“Gila!!! Gue yang nggak terima. Bisa-bisanya dia bilang nggak cinta main talak. Emang dia pikir mudah jadi lo, lo udah ngorbanin masa muda lo buat ngurus rumahnya dan dia malah enak-enakan ngajak cerai.”
Melihat sahabatnya yang kebakaran jenggot sendiri, Nina malah tersenyum. Ya mau bagaimana lagi Mita memang sahabatnya sejak smp, mereka juga satu kampung. Nina anak yang pintar, ia tidak pernah absen juara kelas. Bahkan banyak guru menyayangkan keputusan Nina untuk menikah muda dan mengubur cita-citanya menjadi desain grafis. Gambarnya bagus, bahkan ia kerap mengikuti lomba desain, lomba membuat komik dan banyak yang berhubungan dengan menggambar.
“Kok malah ketawa sih, Na?!” protes Mita.
“Gimana nggak ketawa, gue yang di cerai lo yang uring-uringan.”
“Lo nggak sedih?”
“Sedih,” Jawab Nina disertai dengan helaan nafas panjang, “Tapi harus segera berakhir, aku punya Akmal dan Sasa yang harus aku jaga perasaannya. Jika ada yang terluka, pasti mereka yang paling terluka nantinya, dan aku nggak mau itu terjadi . Aku ingin membuktikan pada mereka kalaupun ayah dan ibunya tidak lagi bersama, tidak akan berpengaruh pada kehidupan mereka selanjutnya.”
Rasa bangga memiliki sahabat setegar Nina kembali membuat Mita tersenyum, “Ya Allah, gue benar-benar nggak nyangka lo bakal setegar itu. Pokoknya gue doain yang terbaik buat lo, buat anak-anak lo. Dan lo segera dapat jodoh lagi yang lebih baik segala-galanya dari mas Kamal.”
“Astagfirullah hal azim Ta, cerai resmi aja belum lo udah mikir jodoh lagi.”
“Iya dong, harus. Lo itu cantik, pinter, rajin, pinter masak, apa coba yang kurang. Emang dasar tuh suami lo yang o’on. Nggak bisa apa lihat sempurnanya istrinya. Dasar laki-laki!!!”
“Sudah ahhh jangan ngomongin dia terus, kasihan ntar tersedak.”
“Biarin, biar sekalian mati tersedak. Almarhum deh.”
“Astagfirullah hal azim, Ta!!! Nggak gitu juga kali Ta.”
“Greget banget sih gue, Na.”
“Sudah ah, gue jadi lupa kan tujuan gue ke sini buat apa.” Keluh Nina, sudah hampir siang dan seharusnya ia sudah kembali ke rumah sebelum ia lanjut menjemput anak-anaknya. Tapi memang jika sudah ngobrol dengan sahabat yang satu server selalu lupa waktu, apalagi mereka sudah jarang ketemu setelah Mita mengandung anak pertamanya.
“Memang ada tujuan lain ya? Lo butuh uang? Mas Kamal mu udah nggak ngasih nafkah?” cerocos Mita.
“Enggak Mita, bukan kayak gitu” Dengan cepat Nina mengibaskan tangannya sebelum sahabatnya itu keterusan. “Gue sebenarnya butuh kerja, apa aja yang penting gue punya pekerjaan.”
“Tuh kannnnn.”
“Tuh kan kenapa?”
“Mas Kamal mu nggak kasih nafkah. Makanya lo cari kerja.”
“Apaan sih, nggak gitu. Gue Cuma nggak mau aja tergantung terus sama mas Kamal. Lagi pula dia juga sudah nggak punya tanggungan buat membiayai hidup gue. Mas kamal Cuma punya tanggungan buat membiayai hidup anak-anak kan!”
“Iya sih. Ya udah, nanti coba gue tanya sama mas Bram pulang dari luar kota gue tanya deh. Siapa tahu di kampusnya ada lowongan apa gitu, jaga-jaga kantin nggak pa pa kan?”
“Nggak pa pa lah, gue juga tahu diri kali Ta, gue nggak punya ijasah.”
***
“Ayahhhhh,” Sasa dan Akmal berlarian keluar rumah saat mendengar suara mobil yang memasuki pagar rumah mereka yang mereka yakini itu mobil ayahnya.
Dan benar saja, pria dengan perawakan tinggi bertubuh atletis itu keluar dari mobil dengan dua paper bag di tangannya. Sudah menjadi kebiasaan pria itu setiap kembali dari kerja selalu membawa tentengan untuk kedua buah hatinya.
