Sekolah Para Petarung (2)

“Ini bencana, aku tidak bisa mengikuti pelajaran” Erlangga mulai frustrasi, tak ada

pelajaran yang ia bisa ikuti. Baik sejarah pedang, teknik pedang, aliran

pedang, dan banyak pelajaran lain yang tak bisa ia ikuti. Jaka hanya tersenyum

melihat Erlangga dengan wajah kusut nya. Jaka tiga tingkat diatas Erlangga,

jadi dia adalah senior Erlangga. Mereka sering bertemu dan mengobrol

(Sebenarnya lebih banyak diisi oleh keluhan Erlangga tentang semua pelajaran

hari ini) ketika istirahat. Di bawah pohon rindang yang masih dalam lingkungan

sekolah, belakang aula dan dekat dengan pos jaga dan asrama putra.

“Aku rasa kau harus mulai belajar Erlangga. Perpustakaan di sini menyajikan buku

yang cukup lengkap. Kau bisa mulai dari awal tentang ilmu pedang mulai dari

sejarah dan sebagainya. Dan untuk tubuhmu yang masih belum terlatih, aku bisa

mengawasi latihan mu”

“Aku kira aku akan langsung bisa menyesuaikan begitu masuk, tapi ternyata tidak. Aku

sering ditertawakan karena membuat gerakan yang aneh dalam praktek menggunakan

pedang”

“Bukankah itu wajar? Orang yang belum lama memegang pedang seperti mu dan langsung mahir,

bukankah itu justru aneh? Kebanyakan siswa di sekolah ini sudah mendapatkan

sedikit bekal sebelum masuk sekolah pedang. Sedangkan kau benar-benar pemula

dalam bermain pedang, ingatlah apa tujuanmu” selanjutnya Jaka hanya menepuk

tiga kali “Aku harus menemui Master Guru Kliwon” ucapnya sambil berlalu

melambai tanpa menengok lagi.

Erlangga melihat Jaka pergi menjauh, kemudian Jaka ditelan oleh arus siswa yang berlalu

lalang di jam istirahat dengan segala obrolan mereka. Erlangga mengira dia

memang harus mulai belajar, dari awal. Jika niatnya kembali ke dunia nya, maka

jalan ini lah satu-satunya (yang dia tahu) yang dapat ia tempuh. Erlangga

bangkit penuh semangat dan berjalan ke arah perpustakaan.

Perpustakaan di sekolah pedang ini tidak jauh berbeda dengan perpustakaan di dunia Erlangga,

hanya saja terlihat lebih kuno. Suasana perpustakaan begitu tenang, kontras

dengan lorong-lorong penuh dengan obrolan siswa. Para siswa yang membaca atau

mengerjakan tugas duduk di bangku dengan meja panjang yang tersusun rapi.

Rak-rak buku dipenuhi buku-buku dengan berbagai judul, mulai dari ilmu alam,

ilmu sosial, ilmu kesehatan, batin, juga buku-buku bela diri mengenai seni

bermain pedang, panahan atau tombak dan buku umum lainnya. Erlangga mengambil

acak buku di perpustakaan. Buku itu terbuat dari kertas coklat, buku itu

disatukan menggunakan benang-benang dan dilapisi kulit entah itu sapi atau

domba, banyak dari buku di perpustakaan ini yang berbentuk seperti ini. Buku

yang Erlangga pegang adalah “Teknik Pedang Cepat” oleh seseorang bernama Kiroi.

Erlangga memutuskan mengambil beberapa buku lain selain buku yang ia pegang tadi

diantaranya “Berpedang Adalah Penyatuan Jiwa dan Raga” oleh Dharma, “Aliran

Dalam Berpedang” oleh Empu Wulad, “Sejarah Ilmu Beladiri Pedang” oleh Naratawam

dan “Pedang Adalah Pikiran” oleh Dharma. Tidak terasa, Erlangga sudah harus

kembali untuk mengikuti kelas berikutnya dengan Master Kliwon. Erlangga berniat

meminjam semua buku-buku itu dan buru-buru untuk masuk ke kelas. Saking

asyiknya dia membaca buku, seperti dia dibawa kabur dan ditelan oleh kata-kata

penulis, Erlangga tidak memperhatikan sekitar dan akhirnya dia ditabrak begitu

saja oleh seseorang dari belakang sehingga dia tersungkur bukan karena tubuhnya

seringan ranting kayu, tapi lebih karena dia terkejut dan semua bukunya

berhamburan ke lantai kayu perpustakaan “Pakai matamu!” ucap si penabrak dengan

dingin, lalu berlalu begitu saja, rambutnya panjang dan mengenakan ikat kepala

kain bermotif merak, tubuhnya tinggi tegap seperti Jaka namun lebih ramping

dari Jaka. Dia berjalan dengan angkuhnya menyusuri perpustakaan dan keluar dari

perpustakaan. Erlangga tidak memperpanjang itu dan lebih memilih memunguti

buku-buku yang berhamburan. Jaka pernah berpesan “Usahakan menghindari segala

permasalahan”.

“Pedang yang tidak dilapisi energi aji, atau ajian jauh lebih lemah dibandingkan pedang

yang dilapisi energi aji atau ajian” dan kelas Master Kliwon pun dimulai.

Erlangga memperhatikan dengan lebih baik, dia tidak ingin terus-terusan

merasakan beban yang begitu berat setiap kali dia memasuki pintu kelas. “Akan

aku contoh kan dengan pisau kecil ini” dia memperlihatkan pisau kecil yang

biasa digunakan untuk mengiris buah, siswa memperhatikan dengan seksama demo

yang sedang dilakukan Master Kliwon. Tubuh penuh otot itu dengan gesit

mempersiapkan demo nya di depan kelas “Aku akan coba mengiris batu ini dengan

pisau” ucapnya, garis wajahnya tegas, kulitnya sawo matang dengan rambut pendek

yang ia sisir rapi. Umurnya mungkin berkisar tiga puluh an. “Lihat? Pisau ini

tidak bisa mengiris batu… namun! Apa yang terjadi jika aku alirkan energi aji ku

pada pisau kecil ini?” suaranya berat memenuhi kelas yang sunyi memperhatikan.

Dari tangannya mengalir energi aji yang dia bicarakan, berwarna hijau gelap

berkobar layaknya api namun Master Kliwon tidak merasa kepanasan. Kemudian

energi aji mengalir dan membungkus pisau kecil seluruhnya. Semua siswa menahan

napas, penasaran apa yang terjadi selanjutnya “Perhatikan!” Master Kliwon

kemudian mengiris batu dengan mudahnya, seperti mengiris buah apel atau mangga.

Semua siswa terkesima, walaupun beberapa siswa mungkin sudah melihat praktek

energi aji, namun tetap saja praktek penggunaan energi aji selalu menarik

dilihat. “Energi aji bisa memperkuat senjata, serangan fisik seperti tinju dan

tendangan, dan beberapa ajian menggunakan energi aji sebagai pendukung kekuatan

tubuhnya. Entah itu bergerak lebih cepat, terbang, melesat dan lain sebagainya.

Kalian harus mempelajari energi aji, ajian yang sesuai dengan gaya bertarung

kalian, agar kesempatan kalian dalam memenangkan pertarungan meningkat. Ada

yang ingin bertanya?”

***

Begitulah kelas Master Kliwon berakhir dengan banyak daftar hal yang harus dilakukan

Erlangga. Pertama, dia sampai sekarang belum juga memutuskan akan menggunakan

aliran pedang yang mana dan seperti apa. Kedua, dia perlu belajar mengenai

energi aji lebih banyak lagi. Kelas Master Guru Kliwon tidak cukup untuknya,

dia membutuhkan penjabaran mengenai energi aji lebih banyak lagi. Begitulah

hari-hari Erlangga di sekolah pedang. Setiap menerima pelajaran, dia akan

selalu mengulangi pelajaran yang dia terima, memahami kembali dan membaca ulang

catatan-catatan yang ia buat selama mengikuti kelas. Dari situ dia belajar lagi

lebih dalam, Erlangga yakin yang disampaikan para Master nya hanyalah kulit nya

saja, Erlangga harus masuk sampai ke inti nya. Dia sekarang sudah menjadi

langganan perpustakaan. Kemudian, dia sering meminta Jaka untuk mengawasi dia

berlatih menggunakan pedang.

“Aku sudah menguasai satu ajian” ucap Erlangga

“Dari mana kau belajar?” Jaka selalu tertarik melihat perkembangan Erlangga beberapa

minggu terakhir, Erlangga bukan lagi siswa yang merengek tidak bisa mengikuti

pelajaran seperti tiga bulan lalu. Mereka memutuskan berlatih di luar

lingkungan sekolah, di pohon rindang dengan akar dahan yang menjulur ke bawah

dekat danau.

“Aku awalnya belajar dari buku-buku, namun juga aku bertanya pada beberapa Master”

“Ajian seperti apa?”

“Ajian yang memungkinkan aku untuk menciptakan dan mengendalikan listrik, namun aku

masih terbatas pada kekuatan listrik yang dihasilkan dan bentuk yang aku buat.

Master Kliwon bilang, aku masih belum cukup mahir mengontrol energi aji yang

aku punya” kemudian Erlangga mengangkat tangannya, gemeretuk listrik terdengar.

“Aku harus sering berlatih”

“Mau kau apakan ajian listrik mu dalam pertarungan?”

“Aku ingin melapisi pedang ku dengan ajian listrik agar lebih kuat”

“Menarik, kau mau mencobanya sekarang?” Jaka mengangkat perisai nya yang terbuat dari

logam kokoh dan pedangnya yang lebih besar daripada pedang yang digunakan

Erlangga. “Aku akan menggunakan ajian api dalam latihan kali ini, bersiaplah!”

“Wah curang!”

Mereka bersiap-siap dan memasang kuda-kuda dan mengambil jarak sehingga kini mereka

berjauhan tiga batang tombak. “Majulah!” teriak Jaka. Tanpa disuruh lagi

Erlangga mencabut pedangnya dan langsung melapisi pedangnya dengan ajian

listrik, pedang nya mengeluarkan kilat listrik biru menyala yang jika digunakan

untuk menebas batu besar, dipastikan batu besar itu akan terbelah. “Aku maju!”

teriak Erlanggga. Erlangga menebas dari arah samping, namun terbaca dengan

mudah oleh Jaka yang langsung menangkis nya dengan perisai nya yang masih polos

belum dilapisi ajian ataupun energi aji. “Seperti biasa, pertahanan mu sulit

ditembus” Jaka tidak memperdulikan, dia bersiap untuk menyerang.

“Jangan alihkan fokus mu”

“Ap-“ Erlangga reflek menarik diri dan melompat dua batang tombak, perisai Jaka

terbakar api merah menyalah, Jaka menggunakan ajian apinya untuk melapisi

perisai. Lidah api menjilat-jilat di perisai nya, kini Jaka tak ubahnya dari

menggunakan perisai api yang panas. Jaka mengayunkan perisai nya dan terlempar

lah dua bola api yang langsung mengarah ke arah Erlangga. Reflek Erlangga masih

bagus, dia berguling menghindari bola api. Tidak cukup dua, Jaka terus

mengayunkan perisai nya dan bola-bola api terus terlempar mengarah ke mana pun

Erlangga menghindar “Kau mau membakar rerumputan di sini?!”

Erlangga lari sekuat tenaga, aliran listrik di pedangnya terus menyala-nyala seperti

hendak menyambar. Erlangga terus menghindar, melompat, berguling sambil terus

menderap ke arah Jaka. Bola-bola api itu bisa dihindari Erlangga dan dia sudah

sangat dekat dengan Jaka, Erlangga melompat dan mengayunkan pedangnya ke bawah

yang langsung disambut perisai Jaka. Maka listrik dan api pun beradu, yang

terjadi selanjutnya adalah ledakan yang membuat mereka sama-sama terpental dua

batang tombak.

Tak puas, mereka sama-sama bangkit. Dengan semangat yang membara mereka sama-sama

berderap maju saling menyambut dan mengerahkan serangan. Mereka berlatih

tanding seperti itu tidak kurang tidak lebih selama tiga puluh menit, dan

berakhir dengan pedang Erlangga yang terpental karena dia sepertinya sudah

kelelahan memegang pedang, tangannya terasa kebas dan berdenyut. Sebaliknya,

Jaka masih berdiri tegak, ia mengatur napas “Kau harus lebih banyak melatih

genggaman pedang mu”.

“Aduh duh, panas!” tangannya sempat terbakar oleh panasnya ajian api Jaka dan

sekarang dia merendamkan tangannya di tepi danau. “Kau bisa membakar semua yang

ada di sini, kau tahu”

“Jika tidak pernah ada sakit dalam tiap latihan mu, kau akan canggung dalam

pertarungan sungguhan”

“Canggung?”

“Kau sulit memperkirakan kekuatan mu, kekuatan lawanmu, insting mu akan lemah, indra

mu akan tumpul. Kau akan kesulitan mengukur bajumu sendiri”

“Mengukur baju? Jangan bicara yang macam-macam, aku tidak terlalu mengerti” Jaka hanya

tersenyum kecil, mengabaikan Erlangga yang masih sibuk mendinginkan luka

bakarnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!