Pelukis Buta Itu Suamiku

Pelukis Buta Itu Suamiku

Chapter 1

BRAKK!!

Sebuah mobil dan sepeda motor terlibat kecelakaan. Suara benturan kendaraan besi itu memekakkan telinga. Orang-orang berhambur untuk melihat.

Seorang pemuda bergelinjangan, berteriak memegangi matanya. "Sakitt!! Sakitt!"teriaknya penuh kesakitan.

Orang-orang memanggil ambulance dan polisi. Ada yang mengecek mobil yang masih diam di tempatnya. Kaca mobil yang hitam membuat orang-orang kesulitan untuk melihat isi mobil. Ada yang mencoba mengetuk, ada yang mengitari mobil, mencegahnya kabur.

Sekian menit menunggu, ambulance datang. Pemuda yang kini tergolek tak berdaya itu diangkut dan dibawa ke rumah sakit. Lalu polisi datang untuk mengamankan sepeda motor milik pemuda itu lalu memeriksa mobil yang pengemudinya masih belum keluar.

Sedang di dalam mobil Mercedes Benz itu, pengemudinya yang seorang perempuan masih terkejut dan takut. Kilas balik kecelakaan terlintas dan semuanya begitu cepat. Dirinya tak berani keluar dari mobil, takut diamuk massa. Tak berani pula untuk kabur. Rasionalnya masih berfungsi.

"Mohon keluar." Polisi mengetuk kaca jendela mobil. Dengan takut, perempuan itu keluar. Ia menunduk.

"Perempuan rupanya!"

"Pakaiannya ketat sekali. Wanita malam sepertinya!"

"Bau alkohol. Nggak bener nih perempuan! Pakaian ketat, bau alkohol, kerja atau apa, mbak?"

"Benar-benar. Sepertinya mengejar jam terbang. Bawa mobilnya kencang sekali sampai tidak melihat lampu hijau sudah menjadi merah!" Ada yang menimpali.

Perempuan itu meremas tangannya. Sangat takut. Dirinya bisa masuk penjara jika korban yang ditabrak tadi tewas. Tidak, bukan hanya karena itu.

"S-saya nggak sengaja, Pak," aduhnya dengan wajah pucat.

"Di sana ada CCTV, Pak. Bisa dilihat jelas siapa yang salah. Korbannya parah tadi, matanya yang kena. Mbaknya harus tanggung jawab sama korban." Seorang Bapak berujar seraya menunjuk letak CCTV.

"Baik, Pak. Terima kasih atas informasinya." Polisi mengangguk.

"Coba cek SIM-nya, Pak. Mana tahu tidak punya SIM, kan bisa menambah panjang pasal untuknya," cetus salah seorang yang merupakan saksi dari kecelakaan itu. Makin pucat wajah perempuan itu.

Tentu jawaban itu disambut dengan koor orang-orang, mengecek perempuan itu. "SIM dan identitas Anda?" Untunglah sudah ada polisi. Setidaknya aman dari amukan massa meskipun tidak secara verbal.

Perempuan itu segera memberikan yang diminta. "Ayara Dahayu? Silahkan ikut kami ke kantor."

"Saya nggak sengaja, Pak. Jangan bawa saya," pinta Ayara memelas. Dirinya dilanda kecemasan yang sangat besar.

"Bisa dibicarakan di kantor, ayo!"

Ayara pasrah. Ayara Dahayu, pergi bersama polisi sedang mobilnya dibawa oleh salah seorang personel yang ikut.

*

*

*

Sial sekali nasib Ayara malam ini. Dirinya memang dari bar dan sedang dalam perjalanan pulang, tak sabar tiba di kamarnya yang hangat malah tercampak ke ruang tahanan yang dingin. Pakaiannya yang lumayan terbuka membuat udara dingin leluasa bermain dengan kulit terbukanya.

Ayara meringkuk. Memeluk tubuhnya, berharap bisa sedikit menghangatkan.

"Yara!"