“Sini peluk ayah,” Kamal merentangkan kedua tangannya menyambut Sasa dan Akmal, dan dua malaikat itu berhambur ke tubuh kekarnya. Sebuah pelukan hangat dari pria yang selalu mereka rindukan. Kecupan di kening mereka secara bergantian seolah mengobati rasa rindunya.
“Bagaimana sekolahnya? Kalian nggak nakal kan di sekolah baru? Nggak ngerepotin guru kan?” tanyanya setelah melepaskan pelukannya.
“Nggak dong ayah.Akmal dapat banyak teman baru juga di sana, ada Eka, bilqis, …” tampak Akmal mengabsen teman-temannya dengan jari-jari tangannya.
“Wow banyak ya, kalau adek gimana?” tanyanya pada putri kecilnya.
“Teman Sasa juga banyak, tapi teman Sasa ada yang nakal. Kemarin Sasa nangis di sekolah. Tapi Sasa juga punya teman baru, namanya Mia. Dia baiik banget yah, ayahnya juga kerja kayak ayah, sering pergi-pergi.” Gadis kecil itu bercerita begitu antusias dengan ekspresi yang berubah-ubah seolah-olah tengah membawa lawan bicaranya masuk ke dalam ceritanya.
“Anak-anak pintar ayah.” Kamal kembali memeluk anak-anaknya tapi kali ini manik matanya tengah menelisik ke sekitar, ia tidak menemukan wanita yang sudah melahirkan dua malaikat kecilnya itu.
“Ibuk di mana?” tanyanya kemudian. Setelah kembali melepas pelukannya.
“Ibuk masak yah, ibuk kan sudah tahu kalau ayah mau pulang hari ini, makanya ibuk masak makanan kesukaan ayah.”
“Benarkan? Ya udah bagaimana kalau kita susul ibuk sekarang?”
“Siap ayah.”
Rupanya Nina sengaja tidak menyambut keluar karena ia ingin memberi kesempatan anak-anaknya untuk dekat dengan ayahnya sebelum semuanya berakhir.
“Itu ibu, ayah.” Tunjuk Akmal sambil berlari menghampiri Nina. Nina yang tengah menyiapkan makanan di atas meja makan pun tersenyum dan meletakkan baskom yang berisi opor ayam kemudian menghampiri Kamal, mencium punggung tangannya seperti yang biasa ia lakukan setiap kali suaminya itu datang, Dan mungkin ini yang terakhir. Setelah ini semuanya tidak akan sama, mungkin saat mereka bertemu nanti rasanya akan seperti dua orang asing yang hanya akan menyapa seperlunya.
“Makan dulu, mas. Nina sudah masak makanan kesukaan mas.” Ucap Nina lembut seolah-olah tidak terjadi apa-apa diantara mereka. Dengan sikap Nina yang seperti itu membuat Kamal terdiam, ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada wanita yang sebentar lagi bukan lagi istrinya itu tapi tidak bisa, ada anak-anaknya.
“Kamu tidak perlu melakukan hal ini, Na.”
“Tidak pa pa, Nina suka melakukannya. Ya sudah ayo makan, anak-anak juga belum makan tadi. Katanya nunggu ayahnya pulang.”
“Baiklah.”
Masih sama seperti hari kemarin, keluarga itu seolah baik-baik saja. Makan bersama dalam satu meja dengan di selingi canda tawa dan celotehan anak-anak yang bercerita random membuat suasana meja makan begitu hidup.
‘Salahkah bila aku berharap semua ini tidak berakhir,’ hampir saja air mata itu luluh dari kelopak mata Nina tapi dengan cepat ia menghapusnya dan ia tutup dengan senyum. Cukup lah hati dan tubuhnya yang remuk, memilih untuk mengakhiri yang seharusnya tidak perlu berakhir membuat Nina tersadar jika ia tidak cukup baik untuk menjadi istri seorang Kamal. Pria yang sudah sepuluh tahun mengisi hatinya dan mulai sekarang ia harus mampu mengosongkannya lagi.
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga yang banyak biar bisa up tiap hari
Follow akun Ig aku ya
Ig @tri.ani5249
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Hera Puspita Sari
baca cerita ini air mata nya jatuh sendiri 😭😭, nyesek banget
2024-02-10
0
Alivaaaa
nyesek rasanya 🥺
2024-01-13
0
yono PGSD Tasikmalaya
nyesekkk deh kalo jd nina
2023-12-21
0