Sekolah Para Petarung (3)

Hari-hari Erlangga selanjutnya dipenuhi dengan bacaan-bacaan mengenai ilmu pedang dan

buku-buku lain yang menarik perhatiannya. Tak hanya ilmu pengetahuan dan teknik

pedang, dia juga membaca buku-buku cerita seperti novel juga sastra dalam

bentuk puisi. Itu semua ia baca dalam upaya lebih mengenal dunia ini. Dan

karena sebentar lagi ujian semester akan tiba, Erlangga harus tekun belajar dan

berlatih menggunakan pedang agar lebih baik. Kini Erlangga memutuskan jika ia

akan fokus pada teknik pedang cepat saja, karena dia sudah nyaman dengan pedang

yang Ayah Jaka berikan. Menggunakan pedang cepat ternyata tidak mudah, Erlangga

harus mempunyai reflek yang cepat, membaca gerakan lawan dengan cepat, membuat

keputusan dengan cepat, bergerak dengan cepat, menebas dengan cepat pokoknya

semua serba cepat. Kadang Erlangga berlatih sendiri ketika Jaka tidak bisa

menemani latihannya. Ia melatih fisiknya, melatih reflek, melatih kecepatan dan

juga ia melatih batin nya dengan meditasi. Meski begitu, Erlangga merasa masih

belum cukup, dia harus terus bertambah kuat dan dengan kekuatan yang ia miliki,

ia akan keluar dari dunia ini. Namun sesekali Erlangga berpikir dalam

lamunannya, apakah dia benar-benar ingin keluar dari dunia ini? Sudah

berbulan-bulan ia tinggal dan berinteraksi dengan banyak orang di dunia ini,

dia merasa nyaman tinggal di dunia ini. Ia tahu jika dunianya adalah rumahnya,

namun sekarang dia mulai dilema. Banyak orang-orang yang baik dan menyenangkan

di dunia ini. Selain keluarga Jaka, Erlangga juga berteman dengan beberapa

orang yang ia temui di sekolah pedang ini. Dan di akhir lamunannya, Erlangga

selalu menepis jauh-jauh pikirannya itu tidak mungkin aku akan terus

merepotkan keluarga Jaka, mereka sudah terlalu baik padaku. Dan walaupun

pikiran seperti itu ia usir jauh-jauh, pikiran itu kembali datang di lain

kesempatan. Setiap Erlangga merasa bahagia, senang, dan tertarik dengan suatu

hal di dunia ini (seperti berpedang, membaca buku di perpustakaan, berinteraksi

dengan orang lain, dan sebagainya) apa benar aku ingin pergi dari dunia ini

dan pulang?

***

Erlangga langsung dihadapkan pada ujian-ujian akhir semester, dia disibukkan dengan memahami pelajaran-pelajaran, dan mengingat praktek-praktek ilmu pedang yang sudah dia pelajari selama satu

semester terakhir. Erlangga mendengar jika Jaka yang sekarang sudah di tingkat

empat, ujian akhir semester nya adalah memburu monster hutan tanpa ditemani

Master Guru selama seminggu, mereka harus bertahan dalam ujian akhir ini.

Mereka yang tingkat empat dibagi menjadi beberapa kelompok kecil dan mulai

berburu monster yang ada, mereka harus memenuhi pusaka-pusaka dengan energi aji

dari monster-monster yang mereka buru. Semakin kuat monster, semakin banyak

energi aji yang mereka punya dan semakin cepat pusaka itu terisi energi aji.

Pada akhirnya Erlangga berhasil melewati ujian akhir semester, walaupun dalam nilai praktek Erlangga tidak

cukup memuaskan namun nilai pada pengetahuannya tentang pelajaran-pelajaran

yang selama ini dia terima sangat memuaskan. Banyak Master yang memuji Erlangga

akan pengetahuannya yang luas terutama dalam ilmu pedang. “Kau memahami

jenis-jenis aliran pedang dengan baik, bahkan beberapa aliran jarang orang lain

sebutkan namun kau mengetahuinya dan memahami sejarah penciptaan aliran

tersebut, kerja bagus Erlangga” ucap Master Guru Kumbara saat mendengarkan

presentasi Erlangga mengenai aliran dalam berpedang. Ujian akhir di sekolah

pedang tidak melulu ujian tertulis untuk mengetahui tingkat pemahaman dari

siswa nya. Diantaranya Master Guru Kumbara yang menyuruh siswanya untuk

presentasi mengenai ilmu pedang untuk menguji pemahaman nya tentang ilmu

pedang.

Kabar Erlangga yang menuai banyak pujian dari para Master menyebar ke segala penjuru sekolah pedang terutama

teman-teman seangkatan nya. “Bagaimana kau mengetahui semua hal itu Erlangga?”

ucap teman sekelas nya dengan mata yang bersinar kagum pada Erlangga. Kabar itu

pun sampai di telinga Jaka “Kau hebat Erlangga, kau membuat para Master itu

kagum padamu”

“Tidak usah berlebihan, aku juga mendengar kabar jika kau menumpas banyak monster di

hutan dengan pertahanan dan arahan darimu, teman sekelompok mu hampir tidak

menerima serangan karena pertahananmu yang hampir mustahil ditembus itu dan

kalian lulus dengan nilai yang tinggi” Jaka tertawa mendengarnya.

***

“Begitu sombong, hanya karena

mendapat nilai yang bagus dalam pemahaman materi kau sudah besar kepala”

Erlangga sedang tenggelam dalam buku nya di perpustakaan dan berhenti membaca

ketika seorang asing entah siapa tanpa permisi membuatnya kesal. Tidak, jika

diingat rambut panjang tergerai itu, hidung besarnya, dan ikat kepala yang

bermotif merak itu dengan tubuh tinggi nya. Erlangga merasa pernah melihatnya.

Tidak, dia cukup sering melihatnya keluar masuk perpustakaan dan orang ini adalah

yang menabrak Erlangga beberapa bulan yang lalu.

Meski kesal, Erlangga menahan amarahnya agar tidak terjadi keributan. Apalagi ini di

perpustakaan “Tidak juga, biasa saja kok” ucapnya ringan tersenyum berusaha

ramah meski susah dilakukan. Namun pria tinggi dengan ikat kepala motif merak

ini tidak ada hentinya menatap sinis pada Erlangga “Hentikan omong kosong mu,

bagaimana kalau kita berduel?” kemarahan Erlangga sudah naik beberapa tingkat

daripada sebelumnya ditantang begitu. Namun dia selalu ingat pesan Jaka, dia

tidak boleh melakukan keributan di sekolah ini atau dimanapun, banyak orang

mati konyol karena saling mendebat satu sama lain. Selalu perkelahian yang

menjadi jalan keluar dalam tabiat buruk masyarakat kerajaan Saengcha.

“Maaf, aku masih belum berpengalaman dalam duel ahahahaha” dia menggaruk rambutnya

yang tak gatal.

“Jangan lari kau, berduel lah dengan ku atau jangan-jangan kau takut? Mungkin itu sudah

jadi sifat seorang petani seperti Jaka dan orangtuanya” mata Erlangga berkilat

dengan gerakan cepat dia menarik kerah baju orang menyebalkan di hadapannya

yang membuat orang itu terkejut tak sempat menghindar cepat sekali.

“Kuperingatkan kau, jangan pernah sekali pun menghina Jaka dan keluarga nya.

Kau ingin duel? Kau akan mendapatkannya.

Erlangga seperti hilang kendali saat keluarga Jaka disebut. Dia tidak mengapa jika harus dihina ataupun direndahkan, dia tidak ingin mempermasalahkan hal konyol seperti itu. Namun jika berkaitan

dengan keluarga Jaka, Erlangga bersiap untuk menghadapi siapapun di depannya.

Erlangga menjadi sangat emosional jika mendengar keluarga yang sangat baik itu

dihina atau direndahkan. Erlangga tidak panjang pikir, emosi sesaat itu

membawanya duel sore ini di tempat latihan terbuka yang seperti arena dan masih

dalam lingkungan sekolah.

“Aku harap yang aku dengar adalah rumor belaka” Erlangga mendengar Jaka berjalan

mendekatinya namun Erlangga tidak menengok, masih menatap danau yang berkilauan

tertimpa cahaya matahari dibawah sejuknya pohon beringin. Jaka tidak mendengar

reaksi apapun dari Erlangga, jika begitu kabar itu benar adanya, dia hanya

menghela napas “Kau tahu siapa yang akan melawan mu? Dia adalah Barok, dia

sudah bermain pedang sejak ia kecil, sering memenangkan pertandingan pedang dan

satu lagi, dia adalah anak Macan Kuning selaku Adipati kota Manggayu yang

sekaligus memimpin sekolah ini” raut terkejut langsung tergambar pada muka

Erlangga, dia tidak mengetahui fakta itu. “Sudah aku bilang kan, jangan sering

terpancing kau tidak tahu siapa lawan mu” Jaka menepuk bahu Erlangga yang masih

terkejut.

“Ha-habisnya dia…” dia berusaha mencari-cari alasan yang akan ia gunakan sebagai pembenaran,

namun ia tak sampai untuk mengatakannya. Jaka menyadari sesuatu dari perubahan

reaksi Erlangga.

“Kau… kau kesal karena dia menyebut keluarga ku?” kini Erlangga kembali terkejut,

dari mana Jaka tahu, apa itu juga tersebar menjadi rumor?

“Dari mana kau tahu?”

“Sudah aku duga, reaksi mu selalu berubah jika berkaitan dengan keluarga ku. Kau ingat

saat pedagang di pasar membicarakan orang tuaku yang katanya pelit itu? Reaksi

mu langsung berubah drastis dan dalam banyak kesempatan jika kau mendengar hal

jelek tentang keluargaku, kau selalu bereaksi” apa memang begitu jelas reaksi

nya? Pikir Erlangga. “Apa yang dia katakan? Merendahkan keluargaku? Menghina

keluarga ku?” Erlangga hanya diam.

“Apa, apa kau hanya diam saja jika keluargamu di hina tepat di depan matamu?”

“Ayahku, dulu bertualang ke negeri-negeri jauh dan belajar banyak hal, dari situ ayahku

belajar tentang memahami kehidupan lebih luas. Dia belajar dari pemikir-pemikir

di negeri-negeri jauh. Dengar Erlangga, kita tidak bisa mengatur kehendak orang

lain, kita tidak bisa mengatur dengan baik prilaku dan perkataan orang lain”

“Maksudmu, kau hanya pasrah saja?”

“Tidak, Ayahku selalu mengajarkan jika kita bebas memilih apapun yang kita lakukan

sebagai reaksi dari perkataan orang lain ataupun perbuatan orang lain. Kita

bisa memilih, apa kita akan terhanyut akan perasaan negatif kita, atau kah kita

bisa menghindari hal yang tidak perlu seperti berdebat di tengah jalan dan

berujung pertarungan?”

“Tapi tetap saja, aku kesal” Jaka hanya tersenyum melihat teman nya.

“Aku berterimakasih karena sudah bersimpati dengan keluargaku. Namun aku tidak ingin

kau kesusahaan seperti ini nantinya karena keluarga ku” Jaka merangkul bahu

Erlangga dan menggoyangkan nya beberapa kali “Kau…” ucap Jaka lirih.

“?“

“Ah tidak, tidak apa-apa. Jika kau menang dalam duel nanti, kau akan tambah

terkenal di sekolah ini” dan Jaka pun tertawa mendengar ucapannya sendiri. Bagi

Jaka, Erlangga sudah seperti adiknya sendiri. Dia tak keberatan mendengar

rengekan Erlangga dan semua keluhan Erlangga. Erlangga harus terus diawasi,

didampingi dan tak bisa dibiarkan sendiri sudah tertanam dalam benak Jaka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!