"Mama! Papa!" Dirinya berdiri. Menyambut tangan kedua orang tuanya dari dalam sel. Air mata yang sedari tadi ia tahan pecah. "Tolongin Yara. Yara nggak mau dipenjara, Ma, Pa."

Mama Ayara menangis sedang sang ayah menatap nanar sang putri. Ada kekecewaan di hatinya. Apalagi aroma alkohol yang masih terbawa. "Kamu mabuk, Ayara Dahayu?" Ayara terkejut. Rasa takut menyergap dirinya. Susah payah ia menelan ludah, tak berani mengangkat kepala.

"Benar, Yara?" Sang Mama ikut menimpali. Menyelidiki putrinya.

"Ya Allah, Nak!! Kenapa kamu jadi seperti ini?!" Mama Ayara histeris saat melihat pakaian Ayara. Seakan baru sadar. Kini, orang tua Ayara bukan kasihan pada anaknya malah marah, marah dan malu.

"Inilah alasanku menentang dirinya kuliah di luar negeri. Jadi liar, jadi perempuan badung! Bahkan berbohong dan menipu orang tuanya!!"maki Papa Ayara.

"Lihat akibat kelakuanmu! Nyawa orang taruhannya! Materi yang hancur dan malu yang kau lemparkan pada kami, Ayara! Kenapa seperti ini, hah?! Apa kami kurang mendidikmu?! Atau begini kau dididik di sana, hah?!" Sang Mama diam. Ia masih menenangkan dirinya sendiri. Lalu, polisi datang untuk meredam keributan itu.

Ayara menangis di sudut ruangan. Salah, dia bersalah! Pada orang tuanya dan pada korbannya tadi. "Kecewa Mama, Nak! Kami yang kami banggakan malah seperti ini!"

"Maafin Ayara, Ma, Pa. Ayara janji akan berubah. Ini yang terakhir, Ayara janji, Ma, Pa. Tolongin Ayara, Ayara takut …."

"Ayara nggak mau di penjara, Ma, Pa. Ayara … akan lakukan apapun asalkan Mama sama Papa tolongin Ayara."

Ayara tidak membela diri. Ia terus memohon.

"Kena batunya baru kau ingat kami, hah?!"

Papa Ayara masih emosi. Kekecewaan begitu besar. Hingga air matanya pun jatuh.

"Maaf. Maaf."

Hanya isak itu yang keluar dari bibir Ayara.

"Kita lihat dulu kondisi korbannya." Mama Ayara bersuara. Dan mereka berdua pergi. Ayara kembali sendirian. Meratapi nasibnya.

*

*

*

"Keluarga Nalendra Widiyanto." Dokter memanggil. Lalu, beberapa orang tergopoh menghampiri. Wajah cemas begitu besar.

"Pasien sudah selesai dioperasi dan akan dipindahkan ke ruang rawat."

"Kondisinya bagaimana, Dok?"

"Alhamdulillah, tanda vitalnya stabil. Sedang untuk kondisi matanya, kita harus menunggu pasien sadar."

Setidaknya itu melegakan. Mereka mengucapkan terima kasih lalu mengekor menuju ruang rawat yang telah diambil.

Nalendra Widiyanto, itulah nama pemuda yang ditabrak oleh Ayara tadi. Fisik yang paling parah adalah matanya. Lainnya tidak masalah.

Ada dua orang paruh bayah dan sepasang muda mudi. Mata mereka sembab.

Tengah malam bukannya tidur nyenyak malah jantungan mendengar kabar kecelakaan salah satu anaknya. "Kemungkinan mata Nalen buta." Pria yang paling tua berujar. Suaranya pelan nyaris lirih.

"Aku memang tidak setuju ia menjadi pelukis. Namun, bukan kebutaannya yang aku harapkan." Pria tua itu luruh.

"Ini takdir, Pa! Bukan ingin kita Nalen seperti ini."

"Sebaiknya kita tidak berpikiran buruk dulu. Semoga Nalendra baik-baik saja." Istrinya menenangkan. Meskipun tampaknya kemungkinan besar tidak bisa.

"Nalan, Nalin, doakan Kakak kalian agar lekas sadar, ya?"

