“Anak-anak sudah tidur mas, kalau mas mau tidur dengan mereka silahkan.” Ucap Nina saat menghampiri Kamal yang tengah duduk di sofa depan tv diruang keluarga. Mendengar penuturan Nina, pria itu pun mendongakkan kepalanya dan mematikan layar ponselnya.
“Kamu sudah lama di situ?” tanyanya dan dengan cepat Nina menggelengkan kepalanya. “Kamu baik-baik saja?” tanyanya lagi.
‘Kamu sudah tahu mas jawabannya,’ batin Nina.
“Haruskah aku masih baik-baik saja mas?” Nina balik bertanya membuat Kamal ikut berdiri dan hendak menggenggam tangan Nina tapi dengan cepat Nina menarik tangannya ke belakang.
“Maaf mas, Nina mengantuk. Sebaiknya mas tidur sama anak-anak!”
“Baiklah, mas ke kamar anak-anak dulu ya.”
“Hmmm,”
Kamal pun berlalu meninggalkan Nina, tapi baru beberapa langkah ia berlalu kamal pun kembali menghentikan langkahnya dan berbaik menatap Nina yang masih terdiam di tempatnya.
“Na,”
Panggilan itu berhasil membuat Nina mendongakkan kepalanya menatap kea rah Kamal,
“Ya?”
“Kamu tahu kan kenapa aku mengajak kamu dan anak-anak ke rumah bapak ibuk?”
Nina memejamkan matanya sejenak dan menghela nafas dalam. Sebuah kenyataan begitu pahit saat pria di hadapannya begitu mantap dengan keputusannya sedangkan ia masih berharap semua tidak akan berakhir secepat ini.
“Nina tahu mas,”
“Baguslah!”
Setelah mengatakan hal itu, Kamal benar-benar berlalu meninggalkan Nina. Tidak ada yang lebih menyakitkan dibandingkan saat ia tidak di butuhkan lagi oleh seseorang yang begitu ia harapkan.
Air mata Nina tidak mampu terbendung, tapi ia hanya bisa menangis dalam diam. Bahkan ia tidak mau angina pun tahu kalau saat ini ia tengah menangis. Jika pun boleh memilih, mungkin di sabet pedang jauh lebih baik di banding ini.
***
Sepanjang perjalanan menuju ke Desa, Sasa dan Akmal tidak hentinya berceloteh. Mereka menyanyi riang dan sesekali mereka menanyakan hal-hal yang mereka lihat di jalan.
Ini bukan pertama kalinya mereka pulang ke desa, tapi biasanya Kamal mengajak keluarganya pulang ke desa hanya satu tahun sekali saat lebaran. Jadi meskipun ini hanya libur dua hari, menurut Sasa dan Akmal adalah liburan yang menyenangkan karena bisa pergi ke desa. Mereka bisa bermain di sawah bersama mbah kakungnya, atau bermain kelereng bersama keponakannya, anak-anak adiknya Kamal.
Setelah menempuh perjalanan selama empat jam, akhirnya mereka sampai juga di desa, kedatangan mereka langsung di sambut keluarga besar Kamal. Adik-adik Kamal sengaja berkumpul di rumah orang tuanya karena mendengar Kamal akan pulang dengan Nina dan anak-anaknya juga.
Anak-anak juga langsung bermain bersama, sedangkan para orang tua tengah asyik mengobrol setelah menikmati jamuan makan yang sudah di siapkan oleh bu Sarmi, ibunya Kamal. Hingga akhirnya Nina berpamitan untuk mengeluarkan oleh-oleh yang sudah ia siapkan dari kota. Seperti sudah menjadi tradisi, saat ia datang dari kota selalu membawakan buah tangan.
Nina mengeluarkan oleh-oleh dari bagasi belakang di bantu Lastri, adik perempuan Kamal yang seumuran dengan Nina.
“Anak-anak libur panjang ya mbak, tumben mas Kamal ngajak liburan ke sini?”
“Nggak kok Las, besok juga sudah kembali ke kota.”
“Kenapa mbak, sebentar banget?”
“Nggak pa pa. Kan hari senin anak-anak juga sudah masuk sekolah Las.”
“Bolos dulu aja lah mbak, kasihan anak-anak pasti mereka juga capek.”
‘Sebenarnya aku juga pengen tinggal lama, tapi semuanya sudah beda Lastri,’ Nina sadar, kedatangannya ke rumah itu bukan untuk tujuan liburan tapi mungkin setelah ini semuanya akan berbeda, ia tidak akan bisa sedekat ini lagi dengan keluarga ini. Keluarga yang sudah menjadi tempat ternyaman nya selain keluarga kandungnya.
“Sudah keluar semua Las, kita bawa masuk ya.” Nina memilih mengalihkan pembicaraan. Setelah menutup kembali bagasi mobilnya, Nina dan Lastri berjalan beriringan masuk ke dalam rumah.
Tapi baru saja sampai di ambang pintu langkah mereka terhenti begitu juga dengan canda tawa mereka bersamaan dengan tatapan berbeda dari orang-orang yang ada di dalam rumah itu, ibuk, bapak, suami Lastri, adik laki-laki Kamal dan istrinya.
“Ada apa, Buk?” tanya lastri.
Bukannya menjawab pertanyaan Lastri, bu Sarmi malah berdiri dari duduknya dan menghampiri Nina, ia menggenggam erat tangan Nina .
“Ada apa buk?” tanya Nina dengan suara rendah.
“Apa itu benar, Nduk?” tanya bu Sarmi membuat Nina menoleh ke arah Kamal dan pria itu menganggukkan kepalanya,
“Apa benar kalian mau pisah?” pertanyaan bu Sarmi berhasil membuat tangannya bergetar.
‘Secepat ini? Apa iya akan secepat ini?’ Nina masih kembali menatap kea rah Kamal , ia tidak menyangka pria itu akan sangat tidak sabar seperti ini. Bibir Nina bahkan bergetar saat ia akan berucap , ia memilih menganggukkan kepalanya saja dari pada menjawabnya. Ia takut saat ia bicara ia tidak akan bisa menahan air matanya lagi.
“Kenapa, nduk? Apa ini ulah Kamal?” tanya bu Sarmi lagi memastikan, wanita tua itu bahkan sekarang sudah mengeluarkan air matanya, bahkan semua wanita yang ada di sana. Nina sebenarnya ingin tidak menangis, tapi tangis wanita tua itu membuatnya tak mampu menahan lagi air matanya yang hendak jatuh.
Beruntung anak-anak sedang pergi ke sawah untuk mencari kecebong.
“Ini sudah kesepakatan bersama antara Kamal dan Nina bu,
Hubungan pernikahan kita sudah tidak bisa di pertahankan lagi, iya kan Na?” ucap kamal membuat Nina menatap ke arahnya untuk ke sekian kalinya.
Ingin sekali ia berteriak dan mengatakan jika itu tidak benar, ia masih ingin mempertahankan pernikahannya, bahkan ingin selamanya berada di dalam hubungan pernikahan dengan Kamal. Tapi kenyataan bahwa pria yang ia inginkan menemani hidupnya itu memilih menyerah dan mengakhiri semuanya membuat mulutnya bungkam.
“Iya ibu.” Sebuah kata singkat dari Nina membuat tangis semakin pecah, bahkan pak Dipo pun tidak mampu menahan air matanya agar tidak jatuh. Bu Sarmi pun langsung memeluk Nina.
“Maafkan anak ibuk ya nduk, maaf.” Bu Sarmi tampak begitu terpukul dengan keputusan putra sulungnya itu.
“Bukan salah mas Kamal , buk!”
“kamu anak baik, nduk. Insyaallah nanti hidupmu akan bahagia meskipun tidak bersama putra ibuk.”
“Aamiin buk.”
***
Malam semakin larut, Nina masih setia di balkon rumah lantai dua itu. Tampak anak-anaknya sudah terlelap di tempat tidur, sedangkan Kamal. Ia tidak melihat pria itu sedari petang, mungkin ia sedang berkunjung ke rumah teman-temannya.
Kamar ini saat ini mulai terasa begitu asing, biasanya saat pulang seperti ini kamar ini begitu berisik dengan canda tawanya dengan anak-anak juga Kamal. Tapi mala mini terasa sepi tanpa kamal. Mungkin setelah ini saat ia berkunjung lagi nanti, kamar ini bukan lagi menjadi miliknya. Mungkin nanti akan menjadi kamar Kamal dengan istri atau keluarganya yang baru.
JIka memikirkan hal itu, rasanya kembali sakit. Sangat sakit, miris rasanya saat ia datang lagi nanti bukan sebagai menantu rumah itu melainkan tamu. Akankah sambutan mereka masih sama seperti yang mereka lakukan tadi dan selama ini, selama ia menjadi istri dari putra pertama rumah ini?
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga yang banyak biar bisa up tiap hari
Follow akun Ig aku ya
Ig @tri.ani5249
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Hera Puspita Sari
😭😭😭😭😭😭
2024-02-10
0
Fhebrie
kamal egois
2024-01-22
0
Alivaaaa
😭😭😭
2024-01-13
0