Sudah satu minggu Erlangga terdampar di dunia yang tak ia kenal. Selama ini dia
tinggal di rumah Jaka, dan sangat beruntungnya Erlangga, orangtua Jaka menerima
Erlangga dengan baik. Mereka bilang Jaka selalu menginginkan adik laki-laki,
mengingat Jaka adalah anak tunggal mereka. Rumah keluarga Jaka cukup besar,
rumah ini berbentuk U dan dikelilingi pagar tembok. Jika dibandingkan dengan
rumah pada umumnya di desa ini, rumah Keluarga Jaka terlihat mewah. Setiap
harinya Erlangga melihat orang berlalu lalang di rumah ini. Jaka bilang itu
adalah para buruh tani. Jaka pernah bilang, jika orangtuanya adalah petani yang
memiliki lahan yang cukup luas sehingga memerlukan banyak pekerja. Tidak hanya
meliputi persawahan, tetapi juga perkebunan.
Sekarang identitas Erlangga adalah kerabat jauh keluarga Jaka. Dukun mengatakan kabar
Erlangga dari dunia lain itu ada baiknya dirahasiakan. Oleh karena itu Erlangga
pun harus berbaur, dia mengenakan pakaian yang menyerupai penduduk di desa ini.
Dia mengenakan baju hitam lengan pendek, dibalut rompi bermotif yang menyilang,
dia juga mengenakan kain bermotif yang sama dan menutupi pinggang dan lututnya
meski bagian bawah tubuhnya dia kenakan celana hitam panjang. Ayah Jaka
memberikan Erlangga ikat kepala tanpa motif berwarna hitam. Menurut mereka,
Erlangga sudah seperti pendekar dari kerajaan. Pakaian itu sangat cocok
untuknya.
Satu minggu di desa ini, Erlangga banyak mengetahui hal baru seperti,
kebiasaan-kebiasaan di warga desa ini, yang juga menjadi kebiasaan penduduk Kerajaan
Saengcha pada umumnya. Orang-orang di kerajaan Saengcha sangat menjunjung harga
diri, mereka berani bertaruh nyawa demi harga dirinya baik laki-laki maupun
perempuan. Pertarungan sering digunakan sebagai cara jika kedua belah pihak
tetap mengotot dan tidak ada yang mau mengalah, bahkan pertarungan sampai mati
sudah sering kali terjadi. Sudah menjadi watak yang turun temurun orang-orang
Kerajaan Saengcha untuk membela harga dirinya dengan taruhan nyawa.
Erlangga pernah mendengar satu kisah, dimana seseorang bertarung sampai mati hanya
karena seseorang memegang kepalanya. Bagi orang Saengcha, kepala adalah sama
berharganya dengan harga diri, perlu dijunjung setinggi-tingginya. Oleh karena
itu, memegang kepala seseorang tanpa izin dianggap penghinaan bagi orang-orang
di Kerajaan Saenghca pada umumnya.
“Semester baru sebentar lagi mulai, kau mau ikut dengan ku untuk bersekolah?” sekolah?
Itu mengejutkan Erlangga, dia pikir pendidikan di kerajaan belum semaju itu. “Kau
pasti berpikir jika di dunia ini belum ada sekolah, dilihat dari cerita mu
tentang dunia mu, dunia mu sepertinya berabad-abad lebih maju ketimbang dunia
ku” Jaka ikut duduk di bagian teras rumah, tadi Erlangga mendengar dia habis
pulang Latihan di hutan apa tiap waktu yang ada dalam otaknya adalah
latihan? Erlangga pernah sesekali melihat latihan Jaka. Mengayunkan pedang,
melatih fisik tubuh, meditasi dan sebagainya.
“Ah ya, aku kira di jaman sekarang di dunia mu belum ada sekolah” Erlangga
menggaruk rambutnya yang tak gatal, dia merasa tidak enak “bukan maksudku untuk
merendahkan, tapi aku sedikit terkejut” Jaka hanya tersenyum mendengarnya. Bagi
Jaka, Erlangga sudah seperti adiknya sendiri. Dia sejak kecil selalu meminta
adik laki-laki, namun sampai dia menginjak dua puluh tahun, dia tak kunjung
mendapatkannya. “Memangnya sekolah di kerajaan ini seperti apa? Jika aku ikut
bersekolah denganmu aku khawatir akan menjadi murid paling bodoh di sana”
“Sekolah ku adalah sekolah bela diri, sekolah calon pendekar. Di sana kami diajari
banyak hal mengenai pertarungan, khususnya pertarungan dengan senjata. Jika kau
memutuskan untuk kembali ke dunia mu dan bertualang mencari ketujuh senjata
kuno yang disebutkan Dukun, kau harus menjadi kuat” Erlangga menimbang, tidak
ada yang salah apa yang disampaikan Jaka, jika dia ingin kembali ke dunianya,
dia harus menjadi cukup kuat untuk bertualang sendirian. Tidak mungkin ia akan
terus bergantung pada Jaka dan orangtuanya.
“Aku rasa kau benar” Erlangga melempar pandangnya pada pelataran luas rumah Jaka,
hanya beberapa tanaman mangga di atas rumput, juga jalan menuju pintu masuk
kawasan rumah yang terbuat dari bata yang di susun rapi dan hanya selebar satu
setengah meter. Dan tiba-tiba saja perut Erlangga berbunyi.
Jaka tersenyum tipis “Kau lapar? Kalau begitu mari kita makan”
***
Dengan biaya orang tua Jaka yang tak ada habis kebaikannya, Erlangga pun masuk sebagai
murid baru di sekolah pedang terbaik dan satu-satunya di Kota Manggayu.
Letaknya berada di pinggir Kota Manggayu, dekat hutan lebat dan liar, masih
terdapat banyak monster di sana. Oleh karena itu siswa dilarang keras untuk
memasuki hutan, apalagi di malam hari tanpa pengawasan Master Guru. Sekolah
pedang ini begitu luas, diapit dua danau besar, tepat di depan adalah sawah
yang terbentang luas dan tepat di belakang adalah hutan lebat. Sekolah pedang
dikelilingi pagar tembok yang menjulang setinggi sepuluh meter dengan penjagaan
yang ketat. Di dalamnya begitu luas dan megah. Terdapat kolam air yang di
dalamnya hidup banyak jenis ikan, kolam seluas sepuluh meter itu sering
dijadikan sebagai rekreasi para siswa ketika sore hari. Dekat dari kolam air
terdapat bangunan yang megah, digunakan sebagai aula dan beberapa bangunan lain
seperti asrama putri dan putra yang terpisah cukup jauh, joglo, ruang kesenian,
tempat pandai besi, ruangan para master ruang bertanding dan banyak lagi.
Erlangga merasa kampusnya menjadi sempit jika dibandingkan dengan sekolah pedang ternama
ini. Walaupun dinamai sekolah pedang, dalam sekolah beladiri ini tidak saja
hanya mempelajari tentang bertarung menggunakan pedang. Namun ada
jurusan-jurusan yang dapat dipilih oleh siswa. Jurusan yang terdapat dalam
sekolah pedang ini diantaranya: jurusan pedang, jurusan tombak, jurusan panah
dan jurusan pengrajin senjata.
“Dalam jurusan pedang, ada banyak aliran di dalamnya, diantaranya adalah pedang dengan
tameng, pedang dua, pedang besar, pedang pendek yang memiliki keunggulan
masing-masing. Kau harus memilih salah satu, mana yang akan kau fokuskan. Jika
kau memilih pedang dengan perisai, kau akan sama dengan ku” Jaka meninju pelan
bahu Erlangga, seminggu sebelum masuk sekolah pedang “namun kau harus memiliki
tubuh yang kuat, karena pengguna pedang dengan perisai harus bisa menahan
serangan lawan dengan perisai, dan pastikan kau menahan nya dengan kokoh”
“Aku bahkan belum setuju akan masuk jurusan pedang”
“Kau ingin masuk jurusan panah? tombak? Jangan bilang kau akan masuk jurusan
pengrajin senjata?”
“Memangnya kenapa jika aku masuk jurusan pengrajin senjata?”
“Kau akan menghapal banyak jenis logam, batu, mineral dan semua hal tentang
pembuatan senjata. Kau juga akan belajar ilmu tentang reaksi antara materi satu
dengan materi yang lain, belajar ilmu fenomena fisik dunia ini, dan masih
banyak lagi. Kau yakin dengan hal itu?”
“Oy! Jangan kau kira di dunia ku, aku adalah anak bodoh yang tak bisa apa-apa”
Erlangga tersungut-sungut mendengar penjelasan panjang lebar mengenai jurusan
pengrajin senjata.
“Atau kau ingin masuk jurusan panah?” Jaka mengabaikan muka sebal Erlangga “Dengan
konsentrasi yang minim, kau tidak akan bertahan, percayalah padaku” Erlangga
tidak mau disebut begitu, dia membuktikan dengan meminjam anak panah dan busur
dari gudang rumah Jaka. Ia mencoba nya mengenai buah mangga yang diam tak
bergerak bergelantung tiga meter dari tanah. Susah payah Erlangga mengarahkan
konsentrasinya, namun begitu anak panah ia lepaskan, ia justru mengenai tembok
pagar yang keras dan justru merusak ujung anak panah.
“Lihat? Sudah aku katakan” ucap Jaka dengan nada mengejek.
“BERISIKKK!”
Karena itulah, saat masuk sekolah pedang, Erlangga langsung memilih jurusan pedang.
Namun dia masih belum memutuskan akan menggunakan aliran pedang yang mana. “Aku
rasa pedang ini cocok untuk mu Erlangga, pedang ini ringan dan tidak terlalu
berat. Tubuhmu tidak tegap dan berotot seperti Aku ataupun Jaka, kau akan kesulitan
apabila menggunakan pedang besar, ataupun aliran dua pedang yang membutuhkan
keahlian pedang dengan pembagian konsentrasi yang cukup. Namun ketajaman dari
pedang ini tidak boleh diremehkan. Aku tidak keberatan jika kau membawanya, kau
bisa merawatnya. Pedang ini bisa menjadi teman petualangan yang mungkin akan
kau jalani” menurut ayah Jaka, pedang ini sangat cocok untuk Erlangga yang
belum memutuskan aliran pedangnya. Tidak terlalu panjang, juga tidak terlalu
pendek, tidak terlalu berat namun begitu tajam. Pedang itu berwarna hitam pekat
di bagian punggung nya namun bilah nya sangat mengkilap. Di bagian gagang
pedang terukir tulisan yang tak bisa Erlangga baca dan sarung pedang ini
memiliki ukiran kayu yang mengesankan. Sarung pedang itu berukir naga, harimau
dan elang. Pedang ini adalah pedang milik ayah Jaka waktu ia masih muda dulu,
saat dia masih suka bertualang menjelajah negeri-negeri jauh. Masa muda ayah Jaka
adalah pendekar pedang, bisa dilihat dari tubuhnya yang masih tegap dan kekar
seperti Jaka, namun raut wajahnya lebih matang dan tegas “Melihat mu memegang
pedang itu, aku jadi teringat masa mudaku” ucap ayah Jaka sehari sebelum
keberangkatan Jaka dan Erlangga ke sekolah pedang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments