Berlatih
panahan selalu membuatnya senang. Membidik dengan konsentrasi penuh, begitu
anak panah itu melesat ia merasakan perasaan yang sulit untuk digambarkan. Bagi
nya panah dan busur sudah seperti jiwa dan raga yang tak bisa dipisahkan,
keduanya saling membutuhkan. Mungkin hari ini ia cukupkan berlatih panah, dan
mulai berkemas untuk pulang. Ia mengenakan baju siswi sekolah ini pada umumnya,
ia mengenakan baju putih dengan kain tipis berenda di lengan dan bawah
pinggangnya, ia tak mengenakan penutup kepala atau kain untuk mengikat dahi
nya, ia biarkan rambut panjangnya tergerai ke belakang dan anak rambut tak ia
biarkan menjadi poni. Sebagai penutup bagian bawah, ia mengenakan celana pendek
namun dibalut dengan kain bermotif indah yang membelah sampai bagian sedikit
paha nya sehingga memudahkan ia dalam bergerak namun ia tak membiarkan mata lalat
liar berontak, apalagi kulitnya yang kuning bersih dan wajahnya yang ayu. Asrama
putri ini sudah seperti rumah baginya, meski ia sendiri masih sensitif tentang
rumah dan kampung halaman. Ia masih tinggal di sekitaran kota Manggayu bersama
kerabat dekatnya yang mau menampungnya selama belasan tahun terakhir dan
membiayai segala kebutuhan dan keinginannya. “Sudah mau libur ya?” dia bergumam
sendirian menatap target panahan yang sudah tidak berbentuk akibat sering
dihujani panah olehnya. Dia menarik napas, dan memutuskan untuk kembali ke
asrama putri.
Sesampainya ia di asrama putri, dia
mendengar rumor jika ada yang akan mengadakan duel di arena latihan sore ini.
Ia sangat tidak tertarik dengan duel yang dilakukan laki-laki dari jurusan
pedang, dia punya urusannya sendiri: berbenah. Namun ada hal yang membuat ia
tertarik dengan duel nanti sore itu.
“Aku
dengar Barok putra dari Macan Kuning pemimpin Kota Manggayu dan Sekolah Pedang
ini akan berduel dengan siswa jurusan pedang tingkat pertama”
“Kau
bohong, kau tidak tahu deretan prestasi dalam berpedang si Barok itu?”
“Oleh
karena itu, aku sangat tertarik dengan duel kali ini. Dan aku juga ingin
melihat rambut indah panjang Barok itu, dan tubuh tegap nya seperti bisa
melindungi mu dari apapun” ucap seorang dari temannya dengan penuh semangat
mendeskripsikan Barok yang akan menjadi lawan duel Erlangga. “Asih, kau mau
ikut melihat mereka berduel tidak?” Kini Asih merasa tertarik dengan duel yang
diceritakan oleh teman sejurusan nya itu. Dia penasaran, akan seperti apa duel
itu berjalan dan akan seperti apa berakhir? Seseorang yang berprestasi seperti
Barok mau berduel dengan orang yang entah siapa tadi namanya? Erlangga? Ah,
tidak pernah dengar. Asih berpikir jika duel ini sepertinya akan berat sebelah,
namun justru itu yang membuat ia tertarik untuk melihat. Perlawanan seperti apa
yang seseorang bernama Erlangga ini lakukan?
“Sepertinya
kau sibuk ingin segera berbenah ya?”
“Tidak,
aku ikut”
***
Kabar jika duel antara Erlangga dan
Putra Macan Kuning Barok sore ini tersebar luas. Beberapa siswa menanggapinya
dengan penuh semangat ingin melihat duel itu, dan tak sedikit dari mereka yang
tidak peduli dengan duel itu “Duel antar murid? Satunya berprestasi dalam
materi dan satunya berprestasi dalam praktek? Tidak, aku tidak tertarik. Dan
lebih lagi murid dari tingkat satu? Ah, yang benar saja, itu hanya
membuang-buang waktu”
“Lumayan,
hiburan sebelum libur semester”
“Aku
tak lulus ujian kemarin, sebagai gantinya Master memberi ku banyak tugas dan
hal yang perlu aku lakukan sampai aku tak ada waktu untuk bermain ke ruang
kesenian, padahal sebentar lagi ada pementasan. Ah apa? Apa aku akan menonton
duel itu atau tidak? Kau bercanda! Tentu saja tidak! Aku sibuk!”
“Erlangga
itu memang di kelas jagonya soal materi, apalagi pelajaran sejarah dan aliran
pedang, tidak ada yang berani membantah argumennya yang kuat itu. Akan menarik
jika melihat dia beradu pedang dengan si Barok itu”
“Barok
sedari kecil sudah berprestasi dalam berpedang, dia sering memenangkan lomba.
Ayah Barok yakni Macan Kuning sepertinya mendorong Barok untuk menjadi pendekar
pedang yang hebat. Aku penasaran teknik berpedang nya, pasti sangat
mengagumkan”
“Aku
tidak ingin melihat pertandingan yang berat sebelah seperti itu, sudah tentu
hasilnya bagaimana”
Banyak reaksi-reaksi dari para siswa
setelah mendengar duel antara siswa yang berprestasi dalam materi yaitu
Erlangga dengan siswa yang berprestasi dalam praktek ilmu pedang yakni Barok.
Namun, semua siswa agaknya setuju dengan satu hal: pertandingan ini akan berat
sebelah. Namun biar begitu, di arena berlatih ini, di bagian bangku penonton
yang terbuat dari beton yang dibuat memutar itu tak terlalu sepi. Masih banyak
dari mereka yang ingin menonton duel ini.
“Heh,
apa para Master tahu dengan duel ini?”
“Sudah
tentu, para penjaga saja tahu apalagi para Master. Mungkin mereka tidak mau
turut campur dan menganggap duel anak-anak”
“Benar
juga”
Bising
di bangku penonton sebelum duel di mulai sudah biasa, membicarakan potensi dari
masing-masing jagoan yang didukung. Jaka hanya menghela napas, berkali-kali ia
menghela napas, duduk di bangku penonton dengan pakaian lengkap nya, bahkan dia
membawa pedang dan perisai nya. Banyak dari penonton yang demikian, mungkin
sama seperti Jaka yang baru saja latihan, atau baru saja praktek di hutan atau
entahlah. Namun tak sedikit siswa yang mengenakan pakaian santai, namun siswa
laki-laki tidak ada yang berani bertelanjang dada, sudah menjadi aturan sekolah
laki-laki di sini tidak ada yang boleh bertelanjang dada. Sudah dia peringatkan
Erlangga jika dia sebaiknya membatalkan duel itu. Erlangga mana mau membatalkan
duel ini “Aku akan malu sampai lulus, kau tahu” begitu katanya.
“Kau
dekat dengan siswa tingkat satu itu kan, Jaka”
“Yah,
dia kerabat jauh ku.”
“Seperti
apa dia?”
“Seperti
apa dia?” Jaka mengulang pertanyaan teman sekelasnya dan menimbang akan
menjawab apa, namun penonton semakin bersorak tatkala Erlangga dan Barok sudah
masuk ke gelanggang arena.
“Perhatian semua yang ada di sini!”
ucap Barok dengan tubuhnya yang tinggi tegap itu, suaranya menghilangkan bising
di bangku penonton “Duel ini dilakukan tanpa ajian, tanpa energi aji,
menggunakan pedang kayu, dan bukan duel sampai mati” karena duel menggunakan
ajian atau energi aji apalagi duel sampai mati sangat dilarang di sekolah ini. Menggunakan
pedang kayu yang sama persis dengan pedang asli, dari berat dan genggaman.
Namun tentu saja pedang kayu tidak diciptakan dengan ketajaman yang sama,
justru pedang kayu diciptakan tumpul karena digunakan sebagai latihan.
Semuanya hening, Barok mengambil
kuda-kuda dengan aliran pedang satunya yang lebih besar dan berat dari pedang
milik Erlangga. Erlangga pun mengambil kuda-kuda, teknik pedang cepat belum
benar ia kuasai. Oleh karena itu debar jantung Erlangga semakin kencang sejak
tadi. Apalagi jika ia mengingat lawannya bukan pemula seperti dirinya. “Kau
takut?” ucap Barok untuk memprovokasi Erlangga, Erlangga mencoba mengatur napas
agar lebih fokus, sedikit membetulkan ikat kepala dari kain hitam nya dan
tersenyum kecil “Tidak juga”. Mendengar itu Barok merasa kesal dan geram, dia
menderap maju dan Erlangga pun maju.
Erlangga menderap zig-zag untuk
mengecoh agar pergerakannya tidak terbaca, Barok memperhatikan sembari
memutuskan serangan. Erlangga bergerak ke arah Barok dan menusukkan pedang
kayunya ke arah pinggang barok yang langsung menangkis serangan Erlangga
PLETAKK! Suara kayu beradu. Kesempatan! Barok memegang pedang kayunya dengan
dua tangan dan bersiap menebas nya ke bawah, mengincar leher Erlangga dari atas
dengan posisi Erlangga yang lebih rendah darinya, ini sangat menguntungkannya.
Namun Erlangga dengan cepat melompat dan posisi dia menjadi lebih tinggi dari
Barok. Barok terkejut dengan reflek Erlangga yang cepat, Erlangga memutar
tubuhnya di udara dan dia kerahkan tendangan yang mengarah langsung ke arah
wajah barok. Tendangan itu berhasil ditangkis dengan lengan Barok tidak
terlalu berat, tapi sial sekali kecepatannya itu. Sadar jika kedua serangan
yang ia lancarkan gagal, dia menggunakan bahu barok sebagai bahan pijakan dan
melompat sejauh nya untuk mundur kemudian memutar tubuhnya dengan gaya
akrobatik agar mendarat dengan aman. Erlangga merasa jika latihan menghindari
bola api, lemparan perisai, tusukan pedang, dan pukulan Jaka yang keras itu
membantu nya agar tubuhnya terasa lebih ringan dan reflek nya semakin bagus. Aku
masih ingat panas api Jaka dan bagaimana dia memukul ku tanpa ampun dia
memegangi pipi dan merinding jika mengingatnya.
“BAGUS ERLANGGA!!! TERUSKAN!” dan
suara teriak berisik itu adalah Jaka yang langsung mengalahkan riuh penonton hentikan,
kau membuatku malu, dasar! Seru-seruan kembali terdengar, sebagian
mendukung Barok sebagian mulai mendukung Erlangga karena berhasil memberikan
perlawanan yang menarik meski serangannya berhasil ditangkis, namun mereka
setuju jika gerakan Erlangga yang cepat dan tepat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments