Hari-hari Erlangga selanjutnya dipenuhi dengan bacaan-bacaan mengenai ilmu pedang dan
buku-buku lain yang menarik perhatiannya. Tak hanya ilmu pengetahuan dan teknik
pedang, dia juga membaca buku-buku cerita seperti novel juga sastra dalam
bentuk puisi. Itu semua ia baca dalam upaya lebih mengenal dunia ini. Dan
karena sebentar lagi ujian semester akan tiba, Erlangga harus tekun belajar dan
berlatih menggunakan pedang agar lebih baik. Kini Erlangga memutuskan jika ia
akan fokus pada teknik pedang cepat saja, karena dia sudah nyaman dengan pedang
yang Ayah Jaka berikan. Menggunakan pedang cepat ternyata tidak mudah, Erlangga
harus mempunyai reflek yang cepat, membaca gerakan lawan dengan cepat, membuat
keputusan dengan cepat, bergerak dengan cepat, menebas dengan cepat pokoknya
semua serba cepat. Kadang Erlangga berlatih sendiri ketika Jaka tidak bisa
menemani latihannya. Ia melatih fisiknya, melatih reflek, melatih kecepatan dan
juga ia melatih batin nya dengan meditasi. Meski begitu, Erlangga merasa masih
belum cukup, dia harus terus bertambah kuat dan dengan kekuatan yang ia miliki,
ia akan keluar dari dunia ini. Namun sesekali Erlangga berpikir dalam
lamunannya, apakah dia benar-benar ingin keluar dari dunia ini? Sudah
berbulan-bulan ia tinggal dan berinteraksi dengan banyak orang di dunia ini,
dia merasa nyaman tinggal di dunia ini. Ia tahu jika dunianya adalah rumahnya,
namun sekarang dia mulai dilema. Banyak orang-orang yang baik dan menyenangkan
di dunia ini. Selain keluarga Jaka, Erlangga juga berteman dengan beberapa
orang yang ia temui di sekolah pedang ini. Dan di akhir lamunannya, Erlangga
selalu menepis jauh-jauh pikirannya itu tidak mungkin aku akan terus
merepotkan keluarga Jaka, mereka sudah terlalu baik padaku. Dan walaupun
pikiran seperti itu ia usir jauh-jauh, pikiran itu kembali datang di lain
kesempatan. Setiap Erlangga merasa bahagia, senang, dan tertarik dengan suatu
hal di dunia ini (seperti berpedang, membaca buku di perpustakaan, berinteraksi
dengan orang lain, dan sebagainya) apa benar aku ingin pergi dari dunia ini
dan pulang?
***
Erlangga langsung dihadapkan pada ujian-ujian akhir semester, dia disibukkan dengan memahami pelajaran-pelajaran, dan mengingat praktek-praktek ilmu pedang yang sudah dia pelajari selama satu
semester terakhir. Erlangga mendengar jika Jaka yang sekarang sudah di tingkat
empat, ujian akhir semester nya adalah memburu monster hutan tanpa ditemani
Master Guru selama seminggu, mereka harus bertahan dalam ujian akhir ini.
Mereka yang tingkat empat dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dan mulai
berburu monster yang ada, mereka harus memenuhi pusaka-pusaka dengan energi aji
dari monster-monster yang mereka buru. Semakin kuat monster, semakin banyak
energi aji yang mereka punya dan semakin cepat pusaka itu terisi energi aji.
Pada akhirnya Erlangga berhasil melewati ujian akhir semester, walaupun dalam nilai praktek Erlangga tidak
cukup memuaskan namun nilai pada pengetahuannya tentang pelajaran-pelajaran
yang selama ini dia terima sangat memuaskan. Banyak Master yang memuji Erlangga
akan pengetahuannya yang luas terutama dalam ilmu pedang. “Kau memahami
jenis-jenis aliran pedang dengan baik, bahkan beberapa aliran jarang orang lain
sebutkan namun kau mengetahuinya dan memahami sejarah penciptaan aliran
tersebut, kerja bagus Erlangga” ucap Master Guru Kumbara saat mendengarkan
presentasi Erlangga mengenai aliran dalam berpedang. Ujian akhir di sekolah
pedang tidak melulu ujian tertulis untuk mengetahui tingkat pemahaman dari
siswa nya. Diantaranya Master Guru Kumbara yang menyuruh siswanya untuk
presentasi mengenai ilmu pedang untuk menguji pemahaman nya tentang ilmu
pedang.
Kabar Erlangga yang menuai banyak pujian dari para Master menyebar ke segala penjuru sekolah pedang terutama
teman-teman seangkatan nya. “Bagaimana kau mengetahui semua hal itu Erlangga?”
ucap teman sekelas nya dengan mata yang bersinar kagum pada Erlangga. Kabar itu
pun sampai di telinga Jaka “Kau hebat Erlangga, kau membuat para Master itu
kagum padamu”
“Tidak usah berlebihan, aku juga mendengar kabar jika kau menumpas banyak monster di
hutan dengan pertahanan dan arahan darimu, teman sekelompok mu hampir tidak
menerima serangan karena pertahananmu yang hampir mustahil ditembus itu dan
kalian lulus dengan nilai yang tinggi” Jaka tertawa mendengarnya.
***
“Begitu sombong, hanya karena
mendapat nilai yang bagus dalam pemahaman materi kau sudah besar kepala”
Erlangga sedang tenggelam dalam buku nya di perpustakaan dan berhenti membaca
ketika seorang asing entah siapa tanpa permisi membuatnya kesal. Tidak, jika
diingat rambut panjang tergerai itu, hidung besarnya, dan ikat kepala yang
bermotif merak itu dengan tubuh tinggi nya. Erlangga merasa pernah melihatnya.
Tidak, dia cukup sering melihatnya keluar masuk perpustakaan dan orang ini adalah
yang menabrak Erlangga beberapa bulan yang lalu.
Meski kesal, Erlangga menahan amarahnya agar tidak terjadi keributan. Apalagi ini di
perpustakaan “Tidak juga, biasa saja kok” ucapnya ringan tersenyum berusaha
ramah meski susah dilakukan. Namun pria tinggi dengan ikat kepala motif merak
ini tidak ada hentinya menatap sinis pada Erlangga “Hentikan omong kosong mu,
bagaimana kalau kita berduel?” kemarahan Erlangga sudah naik beberapa tingkat
daripada sebelumnya ditantang begitu. Namun dia selalu ingat pesan Jaka, dia
tidak boleh melakukan keributan di sekolah ini atau dimanapun, banyak orang
mati konyol karena saling mendebat satu sama lain. Selalu perkelahian yang
menjadi jalan keluar dalam tabiat buruk masyarakat kerajaan Saengcha.
“Maaf, aku masih belum berpengalaman dalam duel ahahahaha” dia menggaruk rambutnya
yang tak gatal.
“Jangan lari kau, berduel lah dengan ku atau jangan-jangan kau takut? Mungkin itu sudah
jadi sifat seorang petani seperti Jaka dan orangtuanya” mata Erlangga berkilat
dengan gerakan cepat dia menarik kerah baju orang menyebalkan di hadapannya
yang membuat orang itu terkejut tak sempat menghindar cepat sekali.
“Kuperingatkan kau, jangan pernah sekali pun menghina Jaka dan keluarga nya.
Kau ingin duel? Kau akan mendapatkannya.
Erlangga seperti hilang kendali saat keluarga Jaka disebut. Dia tidak mengapa jika harus dihina ataupun direndahkan, dia tidak ingin mempermasalahkan hal konyol seperti itu. Namun jika berkaitan
dengan keluarga Jaka, Erlangga bersiap untuk menghadapi siapapun di depannya.
Erlangga menjadi sangat emosional jika mendengar keluarga yang sangat baik itu
dihina atau direndahkan. Erlangga tidak panjang pikir, emosi sesaat itu
membawanya duel sore ini di tempat latihan terbuka yang seperti arena dan masih
dalam lingkungan sekolah.