"Iya, Ma. Mama sama Papa jangan terlalu sedih. Kak Nalen bakal baik-baik aja kok, kita harus percaya!"ucap Nalin, bungsu di keluarga itu.

"Tentu. Sekarang kita berdoa untuk Kak Nalen," sahut sang Mama.

*

*

*

"Kamarnya VVIP, Pa. Apakah kita berurusan dengan orang besar?" Mama Ayara sangat resah. Mereka berdiam diri di depan ruang rawat Nalendra.

"Jangan terlalu tegang, Ma." Meskipun Papa Ayara lebih tegang. Mereka memang orang besar namun di atas langit masih ada langit, bukan? Semoga saja bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan.

Papa Ayara mengetuk pintu seraya mengucapkan salam. Terdengar sahutan dari dalam ruang rawat.

"Widi?" Ayah Ayara terkejut saat mengetahui siapa yang membuka pintu kamar rawat pasien korban yang ditabrak Ayara tadi.

"Galuh? Ratih?" Pak Widi sama terkejutnya. Begitu juga dengan Mama Ayara. Mereka mematung sebelum akhirnya tersenyum canggung kecuali mimik Mama Ayara yang langsung masam.

"Sepertinya kita salah kamar, Pa," ujar Ratih pada suaminya. Galuh menyadari ketidaksukaan sang istri pada Galuh, hanya saja mereka harus memastikannya.

"Kalian … mengapa di sini?"tanya Galuh mengernyit. Kecelakaan putranya tidak dipublikasikan. Apakah suatu kebetulan? Dia berpikir seperti itu.

"Kami ada urusan, Galuh. Mohon maaf sebelumnya, apakah benar kamar ini kamar korban kecelakaan tadi malam? Namanya Nalendra Widiyanto?"tanya Widi memastikan. Ratih mencembik, ia melihat ke arah lain.

Galuh tersenyum tipis, ada kepedihan di matanya, "apakah kalian lupa? Nalendra Widiyanto itu putraku," sahutnya pelan. Sontak, mata Widi membulat. Dan Ratih ia tampak kembali terkejut. Ingatan demi ingatan hadir lalu keduanya meringis.

"Mungkin karena terlalu lama loss kontak."

Galuh tersenyum kecut. Ternyata begitu berefek. "Ayo masuk. Nalen di dalam, belum sadar."

Mereka masuk. "Ya Allah, Nalen!!" Ratih langsung menghambur melihat kondisi Nalen. Meskipun tidak banyak alat yang menempel di tubuhnya, mata yang tertutup kain putih itu sangat mengkhawatirkannya. Air mata Ratih jatuh.

Widi terdiam.

Benaknya berkata, mengapa seperti ini? Takdir ingin membawa kemana dengan mempertemukan mereka kembali?

"Nalen, sadar, Nalen. Ini Tante Ratih," lirih Ratih. Ia begitu larut sampai tak menyadari tatapan lekat dari istri Widi, Bianca. Dahinya berkerut-kerut, mengingat siapa wanita yang memeluk sedih putra sulungnya.

"Sebenarnya ada apa, ini? Kalian siapa?" Bianca akhirnya bertanya. Widi menghela nafas pelan.

"Mereka sahabat lamaku," jawab Widi. "Lalu mereka ke sini untuk -"

"Begini, Widi." Galuh menginterupsi, kecuali Ratih, Widi dan Bianca menatap Galuh. "Yang terlibat kecelakaan dengan putramu adalah putriku, Ayara Dahayu," ujar Galuh memberitahu.

Ternganga.

Tadinya mau ingin melampiaskan emosi jika bertemu dengan penabrak putra sulungnya. Tapi, rupanya putri sahabat lamanya. Widi … tidak mau menambah konflik masa lalu. Dia memejamkan matanya, menetralkan perasaan untuk mencari jalan tengah.

Galuh menceritakan kronologi kecelakaan yang ia dapatkan dari informasi polisi, lengkap dengan rekaman CCTV. Kecelakaan tadi malam, murni kesalahan putri mereka yang mengemudi dengan kecepatan di atas rata-rata, belum lagi dalam kondisi mabuk. Putrinya itu akan terjerat pasal berlapis.

