bab 4

Pukul 4 pagi, Abimayu bangun dari tidurnya. Dia ingin melaksanakan kewajaibannya sebagai seorang muslim. Saat dia bangun, pertama kali dia melihat ada seorang wanita yang tidur di sampinya. Bukannya senang, tapi dia menghela nafasnya dengan berat.

Abimayu turun dari ranjang dan pergi membersihkan diri ke kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi, dia menghidupkan lampu yang ada di kamar mereka karena dia ingin suasana terang saat sedang shalat.

Di saat lampu sudah menyala, Abimayu mengarahkan kembali pandangannya ke arah istrinya yang tidur di atas ranjang. Dia melihat wajah itu dengan lekat karena dia sama sekali belum pernah berkenalan dengan sang istri. Semakin lama melihat bola matanya semakin lebar terbuka. Dia pernah bertemu dengan Ana sebelumnya dan mengingat kejadian saat dia menandak mobil seseorang di pinggir jalan.

Abimayu memicit keningnya dengan pelan. Dia tidak menyangka bahwa wanita itu yang menjadi istrinya saat ini.

Setelah pagi tiba, Ana telah bangun dan membersihkan dirinya. Di kamar mereka masih terlihat Abimayu yang duduk di sofa kamar sedang memainkan ponselnya. Sejak Ana bangun, Abimayu tidak mengatakan sepatah kata pun kepada Ana, dan Ana merasa sedikit takut karena dia menyadari mungkin Abimayu telah mengenal siapa dia.

"Mas..." panggil Ana kepada Abimayu dengan suara sedikit pelan.

Abimayu mengalihkan pandangannya ke arah Ana dan melihat Ana telah selesai bersiap dengan menggunakan pakaian yang membuat Abimayu sedikit kesal.

"Apa pakaianmu tidak ada yang lebih bagus dari situ?" tanya Abimayu dengan sinis.

"Memangnya kenapa dengan pakaian-ku?"

"Lihat saja sendiri bayanganmu di depan kaca!"

Abimayu akhirnya memutuskan untuk keluar dari dalam kamar karena tidak tidak ingin melihat Ana lagi.

...----------------...

Setelah seminggu duduk di rumah orang tua Ana, Abimayu memutuskan untuk membawa Ana pindah ke rumah miliknya. Karena ia juga tidak bisa terlalu lama meninggalkan perusahaan.

Ia sudah memberitahu kepada Ana, bahwa mereka akan pindah dari rumah Ana sekarang, tapi Ana belum setuju. Ia masih ingin tinggal bersama orang tuanya. Jika mereka pindah, Inilah pertama kali ia hidup berpisah dengan orang tuanya.

"Memangnya harus tinggal di sana ya?" tanya Ana ketika Abimayu mengajak ia untuk pindah rumah.

"Ya, karena saya harus bekerja, jadi kita harus pindah secepatnya," jawab Abimayu tegas. "Jarak dari sini ke perusahaan itu lumayan jauh, akan memakan waktu yang lama di perjalanan kalau kita harus tinggal disini."

"Tapi Mas... ," Ana ingin membantah lagi dan langsung dipotong oleh Abimayu.

"Ana, kamu harus ingat! Seorang istri harus mengikut apa kata suami. Kalau kamu tidak mau, biar aku saja yang akan pindah dan kalau ada waktu, aku akan pulang melihatmu."

Ana tidak setuju kalau ia harus berpisah dari Abimayu, tapi ia juga belum bisa kalau harus tinggal berdua saja. Ia sangat malas jika harus menyelesaikan yang namanya pekerjaan rumah. Kalau mereka tinggal di rumah orang tuanya, semua pekerjaan bisa dilakukan oleh pelayan.

Saat makan malam bersama, Abimayu menyampaikan niatnya untuk membawa Ana pindah kepada orang tuanya, meskipun Ana masih belum setuju. Ardi dan Kiran tidak keberatan, mereka mengerti kalau Abimayu harus bekerja mengurus perusahaannya.

"Papa dan Mama tidak keberatan kalau itu sudah keputusan yang kalian ambil. Kami paham, kalau Nak Abi harus mengurus perusahaan." Ardi berkata dengan hati-hati, karena ia tidak ingin menambah kesal putrinya yang sejak Abimayu mengatakan niatnya akan pindah, Ana sudah memperlihatkan wajah masamnya.

