Aksi Nekat

Ana berjalan pulang menuju kostnya. Sambil meminum minuman kaleng kesukaanya. Ana teringat perkataan Neysa yang masih terngiang di benaknya.

"Kenapa harus orang seperti dia yang melecehkanku seperti itu?" katanya bergeming.

"Harus bagaimana aku memberinya pelajaran?" gumamnya.

Emosinya semakin memuncak saat mengingatnya. Dilemparkan kaleng kosong itu dengan penuh amarah, dan melambung tinggi.

Pang!

"Aargh!!" teriak seseorang.

Ana terkejut dengan suara itu. Tak disangka kaleng itu terlempar tepat di kepala seorang pria. Pria itu melotot padaku dari kejauhan.

Maaf!! kataku kaku gemetar dan berlari secepat mungkin.

Aku tidak berani menoleh dan terus berlari. Aku mendengar langkah kaki dari belakang yang berusaha mengejar ku. Nafasku hampir terhenti karna berlari entah berapa kilometer yang kutempuh.

"Hei kau, berhenti di sana!!" teriak pria itu yang juga terengah-engah.

Aku berusaha menghindar dan mencari tempat bersembunyi. Aku masuk ke sebuah parkiran apartemen dan banyak mobil di sana. Aku bersembunyi di belakang mobil dan mengintip pria yang masih mengejarku.

"Hosh... Hosh... Hosh. Kemana gadis itu?Kenapa cepat sekali larinya."

Matanya mengamati sekeliling mencari sosok wanita itu. Ia mengarahkan pandangannya dibelakang mobil BMW hitam. Ia melihat bayangan wanita yang ia cari.

Ia mulai mendekat perlahan tanpa suara. Ana begitu terkejut melihatnya. Mata dan mulutnya terbuka lebar tak mengira pria itu berada tepat didepannya.

Ana berdiri dengan gemetar, ia menatap pria itu. Terdapat goresan kecil di wajahnya yang tampan itu.

"Aku minta maaf," kataku pelan.

"Kenapa baru sekarang minta maaf? Kenapa kau langsung lari setelah melemparku dengan kalengmu itu!" katanya kesal.

"Ya aku tau," kata ana datar.

"Kau tau apa? Kalau kau tau kenapa kau berlari seperti melihat hantu?" katanya kesal. Pria itu tak habis pikir pada wanita didepannya. Ana hanya terdiam membisu tak merespon.

"Kau harus tanggung jawab!" kata pria itu tegas.

Ana langsung mendongakkan wajahnya.

"Tanggung jawab apa? Aku hanya tidak sengaja melemparnya," kata Ana heran.

"Lagipula kau juga tidak terluka. Kenapa aku harus tanggung jawab? Aku sudah meminta maaf padamu, apakah tidak cukup?" kata ana tak mau kalah.

Pria itu tersenyum kecil dan mendekatkan wajahnya pada ana.

"Kau tidak melihat ini?" katanya menunjukkan goresan luka kecil pada Ana.

"Ya... aku melihatnya, tapi itu hanya goresan kecil!" tegas Ana.

"Tetap saja kau harus bertanggung jawab!" katanya sinis.

Ana menghela napas sembari membuka tasnya dan mengambil beberapa lembar uang. Ana menyodorkannya kepada pria itu.

"Ini lebih dari cukup untuk membeli plester pada luka kecilmu," kata ana ketus.

Hahahaha ... pria itu tertawa geli melihat jumlah uang yang Ana sodorkan padanya.

"Apakah kau miskin? Uang itu yang kau bilang lebih dari cukup?" katanya mengejek.

Ana melemparkan uang itu tepat diwajah pria itu dengan geram.

"Ya... aku memang miskin! Lalu kenapa? Atau kau jijik dengan orang miskin sepertiku? Kau tau betapa susahnya aku mendapatkan uang ini? Mungkin orang sepertimu yang hanya bisa meminta pada orang tuamu, tak akan pernah bisa merasakanya!" amarah Ana melonjak.

Pria itu tersenyum kecut dan mendekati Ana. Tangannya hendak meraih Ana tapi Ana menjauh.

"Mundur! Jangan mendekat selangkah pun!" gertak Ana. Pria itu diam tak berkutik dan Ana pun pergi tanpa sepatah katapun.

"Dia gadis yang galak, tapi dia sangat manis." pujinya sambil tersenyum senang.

"Kretak!! Bunyi apa itu?" tanyanya heran.

Bunyi itu berasal dari sepatunya yang menginjak barang sebuah liontin berbentuk hati dan terdapat foto seorang gadis kecil yang dipeluk hangat oleh ibunya. Namun foto itu amat usang mungkin karna benda ini sudah lama termakan umur.

"Sepertinya ini milik gadis galak tadi," katanya menebak.

Pria itu mengamati lagi liontinnya terdapat sebuah inisial dibelakang foto.

BJP...

Entah apa arti singkatan itu, pria itu memandang gadis itu dari kejauhan.

"Semoga kita bertemu lagi lain waktu gadis galak," katanya berharap sambil tersenyum senang.

***

Angin kencang menerpa tubuhku, terasa dingin yang menusuk tulang. Sayup-sayup kudengar bisikan angin melintas di telingaku.

Mataku terbuka perlahan dan kulihat cahaya putih bersinar terang menyapa.

Dibalik cahaya itu, kulihat seseorang bersembunyi diantara cahaya lainnya. Dia menoleh ke arahku tersenyum lembut kepadaku.

Ibu... Ibu...! Ana rindu Bu... Ana menangis histeris dan berlari ingin memeluk Ibu.

Kudekap Ibu begitu erat, tangan Ibu mengelus lembut rambutku. Kupandang wajah Ibu yang begitu hangat dan sangat kurindukan setiap hari.

Tangan Ibu mengusap air mataku yang bercucuran membasahi pipi. Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.

Namun kurasakan tatapannya begitu tenang, seakan memberiku kekuatan yang besar. Ibu kembali tersenyum kepadaku dan menghilang sekejap mata dalam dekapanku.

Ibu... Ibu, jangan pergi Bu... Ana ingin bersama Ibu... Ibu! Aku terbangun dari tidurku, aku tersadar dan kembali menangis.Terasa begitu sakit karna semua itu hanyalah mimpi.

🎵Heart beats fast

Colors and promises

How to be brave

How can I love when I'm afraid to fall

But watching you stand alone

All of my doubt, suddenly goes away somehow

Lagu A Thousand Years, Christina Perri menggema merdu memenuhi ruangan. Pertanda dering ponsel berbunyi. Kuraih ponselku yang terletak di atas meja. Terpampang nama Neysa sahabatku.

"Hay Ney ada apa?" tanyaku.

"Ana aku punya berita baik untukmu," seru Neysa.

"Tentang apa Ney?" tanyaku penasaran.

"Di kantorku pagi ini, aku mendapatkan informasi kalau perusahaan sekarang sedang membutuhkan CS girl, dengan kontrak tetap dan kenaikan gaji 30% tiap tahunnya," kata Neysa menjelaskan.

"Benarkah? Ini berita bagus Ney, aku sangat senang," kataku senang sambil tersenyum lebar.

"Ya ana, aku senang bisa membantumu. Cepatlah ke kantor sekarang juga untuk menyerahkan berkas CV mu," petunjuk Neysa.

"Oke... aku segera kesana secepatnya. Aku benar-benar sangat berterima kasih Ney! kau sahabat terbaik," kataku memuji.

"Sudahlah Ana, kau tau bahwa kita sudah seperti saudara yang saling membutuhkan. Aku sempat khawatir kau akan depresi karna pengangguran dan selalu dikejar-kejar rentenir preman itu," kata Neysa khawatir.

"Ya kau benar, aku sudah lelah menghadapi preman itu. Baiklah tunggu aku (lima belas menit) lagi untuk sampai kesana," jelasku dan menutup sambungan telepon.

Aku dan Neysa sudah berteman saat kami berusia 4 tahun. Begitu juga keluargaku. Ayah Neysa adalah rekan bisnis Ayahku saat Ayahku bekerja di salah satu kantor swasta dulu.

Kehidupanku tidak sebaik Neysa yang mempunyai pendidikan tinggi dan hidup yang berkecukupan. Aku sempat akan diadopsi oleh mereka, tapi aku menolak. Karna mereka sungguh baik padaku dan aku tak mau membuat mereka kesusahan karnaku. Dan aku memutuskan untuk hidup mandiri.

***

Ana mempersiapkan diri Serapi mungkin untuk tes wawancara dan berharap lolos kali ini.

Meskipun hanya sekedar CS girl yang terpenting pekerjaan ini halal dengan gaji yang lebih tinggi dari pada perusahaan lainnya.

Ana sangat bersemangat hari ini. Kupandangi wajahku di depan cermin dan tersenyum manis.

"Ana kau pasti bisa melewatinya semangat!" kataku memberi semangat pada diriku sendiri.

Ana mempersiapkan beberapa barang seperti ponsel, lipstik, bolpoin, dan dompet ke dalam tas. Ana mencari kalung liontin kesayanganku yang diberikan ayah padaku saat aku kecil.

Ana merogoh dan mengacak-ngacak kembali isi tasku dan liontin itu tidak ada. Ana panik dan terus mencarinya. Ana menggeledah isi kamarku namun tetap tak kutemukan.

Ponselnya kembali berdering, Neysa kembali meneleponku.

"Ana dimana kau? Aku sudah menunggumu (tiga puluh menit), tapi batang hidungmu tak tampak sama sekali," kata Neysa bingung.

"Astaga! Maafkan aku Neysa, aku segera kesana sekarang juga!" kataku tergesa-gesa dan memutus sambungan telepon.

Ana melupakan waktu karna sibuk mencari liontinku. Ana segera berlari menuju halte bus. Sialnya, bus yang menuju rute kantor Neysa sudah lewat (tiga puluh menit) yang lalu.

"Aku benar-benar terlambat!" Ana mencoba berpikir cepat.

Terlihat mobil sport Lamborghini hitam akan melintas melewatiku dan Ana mempunyai sebuah ide nekat.

Ana berlari memotong jalan tepat di depan mobil itu dan nyaris tertabrak.

Ciitt!! Decit mobil berbunyi dengan nyaring. Mobil itu spontan berhenti di hadapanku.

Ana melakukan aksi nekat berniat menumpang mobil tersebut dan cepat sampai di kantor Neysa. Pengemudi itu tak kalah terkejutnya denganku.

Tapi Ana seperti tak asing dengan wajah pengemudi itu. Pengemudi itu keluar dari mobil dan ternyata pengemudi itu adalah pria yang pernah melecehkannya di toko beberapa hari lalu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!