Sekolah Para Petarung (1)

Sudah satu minggu Erlangga terdampar di dunia yang tak ia kenal. Selama ini dia

tinggal di rumah Jaka, dan sangat beruntungnya Erlangga, orangtua Jaka menerima

Erlangga dengan baik. Mereka bilang Jaka selalu menginginkan adik laki-laki,

mengingat Jaka adalah anak tunggal mereka. Rumah keluarga Jaka cukup besar,

rumah ini berbentuk U dan dikelilingi pagar tembok. Jika dibandingkan dengan

rumah pada umumnya di desa ini, rumah Keluarga Jaka terlihat mewah. Setiap

harinya Erlangga melihat orang berlalu lalang di rumah ini. Jaka bilang itu

adalah para buruh tani. Jaka pernah bilang, jika orangtuanya adalah petani yang

memiliki lahan yang cukup luas sehingga memerlukan banyak pekerja. Tidak hanya

meliputi persawahan, tetapi juga perkebunan.

Sekarang identitas Erlangga adalah kerabat jauh keluarga Jaka. Dukun mengatakan kabar

Erlangga dari dunia lain itu ada baiknya dirahasiakan. Oleh karena itu Erlangga

pun harus berbaur, dia mengenakan pakaian yang menyerupai penduduk di desa ini.

Dia mengenakan baju hitam lengan pendek, dibalut rompi bermotif yang menyilang,

dia juga mengenakan kain bermotif yang sama dan menutupi pinggang dan lututnya

meski bagian bawah tubuhnya dia kenakan celana hitam panjang. Ayah Jaka

memberikan Erlangga ikat kepala tanpa motif berwarna hitam. Menurut mereka,

Erlangga sudah seperti pendekar dari kerajaan. Pakaian itu sangat cocok

untuknya.

Satu minggu di desa ini, Erlangga banyak mengetahui hal baru seperti,

kebiasaan-kebiasaan di warga desa ini, yang juga menjadi kebiasaan penduduk Kerajaan

Saengcha pada umumnya. Orang-orang di kerajaan Saengcha sangat menjunjung harga

diri, mereka berani bertaruh nyawa demi harga dirinya baik laki-laki maupun

perempuan. Pertarungan sering digunakan sebagai cara jika kedua belah pihak

tetap mengotot dan tidak ada yang mau mengalah, bahkan pertarungan sampai mati

sudah sering kali terjadi. Sudah menjadi watak yang turun temurun orang-orang

Kerajaan Saengcha untuk membela harga dirinya dengan taruhan nyawa.

Erlangga pernah mendengar satu kisah, dimana seseorang bertarung sampai mati hanya

karena seseorang memegang kepalanya. Bagi orang Saengcha, kepala adalah sama

berharganya dengan harga diri, perlu dijunjung setinggi-tingginya. Oleh karena

itu, memegang kepala seseorang tanpa izin dianggap penghinaan bagi orang-orang

di Kerajaan Saenghca pada umumnya.

“Semester baru sebentar lagi mulai, kau mau ikut dengan ku untuk bersekolah?” sekolah?

Itu mengejutkan Erlangga, dia pikir pendidikan di kerajaan belum semaju itu. “Kau

pasti berpikir jika di dunia ini belum ada sekolah, dilihat dari cerita mu

tentang dunia mu, dunia mu sepertinya berabad-abad lebih maju ketimbang dunia

ku” Jaka ikut duduk di bagian teras rumah, tadi Erlangga mendengar dia habis

pulang Latihan di hutan apa tiap waktu yang ada dalam otaknya adalah

latihan? Erlangga pernah sesekali melihat latihan Jaka. Mengayunkan pedang,

melatih fisik tubuh, meditasi dan sebagainya.

“Ah ya, aku kira di jaman sekarang di dunia mu belum ada sekolah” Erlangga

menggaruk rambutnya yang tak gatal, dia merasa tidak enak “bukan maksudku untuk

merendahkan, tapi aku sedikit terkejut” Jaka hanya tersenyum mendengarnya. Bagi

Jaka, Erlangga sudah seperti adiknya sendiri. Dia sejak kecil selalu meminta

adik laki-laki, namun sampai dia menginjak dua puluh tahun, dia tak kunjung

mendapatkannya. “Memangnya sekolah di kerajaan ini seperti apa? Jika aku ikut

bersekolah denganmu aku khawatir akan menjadi murid paling bodoh di sana”

“Sekolah ku adalah sekolah bela diri, sekolah calon pendekar. Di sana kami diajari

banyak hal mengenai pertarungan, khususnya pertarungan dengan senjata. Jika kau

memutuskan untuk kembali ke dunia mu dan bertualang mencari ketujuh senjata

kuno yang disebutkan Dukun, kau harus menjadi kuat” Erlangga menimbang, tidak

ada yang salah apa yang disampaikan Jaka, jika dia ingin kembali ke dunianya,

dia harus menjadi cukup kuat untuk bertualang sendirian. Tidak mungkin ia akan

terus bergantung pada Jaka dan orangtuanya.

“Aku rasa kau benar” Erlangga melempar pandangnya pada pelataran luas rumah Jaka,

hanya beberapa tanaman mangga di atas rumput, juga jalan menuju pintu masuk

kawasan rumah yang terbuat dari bata yang di susun rapi dan hanya selebar satu

setengah meter. Dan tiba-tiba saja perut Erlangga berbunyi.

Jaka tersenyum tipis “Kau lapar? Kalau begitu mari kita makan”

***

Dengan biaya orang tua Jaka yang tak ada habis kebaikannya, Erlangga pun masuk sebagai

murid baru di sekolah pedang terbaik dan satu-satunya di Kota Manggayu.

Letaknya berada di pinggir Kota Manggayu, dekat hutan lebat dan liar, masih

terdapat banyak monster di sana. Oleh karena itu siswa dilarang keras untuk

memasuki hutan, apalagi di malam hari tanpa pengawasan Master Guru. Sekolah

pedang ini begitu luas, diapit dua danau besar, tepat di depan adalah sawah

yang terbentang luas dan tepat di belakang adalah hutan lebat. Sekolah pedang

dikelilingi pagar tembok yang menjulang setinggi sepuluh meter dengan penjagaan

yang ketat. Di dalamnya begitu luas dan megah. Terdapat kolam air yang di

dalamnya hidup banyak jenis ikan, kolam seluas sepuluh meter itu sering

dijadikan sebagai rekreasi para siswa ketika sore hari. Dekat dari kolam air

terdapat bangunan yang megah, digunakan sebagai aula dan beberapa bangunan lain

seperti asrama putri dan putra yang terpisah cukup jauh, joglo, ruang kesenian,

tempat pandai besi, ruangan para master ruang bertanding dan banyak lagi.

Erlangga merasa kampusnya menjadi sempit jika dibandingkan dengan sekolah pedang ternama

ini. Walaupun dinamai sekolah pedang, dalam sekolah beladiri ini tidak saja

hanya mempelajari tentang bertarung menggunakan pedang. Namun ada

jurusan-jurusan yang dapat dipilih oleh siswa. Jurusan yang terdapat dalam

sekolah pedang ini diantaranya: jurusan pedang, jurusan tombak, jurusan panah

dan jurusan pengrajin senjata.

“Dalam jurusan pedang, ada banyak aliran di dalamnya, diantaranya adalah pedang dengan

tameng, pedang dua, pedang besar, pedang pendek yang memiliki keunggulan

masing-masing. Kau harus memilih salah satu, mana yang akan kau fokuskan. Jika

kau memilih pedang dengan perisai, kau akan sama dengan ku” Jaka meninju pelan

bahu Erlangga, seminggu sebelum masuk sekolah pedang “namun kau harus memiliki

tubuh yang kuat, karena pengguna pedang dengan perisai harus bisa menahan

serangan lawan dengan perisai, dan pastikan kau menahan nya dengan kokoh”

“Aku bahkan belum setuju akan masuk jurusan pedang”

“Kau ingin masuk jurusan panah? tombak? Jangan bilang kau akan masuk jurusan

pengrajin senjata?”

“Memangnya kenapa jika aku masuk jurusan pengrajin senjata?”

“Kau akan menghapal banyak jenis logam, batu, mineral dan semua hal tentang

pembuatan senjata. Kau juga akan belajar ilmu tentang reaksi antara materi satu

dengan materi yang lain, belajar ilmu fenomena fisik dunia ini, dan masih

banyak lagi. Kau yakin dengan hal itu?”

“Oy! Jangan kau kira di dunia ku, aku adalah anak bodoh yang tak bisa apa-apa”

Erlangga tersungut-sungut mendengar penjelasan panjang lebar mengenai jurusan

pengrajin senjata.

“Atau kau ingin masuk jurusan panah?” Jaka mengabaikan muka sebal Erlangga “Dengan

konsentrasi yang minim, kau tidak akan bertahan, percayalah padaku” Erlangga

tidak mau disebut begitu, dia membuktikan dengan meminjam anak panah dan busur

dari gudang rumah Jaka. Ia mencoba nya mengenai buah mangga yang diam tak

bergerak bergelantung tiga meter dari tanah. Susah payah Erlangga mengarahkan

konsentrasinya, namun begitu anak panah ia lepaskan, ia justru mengenai tembok

pagar yang keras dan justru merusak ujung anak panah.

“Lihat? Sudah aku katakan” ucap Jaka dengan nada mengejek.

“BERISIKKK!”

Karena itulah, saat masuk sekolah pedang, Erlangga langsung memilih jurusan pedang.

Namun dia masih belum memutuskan akan menggunakan aliran pedang yang mana. “Aku

rasa pedang ini cocok untuk mu Erlangga, pedang ini ringan dan tidak terlalu

berat. Tubuhmu tidak tegap dan berotot seperti Aku ataupun Jaka, kau akan kesulitan

apabila menggunakan pedang besar, ataupun aliran dua pedang yang membutuhkan

keahlian pedang dengan pembagian konsentrasi yang cukup. Namun ketajaman dari

pedang ini tidak boleh diremehkan. Aku tidak keberatan jika kau membawanya, kau

bisa merawatnya. Pedang ini bisa menjadi teman petualangan yang mungkin akan

kau jalani” menurut ayah Jaka, pedang ini sangat cocok untuk Erlangga yang

belum memutuskan aliran pedangnya. Tidak terlalu panjang, juga tidak terlalu

pendek, tidak terlalu berat namun begitu tajam. Pedang itu berwarna hitam pekat

di bagian punggung nya namun bilah nya sangat mengkilap. Di bagian gagang

pedang terukir tulisan yang tak bisa Erlangga baca dan sarung pedang ini

memiliki ukiran kayu yang mengesankan. Sarung pedang itu berukir naga, harimau

dan elang. Pedang ini adalah pedang milik ayah Jaka waktu ia masih muda dulu,

saat dia masih suka bertualang menjelajah negeri-negeri jauh. Masa muda ayah Jaka

adalah pendekar pedang, bisa dilihat dari tubuhnya yang masih tegap dan kekar

seperti Jaka, namun raut wajahnya lebih matang dan tegas “Melihat mu memegang

pedang itu, aku jadi teringat masa mudaku” ucap ayah Jaka sehari sebelum

keberangkatan Jaka dan Erlangga ke sekolah pedang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!