Sejak tadi malam pak Rudi hanya berbaring di atas ranjang, meskipun kepalanya sudah tidak merasakan pusing, tapi hari ini ia memutuskan untuk tidak berangkat bekerja.
"Bapak sudah bangun?" tanya Bu Arum masuk ke dalam kamar.
"Sudah Bu, Oh ya Bagas dimana Bu?" tanya pak Rudi
"Bagas di kamarnya pak, sedang tidur? jawab Bu Rena, duduk sambil memijit kaki suaminya.
"Jam segini masih tidur bu!" ucap pak Rudi melihat jam yang ada didinding menunjukkan pukul sembilan pagi.
"Iya pak, jam enam tadi dia baru pulang. Katanya tadi malam ketiduran di rumah Udin.” Jawab Bu Rena hati-hati takut darah tinggi suaminya kambuh lagi.
"Anak itu, benar-benar susah dibilangin!. Usia makin tua tapi gayanya masih seperti anak muda saja.” Ucap Pak Rudi, sesekali menghela napas panjang, guna mengurangi rasa sesak di dadanya.
"Bagaimana kalau secepatnya kita melamar Sena pak, setelah melamarnya secepatnya kita nikahkan mereka, siapa tahu dengan menikah sikap Bagas jadi berubah pak?, jadi mengerti arti tanggung jawab.” Ucap Bu Rena.
"Menikah itu biayanya juga tidak sedikit Bu? Sementara kalau hanya mengandalkan tabungan kita, bapak rasa itu tidak cukup. Mungkin jalan satu-satunya bapak akan menjual si babal (sapi jantan miliknya)?."
"Bapak yakin akan menjualnya? Bukannya babal itu kesayangan bapak? Bapak sudah merawatnya sejak kecil? Tanya Bu Rena.
"Mau bagaimana lagi Bu, yang terpenting keperluan acara lamaran dan pernikahan Bagas dapat terpenuhi." Ucap pak Rudi.
"Jika memang itu keputusan bapak, ibu nurut saja pak? Oh ya pak, rencananya kapan kita akan melamar Sena? Tanya Bu Rena.
"Minggu depan saja Bu? Besok bapak mau ke pasar sapi dulu, semoga saja babal laku dengan harga tinggi ya Bu? Ucap pak Rudi penuh harap.
"Semoga saja pak?, ya sudah ibu mau membangunkan Bagas dulu ya pak." Ucap Bu Rena.
"Jangan lupa Bu, sampaikan ke Bagas untuk menemui Sena secepatnya, memberinya kabar jika Minggu depan kita akan berkunjung kerumahnya." Ucap pak Rudi, Bu Rena hanya tersenyum mengangguk.
ΩΩΩΩ
Siang hari ini cuaca begitu cerah, terlihat hamparan awan putih begitu luas menutupi indahnya langit biru, di tambah angin yang berhembus begitu sejuk. Membuat dua orang gadis ini merasa betah menikmatinya.
"Aku suka cuaca hari ini Sen? Udara begitu sejuk, dan coba kamu lihat!, cuaca begitu cerah?" ucap Dewi menunjuk ke arah segerombolan awan putih.
"Iya Wi, itulah Maha Karya Sang Pencipta yang patut kita syukuri." ucap Sena tersenyum menatap hamparan awan putih.
"mungkin jika aku tinggal di kota, aku akan merindukan suasana seperti ini Sen? ucap Dewi sendu.
"Memangnya kapan kamu akan berangkat ke kota Wi? Tanya sena
"Sekitar dua Minggu lagi Sen?" Jawab Dewi.
"Masih lama Wi, selama kamu belum berangkat ke kota, kita masih bisa bertemu dan ngobrol disini." Ucap Sena tersenyum.
Saat ini mereka sedang duduk di bangku panjang yang ada di bawah pohon. Bukan tempat yang mewah atau istimewa hanya sebuah tempat yang menurut mereka nyaman untuk bersenda gurau dan berbagi cerita.
"Eh Sen, bukannya itu mas Bagas?" ucap Dewi menunjuk seseorang yang sedang mengendarai motornya, melaju mendekat ke arah mereka.
"Iya, ada apa ya Wi? ucap Sena, Dewi hanya menggeleng tanda tidak tahu.
Setelah mematikan motornya, Bagas berjalan menghampiri Sena dan juga Dewi.
"Dik, bisa kita bicara sebentar? tanya Bagas pada Sena.
"Iya udah Sen, aku pulang dulu ya." ucap Dewi mengerti dengan ucapan Bagas. Sena hanya tersenyum mengangguk.
"Mas Bagas mau bicara apa? tanya Sena setelah melihat Dewi pergi meninggalkan mereka berdua.
"Mas cuma mau ngasih kabar, jika Minggu depan orang tua mas, akan datang melamar mu? ucap Bagas tersenyum.
Deg!!
Mendengar ucapan Bagas, Sena terkejut. Harusnya dia bahagia, bukan kah lamaran Bagas yang selama ini ia tunggu?, tapi hati memang tidak bisa di bohongi, ada setitik keraguan di hatinya.
"Baik mas, nanti Sena sampaikan ke orang tua Sena." ucap Sena mencoba tersenyum manis.
"Terima Kasih ya dik." ucap Bagas
"iya mas, oh ya kemarin nenek mas Bagas jadi berkunjung kemari?" tanya Sena.
"jadi dik, kemarin mas menjemputnya di terminal bersama ibu dan bapak." Ucap Bagas berbohong, Sena yang tahu jika Bagas berbohong hanya diam saja.
ΩΩΩΩ
Siang hari begitu cerah, berbanding terbalik dengan cuaca sore ini, awan putih dengan gerimis yang sejak tadi enggan untuk berhenti.
"Kopinya pak?" ucap Sena membawa secangkir kopi, dan meletakkannya di sebelah tempat duduk bapaknya.
"Terimakasih nduk?" ucap pak Agung tersenyum.
"Ibu kemana ya pak? Tanya Sena duduk di sebelah bapaknya, saat ini mereka duduk di depan teras. Sejak Sena tadi tidak melihat keberadaan ibunya.
"tadi pamitnya ke warung Bu Yuli nduk, tapi kok sudah sore belum juga pulang? Apa mungkin karena hujan," ucap pak Agung, Sena yang mendengarnya hanya mengangguk saja.
"Pak, tadi siang Sena bertemu dengan mas Bagas, ia berpesan jika minggu depan mas Bagas dan keluarga akan berkunjung,
mereka mau melamar Sena pak?." ucap Sena memberitahu bapaknya.
"Wah benar begitu nduk? ini kabar baik namanya nduk." Ucap pak Agung tersenyum, Sena menanggapinya dengan tersenyum.
ΩΩΩΩ
Seminggu telah berlalu, acara lamaran pun tiba. Acara yang begitu sederhana yang hanya dihadiri oleh dua keluarga.
"Akhirnya kita bertemu juga ya pak?" ucap pak Rudi pada pak Agung. Mereka sebelumnya memang belum mengenal dekat, hanya sebatas tau nama saja. Karena memang rumah mereka yang berbeda desa.
"iya pak, kami senang bisa bertemu dengan bapak, dan beginilah keadaan keluarga kami pak? Kami hanya keluarga sederhana." ucap pak Agung dengan sopan.
" Bapak tidak perlu merendah seperti itu, keluarga kami pun sama saja pak?" ucap pak Rudi tak kalah sopan.
"Monggo, diminum tehnya Pak, Bu, nak Bagas? ucap Bu Arum meletakkan teh dan juga roti.
"Terima kasih Bu." ucap Bu Rena tersenyum ramah. Sementara Sena dan Bagas hanya diam saja, mungkin karena mereka gugup.
"Jadi begini pak Agung dan Bu Arum, maksud kedatangan kami kesini yang pertama bersilaturahmi, yang kedua saya ingin melamar putri bapak, untuk anak saya Bagas." Ucap pak Rudi mengutarakan niatnya.
" Sebelumnya saya terima kasih pak, bapak sekeluarga sudah berkenan bersilaturahmi dengan keluarga kami, kami sangat senang. Dan untuk masalah lamaran bapak, biar Sena sendiri yang menjawabnya pak, kami sebagai orang tua hanya nurut saja apa kata anak?." Ucap pak Agung tersenyum.
"Jadi bagaimana nak Sena, apa kamu mau menerima lamaran dari putra saya Bagas?" tanya pak Rudi pada Sena.
"Iya pak Sena mau." Jawab Sena begitu saja, dengan sedikit keraguan di hatinya Sena akhirnya menerima lamaran Bagas.
"Alhamdulillah, ucap mereka serempak, mereka begitu bahagia. Bu Arum tidak bisa menyembunyikan rasa harunya, setetes air mata keluar dari kedua sudut matanya.
"Terima kasih untuk nak Sena yang sudah menerima lamaran putra bapak?" ucap pak Rudi, Sena yang gugup hanya tersenyum mengangguk.
"Oh iya, ini nduk sebagai pengikat hubungan Sena dengan Bagas, ibu hanya bisa memberikan ini." Ucap Bu Rena memberikan sebuah kalung yang terlihat sederhana.
"Terima kasih Bu?,” ucap Sena menerima pemberian Bu Rena.
ΩΩΩΩ
Setelah acara lamaran selesai, Sena terlihat duduk melamun di ruang tamu. Ia merasa seperti mimpi, secepat ini dilamar oleh Bagas.
"Nduk, bapak perhatikan kok melamun saja? Kenapa? Tanya pak Agung duduk disebelah putrinya.
" Eh bapak, Sena hanya bingung dengan perasaan Sena pak? Ucap Sena dengan jujur.
"Maksud kamu bagaimana nduk? Tanya pak Agung.
"Menurut bapak, ketika bapak dibohongi seseorang yang bapak percaya, sikap bapak bagaimana? Tanya Sena
"Kamu sedang tidak membicarakan nak Bagas kan nduk? Tanya pak Agung, curiga.
Membuat Sena semakin gugup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Ambar Trijasmine
selamat berkarya 🥳
2023-09-30
1
Alfan
aku udah like dan subscribe ya kak
2023-09-29
1