu mengatakannya karena dalam benak Lilis, ia ingin bertanya soal urusan ranjang. Untung saja, Shehan cepat tanggap saat melihat gelagat malunya.
"Tenang saja, kita tidak akan tidur dalam satu kamar. Kamu bisa memakai kamar tamu nanti."
"Haah ...." Lilis menghela napas lega. "Lalu Nurbanu bagaimana, Tuan?"
Mimik Shehan berubah serius tatkala berbicara urusan yang menyangkut anaknya. "Aku tidak mau dia mengetahui hal ini. Nurbanu masih terlalu kecil untuk dilibatkan. Apalagi pernikahan kita hanya setahun saja. Jadi biarkan Nurbanu tetap berpikir kalau kamu adalah baby sitter-nya. Tidak apa-apa, kan?"
"Ya, Tuan. Tidak apa-apa."
"Lilis, maaf sebelumnya. Karena aku tidak mau Nurbanu tahu tentang masalah ini, aku berencana akan menggelar acara resepsi pernikahan kita secara sederhana dan tertutup. Cuma dihadiri oleh orang-orang terdekat saja."
Pernikahan Cinderella yang disaksikan oleh banyak orang adalah impian Lilis. Namun, harus Lilis menghapus impian itu detik ini juga.
"Baiklah, Tuan. Aku mengerti."
"Kamu bisa istirahat sekarang. Tidurlah lebih cepat karena besok pagi setelah Nurbanu berangkat TK, kita akan pergi ke Banyuwangi."
"Kalau begitu aku permisi dulu, Tuan."
"Ya."
Lilis bangkit setelah mengangguk singkat, memberi hormat pada majikannya.
***
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Sunariyah Sunariyah
bagus cerita nya
2023-08-01
0
Mya Aprilia
visualnya dong tor...
2020-08-05
0
Win_dha88
Akhir nya setelah sekian purnama menunggu...
Akhir nya Up jg thor...
2020-08-04
2