Chapter 5

"Benar," jawab Nalendra.

Sontak, Ayara langsung berdiri dan menatap Nalendra tak senang. Dirinya tak setuju, tak mau memutuskan hubungan dengan Aaron.

"Kau mau kemana?"tanya Nalendra saat merasakan orang yang duduk di dekatnya berpindah.

"Aku tidak mau putus! Orang tuaku saja tidak bisa memaksaku untuk memutuskannya, apalagi kau!" Ayara meninggikan suaranya. Nalendra tetap tenang.

Ayara memang bertanggung jawab. Namun, ia juga sangat keras kepala dan di beberapa kondisi, dirinya akan sangat angkuh. Contohnya saat ini, ia menunjuk Nalendra dengan telunjuknya, dadanya membusung tak terima.

Ayara cinta Aaron. Nalendra memang cinta masa kecilnya. Tapi, sudah belasan tahun mereka loss kontak. Perasaan manusia mudah berubah dan saat ini, Ayara tengah cinta dan sayang-sayangnya dengan Aaron. Hati kecilnya berkata keinginannya tidak benar. Ayara tak kuasa menahan perasaan sendiri.

Bukan tanpa alasan Nalendra membenarkan pertanyaan Ayara. Sebab, harga diri dan kehormatan suami tergantung pada perilaku istrinya. Jika Ayara masing berhubungan dengan pria lain harga dirinya akan sHuangat terluka. Lalu, di mata orang-orang dan terutama dalam agamanya, itu sangat dilarang. Tugas seorang suami adalah membawa istri, menjadi imam menuju surga bukan menjerumuskannya akan uukdalam api negara. Sungguh, Nalendra tak kuasa jika kelak ia harus merasakan api yang sangat panas karena gagal mendidik istri.

"Duduklah, Ayara. Aku belum siap bicara," ujar Nalendra tenang dan terdengar sangat lembut.

"Maksudmu?!" Masih dengan tinggi namun tak setinggi tadi, Ayara menyipitkan matanya. Ketenangan Nalendra menjadi suatu ketakutan tersendiri di hatinya. Di matanya, ketenangan Nalendra bak samudra, tak terukur. Namun, jika sudah berada pada puncaknya, mampu menggulung apapun yang ada di atasnya.

"Duduk, hargai aku sebagai suamimu! Kita harus bicara terbuka agar hubungan kita lancar," titah Nalendra.

Ayara kembali duduk. Merasakan Ayara sudah kembali duduk, Nalendra kembali buka suara. "Aku tahu sulitnya melepaskan seseorang yang sangat dicintai. Apalagi karena terjebak pernikahan atas dasar tanggung jawab seperti ini. Aku tidak, salah belum mencintaimu begitu juga dengan dirimu, Ayara."

Ayara menelaah ucapan Nalendra dan membenarkannya. Lalu kembali matanya menyipit pada Nalendra. "Kau sudah menerimanya? Putus dengan pacarmu?"

"Aku berusaha ikhlas. Dan rasanya aku sudah ikhlas sekarang." Tentu Nalendra tak bisa memaksa kehendaknya untuk tetap bersama Safira. Nalendra sadar akan kondisinya sendiri.

"Lalu denganku?"

"Aku ikhlas. Aku menerimamu sebagai istriku. Namun, apakah demikian juga denganmu? Kau … anggap aku suami atau bukan?"

Pertanyaan Nalendra mengguncang Ayara. Jujur saja, Ayara masih sangat bingung. Nalendra memang dari banyak sisi, ia tampan, mapan, dan direstui oleh orang tuanya. Meskipun Aaron juga tampan dan mapan, ia masih kalah dari Nalendra yang buta karena tak mendapatkan persetujuan orang tuanya. Logikanya berkata, putuskan Aaron dan jadilah istri yang baik untuk Nalendra.

Perasaannya menentang dan Ayara gundah.

Tangis Ayara pecah. Nalendra menggeser tubuhnya mendekati sumber suara lalu tangannya bergerak merangkul Ayara. "Menangislah," bisiknya lembut.

Terperanjat sesaat sebelum Ayara benar-benar menumpahkan tangisnya dalam pelukan Nalendra.

Nalendra diam mendengarkan. Baru kembali bersuara saat tangis Ayara mereda. "Ayara, aku memberimu waktu untuk bersama dengan Aaron. Mungkin selama kau menyelesaikan kuliahmu di sana. Lalu … aku minta untuk mengakhiri semuanya saat kau kembali ke Indonesia. Saat itu, kita baru bisa benar-benar menjadi kita tanpa orang ketiga, bisa?"

Ayara mendongak. Ia masih belum sadar masih memeluk Nalendra. Dilihatnya rahang tegas Nalendra, memancarkan aura kepemimpinan.

"Bagaimana jika tidak bisa?"cicit Ayara.

"Maka hubungan pernikahan ini akan mengambang, berdiri tapi tidak berpijak. Aku akan menanggung dosa begitu juga dengan dirimu. Bukan hanya itu, nama keluarga kita juga dipertaruhkan."

"Kau akan membiarkannya?" Kembali mencicit.

"Iya selama batas waktu yang aku berikan. Setelahnya, aku akan benar-benar tegas padamu, Ayara," jawab Nalendra.

"Dengan KDRT?"

Nalendra menggeleng. "Pantang bagiku."

"Lalu?"

Nalendra kembali menggeleng pelan, "aku belum memikirkannya," jawab Nalendra.

Keduanya diam untuk beberapa waktu. Ayara tampak mengerutkan dahinya, masih memeluk Nalendra. Nyaman dengan kehangatan suaminya, "meskipun aku belum mencintaimu tapi kau adalah suamiku."

Kalimat itu mengembangkan senyum Nalendra.

Allahuakbar Allahuakbar

Allahuakbar Allahuakbar

Azan magrib berkumandang. "Bisa sholat?"tanya Nalendra.

"Bisa." Ayara mengangguk.

"Ayo sholat."

"Di mana?"tanya Ayara. Ia belum home tour, baru sebatas ruang keluarga.

"Kamar, di lantai bawah, dekat tangga," jelas Nalendra yang segera dilaksanakan oleh Ayara. Dengan hati-hati, ia menggandeng Nalendra, menyesuaikan langkahnya.

Ayara membuka pintu. Semerbak Citrus menyapa indra penciuman. "Kamar utama ada di atas, sementara pakai ini dulu."

Jantung Ayara berdebar lebih kencang, "kita satu kamar?"

"Lalu?"

Ayara tidak menyahut lagi. Mendudukkan Nalendra di tepi ranjang. "Bisa wudhu sendiri?"

"Bantu hidupkan airnya, tunggu di depan kamar mandi."

Kembali, Ayara membimbing Nalendra menuju kamar mandi, melakukan apa yang dipinta. Diperhatikannya Nalendra, tak kesusahan untuk berwudhu. Setelah berwudhu, Nalendra mengulurkan tangannya, kembali meminta bantuan Ayara. Ayara gegas membantunya. Meminta Nalendra berdiri sebentar untuk ia menggelarkan sajadah. Tak lupa amemberikan Nalendra kopiah.

Kemudian barulah Ayara berwudhu dan menjadi makmum Nalendra.

Nalendra mengangkat takbiratul ihram! Ayara mendengarkan bacaan Nalendra dengan seksama, sangat merdu dan fasih. Hatinya menghangat, haru, tak menyangka bahwa kini ia sudah memiliki imam yang baik, setidaknya sejauh ini.

Ditutup dengan Ayara yang mencium punggung tangan Nalendra penuh khidmat.

Nalendra yang mengingat letak ranjang, berdiri sendiri kesana sedangkan Ayara membereskan sajadah. "Kamarnya kecil, ya? Maaf, aku nggak bisa naik turun tangga."

Ayara tersenyum. "Yang penting nyaman," sahutnya. Barang-barang mereka sudah tersusun rapi di dalam kamar ini. Bi Lina melakukan tugasnya dengan sangat baik.

"Aku ingin memastikan sesuatu. Tidak ada perceraian di antara kita?"tanya Ayara. Ia harus menyelesaikan kebimbangan hatinya, apakah Nalendra punya prinsip yang sama atau tidak.

"Tidak ada, Ayara."

*

*

*

Selesai sholat isya, barulah suami istri itu keluar dari kamar. Tentu saja dengan Ayara yang menggandeng dan membimbing langkah Nalendra. Bi Lina sudah menghidangkan makan malam. Ada beberapa menu dan itu menggugah selera. Perut yang lapar semakin lapar. Ayara hampir meneteskan air liurnya.

"Bibi masak makanan kesukaan Aden. Makan yang banyak ya, Den. Bisa cepat sembuh," ujar Bi Lina. Nalendra mengangguk.

"Makanan di luar nggak seenak masakan bibi." Pujian itu menambah semangat Ayara untuk segera makan. Namun, layaknya seorang ibu, Ayara mendahulukan Nalendra.

"Ahh yang benar, Den? Malu Bibi jadinya." Bi Lina terkekeh pelan.

"Non Ayara makan yang banyak juga, ya. Maaf, bibi nggak ingat makanan kesukaan Non Ayara apa," ucap Bi Lina, sedikit meringis.

Cepat-cepat Ayara menggeleng, "selagi halal dan bisa dimakan, saya nggak masalah, Bi."

"Syukurlah."

"Nalen, kamu mau makan pakai yang mana?"

"Semuanya." Ayara terperangah. Lalu mengangguk pelan. Makanan favorit, tentu akan kalap.

Bi Lina melihat interaksi mereka, sangat manis di matanya. Apalagi Nalendra benar-benar penurut saat disuapi oleh Nalendra.

Bagi Nalendra, ia harus cepat makan agar Ayara cepat makan.

Nyut.

Sebagai pria dan suami, tak dipungkir, harga diri Nalendra sedikit tercoreng karena menyusahkan Ayara. But, ini kan bukan maunya dan menjadi tanggung jawab Ayara untuk membantu dan melayaninya.

"Mohon bantuannya untuk beberapa hari ke depan," ucap Nalendra selesai makan.

"Sudah tanggung jawabku." Giliran Ayara yang makan. Dibandingkan Nalendra, ia lebih kalap. Bi Lina terkekeh pelan melihatnya. Sedang Nalendra yang tidak bisa melihat memasang wajah datar. Sebenarnya Nalendra menduga Ayara makan banyak, terdengar dari suara piring dan sendok yang berdenting, lalu suara kunyahan yang tak henti.

Indra penglihatannya memang tidak berfungsi. Tapi, indra lainnya, meningkat.

"Susu, Den?"tanya Bu Lina.

"Kau masih minum susu?" Ayara mengerjap tak percaya.

Terpopuler

Comments

raazhr_

raazhr_

duh ini bukan green flag lgi, tpi ijo neon😻

2023-08-27

0

Cindy Cendol

Cindy Cendol

waduh indra apa tuh yg meningkat

2023-08-21

1

𝐀⃝🥀Dყαʂ ✿࿐

𝐀⃝🥀Dყαʂ ✿࿐

Maksudnya Nalendra disuapi Ayara kan, Kak?

2023-08-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!