"Jadi, Anda orang tua pelaku?!" Bianca kini berdiri di samping suaminya. "Mau apa kemari? Mengajak damai?!"kesal Bianca. Dirinya tidak terima, putra kesayangannya terbaring di sana dengan kondisi tak pasti. Jika yang dikhawatirkan benar-benar terjadi, bagaimana masa depan Nalendra? Nalendra belum menikah. Juga belum kekasih, setahunya. Siapa yang mau menikah dengan pria buta?!

"Saya tidak mau damai. Saya akan menuntut putri Anda!!"ucap Bianca tegas.

"Kau akan melakukannya, Widi?" Galuh bertanya pada Widi. Meskipun kesalahan putrinya fatal, dirinya kecewa, ia tak rela putri tunggal kesayangannya mendekam di penjara untuk waktu yang lama.

Widi dilema. Kelebatan masa lalu hadir silih berganti.

"Tentu saja! Gara-gara kecerobohan anak Anda, putra kami terbaring di sana. Matanya terluka, kemungkinan besar - " Tak sanggup Bianca melanjutkan.

"Kemungkinan …." Terbata. "Putraku akan buta," cicitnya sedih.

"Jika dia buta, bagaimana dengan masa depannya?!"seru Bianca. Widi merangkul istrinya.

"Kami akan bertanggung jawab." Ratih berbicara. Ia menyeka air matanya.

"Kalau begitu, biarkan putri kalian mendekam di penjara!"sahut Bianca.

Ratih menggeleng. Ia kembali ke sisi Galuh. Lalu menatap sang suami, meminta sebuah persetujuan. Galuh yang sudah soulmate tingkat tinggi dengan isterinya mengangguk menyetujui. Lalu, Ratih kembali menatap Bianca.

"Jika putriku masuk penjara, apakah akan menyelesaikan masalah masa depan Nalendra jika dia buta? Memang, bisa mendapatkan donor. Namun, bukankah itu butuh waktu yang sangat lama? Apakah Nalendra mampu menunggu?" Tenang, Ratih sudah menguasai medan pembicaraan. Terlebih ia memiliki kartu As agar Widi setuju. Ya, hanya Widi, tidak perlu pertimbangan Bianca.

"Apa maksud Anda? Apakah menurut Anda kami tidak mampu mencari donor mata untuk Nalendra?!"

"Ah, tentu saya paham, Nyonya Bianca. Namun, ini bukan masalah kekayaan namun waktu." Galuh membiarkan istrinya yang mengambil alih.

"Kami datang untuk menyelesaikan masalah ini dengan kekeluargaan. Kebetulan, entah takdir apa, rupanya bertemu dengan sahabat lama. Membuat saya mengingat masa lalu, janji-janji lalu kembali segar di ingatan saya. Jadi, putri saya akan bertanggung jawab dengan cara … menikah dengan Nalendra."

Mata Widi dan Bianca terbelalak. Bentuk tanggung jawab seperti apa itu?! "Anda sudah gila!! Saya tidak mau!" Bianca menolaknya keras.

"Janji adalah hutang, Widi. Harus dibayar dan kami sudah mengajukan. Jika kau menolaknya, berarti kau kembali mengkhianati sahabatku, ibu dari Nalendra!"tandas Ratih yang membuat Widi diam tak berkutik. Sedang Bianca menatap heran Widi. Seakan menuntut penjelasan.

"Janji apa, Pa?"

"Itu …."

Terpopuler

Comments

Muammanatul Khoir

Muammanatul Khoir

Mau nanya ini, yang orang tuanya Ayara siapa yang orang tuanya nalen siapa? karena ini otak belum faham😁

2023-09-09

0

raazhr_

raazhr_

ohh jadi Ayara sama nalen udah di jodohkan dri dlu yaa🤔

2023-08-26

0

raazhr_

raazhr_

wah kenalannya ternyata, pasti bisa secara kekeluargaan ini

2023-08-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!