"Terima kasih, Pa, Ma. Saya minta maaf kalau terlalu cepat membawa Ana untuk meninggalkan rumah ini."

Bunyi sentuhan sendok terdengar sangat kuat dari arah piring Ana. Ia terlihat sangat kesal ketika orang tuanya menyetujui rencana kepindahan mereka tanpa adanya penolakan sedikit pun.

Ardi dan Kiran saling pandang satu sama lain melihat kelakuan sang anak.

"Ana, makannya yang bagus! Kenapa harus membuat bunyi begitu?" Kiran malu kepada Abimayu melihat kelakuan putrinya.

Abimayu lebih dulu menghabiskan makannya, lalu pergi meninggalkan ruang makan terlebih dahulu. Ana tidak ingin menyusul dengan cepat, tidak seperti biasanya. Ia ingin protes dulu kepada orang tuanya yang sudah mengizinkan mereka untuk pindah dari rumah ini.

Dengan wajah yang masam Ana melihat ke dua orang tuanya.

"Kenapa Papa dan Mama mengizinkan?" Ana langsung bertanya setelah Abimayu pergi.

"Ana, kamu tidak boleh begitu. Sekarang, kamu sudah menikah, dan kamu sudah menjadi tanggung jawab suamimu," ucap Kiran perlahan.

"Oh. Papa dan Mama sengaja menjodohkan Aku dengan Mas Abi karena tidak ingin menanggung hidup aku lagi?"

Ana sudah salah paham dengan apa yang disampaikan oleh papanya.

"Bukan begitu Ana." Kiran cepat membantah ucapan Ana. Kalau tidak diluruskan, bisa-bisa kesalah pahaman ini akan menjadi tidak berujung. Ia sangat paham bagaimana pola fikir putrinya yang manja ini.

"Bukan sayang, jika sudah menikah, seorang istri yang baik adalah yang patuh pada suaminya. Begitu juga sebaliknya, suami yang baik, yang bertanggung jawab kepada istrrinya. Sekarang kamu dan Abimayu sudah menjadi sepasang suami dan istri, jadi kamu harus patuh dengannya selagi apa yang ia lakukan itu tidak salah. Kamu juga harus mengerti, dia punya pekerjaan yang harus ia selesaikan. Dia juga memilih mengajak pindah karena itu lebih baik. Jarak dari rumah kita ke perusahaan lumayan jauh, lebih baik jika kalian tinggal dekat dengan tempat ia bekerja, supaya ia tidak lelah. Butik kamu juga dekat dengan daerah di situ. Mama dulu juga begitu, ikut Papa kemana saja dia bawa. Karena Mama tahu, kalau Mama sudah menjadi tanggung jawabnya Papa."

"Tapi, Ma. Siapa nanti yang akan mengurus rumah? Aku tidak suka kalau harus bekerja mengurus rumah. Kalau di sini ada pelayan yang mengerjakan".

Kiran merasa sedih mendengar pernyataan dari anaknya. Salah mereka juga, terlalu memanjakan Ana sejak dari kecil. Sekarang, putri mereka tidak bisa melakukan apapun tanpa dibantu oleh pelayan.

"Kamu harus belajar sedikit demi sedikit, dan tidak boleh malas."

Ardi hanya duduk diam mendengarkan perdebatan antara anak dan istrinya itu. Ia membiarkan sang istri yang bicara karena ini adalah masalah kaum wanita, dan menurutnya hanya sesama wanita yang bisa mengerti bagaimana keadaannya.

"Ternyata tidak semudah yang dibayangkan," ucap Ana sambil menghela nafas. Ia berfikir setelah menikah ia bisa tetap tinggal bersama orang tuanya selamnya, tapi ternyata dalam hitungan hari setelah menikah, ia sudah harus pergi dari rumah orang tuanya.

"Kamu jangan sedih sayang! Kamu masih boleh datang ke sini kapan pun kamu mau. Ini tetap akan jadi rumah kamu juga," ucap kiran menenangkan putrinya.

Ana masih diam di tempat duduknya demgan wajah yang masih sedikit kesal.

Terpopuler

Comments

Yeni Rahman

Yeni Rahman

benar syekali kata author tu.. kalau modelan begitu, pasti rumah tangga damaaaaaaiiiiii😊

2023-08-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!