“Aku harap yang aku dengar adalah rumor belaka” Erlangga mendengar Jaka berjalan
mendekatinya namun Erlangga tidak menengok, masih menatap danau yang berkilauan
tertimpa cahaya matahari dibawah sejuknya pohon beringin. Jaka tidak mendengar
reaksi apapun dari Erlangga, jika begitu kabar itu benar adanya, dia hanya
menghela napas “Kau tahu siapa yang akan melawan mu? Dia adalah Barok, dia
sudah bermain pedang sejak ia kecil, sering memenangkan pertandingan pedang dan
satu lagi, dia adalah anak Macan Kuning selaku Adipati kota Manggayu yang
sekaligus memimpin sekolah ini” raut terkejut langsung tergambar pada muka
Erlangga, dia tidak mengetahui fakta itu. “Sudah aku bilang kan, jangan sering
terpancing kau tidak tahu siapa lawan mu” Jaka menepuk bahu Erlangga yang masih
terkejut.
“Ha-habisnya dia…” dia berusaha mencari-cari alasan yang akan ia gunakan sebagai pembenaran,
namun ia tak sampai untuk mengatakannya. Jaka menyadari sesuatu dari perubahan
reaksi Erlangga.
“Kau… kau kesal karena dia menyebut keluarga ku?” kini Erlangga kembali terkejut,
dari mana Jaka tahu, apa itu juga tersebar menjadi rumor?
“Dari mana kau tahu?”
“Sudah aku duga, reaksi mu selalu berubah jika berkaitan dengan keluarga ku. Kau ingat
saat pedagang di pasar membicarakan orang tuaku yang katanya pelit itu? Reaksi
mu langsung berubah drastis dan dalam banyak kesempatan jika kau mendengar hal
jelek tentang keluargaku, kau selalu bereaksi” apa memang begitu jelas reaksi
nya? Pikir Erlangga. “Apa yang dia katakan? Merendahkan keluargaku? Menghina
keluarga ku?” Erlangga hanya diam.
“Apa, apa kau hanya diam saja jika keluargamu di hina tepat di depan matamu?”
“Ayahku, dulu bertualang ke negeri-negeri jauh dan belajar banyak hal, dari situ ayahku
belajar tentang memahami kehidupan lebih luas. Dia belajar dari pemikir-pemikir
di negeri-negeri jauh. Dengar Erlangga, kita tidak bisa mengatur kehendak orang
lain, kita tidak bisa mengatur dengan baik prilaku dan perkataan orang lain”
“Maksudmu, kau hanya pasrah saja?”
“Tidak, Ayahku selalu mengajarkan jika kita bebas memilih apapun yang kita lakukan
sebagai reaksi dari perkataan orang lain ataupun perbuatan orang lain. Kita
bisa memilih, apa kita akan terhanyut akan perasaan negatif kita, atau kah kita
bisa menghindari hal yang tidak perlu seperti berdebat di tengah jalan dan
berujung pertarungan?”
“Tapi tetap saja, aku kesal” Jaka hanya tersenyum melihat teman nya.
“Aku berterimakasih karena sudah bersimpati dengan keluargaku. Namun aku tidak ingin
kau kesusahaan seperti ini nantinya karena keluarga ku” Jaka merangkul bahu
Erlangga dan menggoyangkan nya beberapa kali “Kau…” ucap Jaka lirih.
“?“
“Ah tidak, tidak apa-apa. Jika kau menang dalam duel nanti, kau akan tambah
terkenal di sekolah ini” dan Jaka pun tertawa mendengar ucapannya sendiri. Bagi
Jaka, Erlangga sudah seperti adiknya sendiri. Dia tak keberatan mendengar
rengekan Erlangga dan semua keluhan Erlangga. Erlangga harus terus diawasi,
didampingi dan tak bisa dibiarkan sendiri sudah tertanam dalam benak Jaka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments