Chapter 4

"Aku punya pacar."

Atensi Ayara lekat menatap Nalendra, menanti kelanjutan kalimatnya. Namun, tak ada kalimat lanjutan. "Ayara?" Malah memanggil. Nalendra memastikan bahwa Ayara ada di dekatnya. Ayara yang menanti kelanjutan kalimat dan Nalendra yang menanti tanggapan Ayara.

"I-iya," gagap Ayara menyahut.

"Aku sudah menduganya. Cowok setampan dirimu mana mungkin tak punya pacar. Aku jadi semakin merasa bersalah," ucap Ayara, hatinya meradang, air mukanya tidak nyaman.

"Maaf," lanjut Ayara mencicit. Nalendra mengulas senyum tipis.

"Sudah takdir. Lagipula aku sudah putus dengan pacarku sebelum menikah denganmu."

Ayara menganga mendengarnya. Lalu menunduk dalam. Tenang dan santai, seolah putus bukan masalah besar bagi Nalendra. Dan perasaan bersalah semakin menggunung. Karena kecerobohan dan kenakalannya, ada korban yang memprihatinkan. Sudah buta ditambah putus cinta. Sungguh, nurani Ayara tercekik karenanya. Dia bukan orang yang lepas tangan. Dididik keras untuk bertanggung jawab karena ia adalah anak dan pewaris tunggal keluarganya.

Satu minggu yang lalu memang Nalendra punya pacar. Namanya Safira, pacarnya sejak zaman kuliah yang mendukung cita-citanya. Niatnya akan segera melangkah menuju pelaminan setelah melewati tahap lamaran. Namun, karena beberapa pertimbangan, Nalendra tak kunjung melamar Safira. Padahal keluarga Safira sudah berulang kali bertanya. Safiranya sih aman-aman saja. Karena percaya, Nalendra tidak akan mengkhianati kata-katanya sendiri.

Naas, sayang seribu sayang, menerima kabar kecelakaan dan kebutaan Nalendra, hubungan yang telah lama itu putus. Safira orang yang logis. Ia bisa menunggu jika Nalendra dalam keadaan normal. Namun, jika sudah buta dan tuntutan keluarga untuk segera menerima, apalagi usianya yang sudah menginjak 27 tahun, membuat Safira mundur. Safira tak mau durhaka melawan keinginan orang tuanya. Tak ada lagi yang dapat digunakan sebagai alasan untuk tetap bersama Nalendra. Pernikahan, itu harus dipikirkan matang-matang. Mungkin Nalendra mampu membiayai rumah tangga meskipun tidak bekerja. Namun, sampai kapan mampu bertahan? Lebih-lebih ia paham karakter Nalendra yang enggan hidup 'menumpang' tanpa kontribusi apapun. Dirinya yang buta jelas memiliki banyak keterbatasan.

Meskipun sakit, patah hati yang teramat, mereka harus menjalaninya. Menjadikan kisah mereka sebagai salah satu jejak istimewa dalam buku hati. Saat Safira mengatakan putus dan Nalendra tak menahannya, Nalendra mengatakan sesuatu.

Kamu yang memintaku untuk memutuskanmu, Safira. Aku paham dan aku tidak marah. Namun, aku harap di masa depan, kamu tidak datang padaku dan mengganggu hidupku. Karena aku akan menikah dengan gadis pilihan orang tuaku. Kamu wanita baik dan terhormat, di masa depan jangan pernah mengemis cinta. Kisah kita sudah berakhir dan aku harap kamu menemukan pengganti yang lebih baik dariku. Tolong jangan cari yang kurang karena aku akan merasa sakit hati. Terima kasih untuk semuanya, semoga kamu bahagia, Safira.

Helaan nafas Nalendra berat mengingatnya. Mata birunya berkaca-kaca lalu segera menyekanya. Ia sudah ikhlas. Jodoh tidak akan kemana namun ia punya prinsip hidupnya sendiri.

"Mengapa?" Ayara mendongak. "Apa kamu tidak membenciku? Aku yang membuatmu jadi seperti ini, seratus persen salahku. Harusnya kamu membenciku," tanya Ayara bergetar. Sungguh ia tak mengerti mengapa Nalendra setenang dan setabah ini?

Nalendra pria muda yang sempurna, dengan ketampanan dan kemapanannya. Mengapa tidak ada emosi amarah?! Ayara maklum jika Nalendra menjaga emosinya di depan banyak orang. Namun, jika berduaan seperti ini harusnya kan emosi Nalendra meledak-ledak. Memaki, mengumpat, dan membenci dirinya. Haruskah Nalendra membuatnya sakit hati?

Ini … diluar ekspektasinya. Realita berbeda dengan novel romansa yang sering dibaca di web online.

Nalendra memalingkan wajahnya ke arah suara. Cepat menguasai perasannya sendiri.

"Jika aku marah, membencimu, apakah mataku akan sembuh? Tidak, bukan?" Nalendra menghela nafas pelan.

"Aku ikhlas dengan takdirku. Lagipula kamu sudah bertanggung jawab, menikah denganku dan ya secara tak langsung hatiku sedikit membaik."

Bukan Nalendra yang menangis tapi Ayara. Perasaan di masa kecil mencuat, ditambah dengan kekaguman. Ayara beruntung mendapatkan suami seperti Nalendra yang tampaknya adalah pria yang sangat green flag, penilaiannya saat ini.

Keangkuhan, egoisme Ayara hancur di hadapan Nalendra.

"Karena di masa kecil kita pernah bersama mungkin tak terlalu sulit untuk kita membina rumah tangga. Mama kita juga pernah menjodohkan kita waktu itu. Dan ya, aku masih ingat persetujuanmu lalu pertanyaanmu selanjutnya." Nalendra tersenyum mengingat masa lalu.

Nalendra benar-benar mempermainkan jantung dan mimik wajah Ayara. Kini, wanita itu tercenung. Menggali ingatan dan wajahnya langsung memerah.

Apa itu menikah?

Pertanyaan Ayara saat itu yang disambut gelak tawa.

"Astaga dari tadi aku saja yang mendominasi. Ayara, katakan sesuatu. Aku tidak bisa melihat rupamu, dari suaramu, aku pikir kamu tidak berubah, sama cantiknya seperti di waktu kita kecil."

Ayara salah tingkah. Belum ada sehari, hatinya sudah naik turun seperti roller coaster, bagaimana selanjutnya? Setidaknya Nalendra tidak melihat, jika ia bisa mati berdiri Ayara.

"Cantik itu relatif. Masing-masing orang punya penilaian tersendiri. Tapi, terima kasih atas pujiannya."

"Di mata pria, istri adalah wanita tercantik setelah ibunya."

Ayara memalingkan wajahnya yang panas. Mengipasi wajah padahal pendingin udara berfungsi dengan sangat baik.

"Cerita tentang dirimu, Ayara," pinta Nalendra.

Nalendra berkata jujur. Ayara juga harus berkata jujur. Mungkin dengan keterbukaan mereka bisa menentukan jalan ke depannya.

"Aku juga punya pacar." Nalendra menaikkan alisnya. Ya, tidak mengherankan. Hanya saja, kagum dengan pembawaan Ayara. Dari yang ia dengar, Ayara tengah menempuh pendidikan magister di Los Angeles. Dan tak lama lagi akan menghadapi ujian kelulusan.

Nalendra sedikit insecure dengan pendidikan sarjananya. Ya meskipun cumlaude tidak semua sarjana bisa lanjut ke tingkat magister, bukan?

"Dia orang LA. Namanya Aaron. Pacarku anak pengusaha di sana," jawab Ayara lugas.

"Oh, apakah seiman?"

Ayara cukup terkejut dengan pertanyaan itu. Ada banyak kemungkinan yang ia pikirkan tentang pertanyaan Nalendra.

Namun, ya meskipun itu pertanyaan sederhana, Ayara menggigit bibirnya gugup. Seakan di depannya ini adalah orang tuanya. Ayara lalu menggeleng. Jelas Nalendra tidak tahu jawaban Ayara.

"Tidak?" Cukup peka. Los Angeles kan bukan negara muslim. Jadi, wajar jika tebakan Nalendra benar.

"Iya." Ayara menjawabnya, sedikit gusar. Meskipun tak seiman, Ayara cinta pacarnya. Apalagi pacarnya berjanji akan masuk Islam dan melamar dirinya. Makanya hubungan mereka tetap berlanjut.

"Sudah tahu kalau kamu sudah menikah denganku?"

Meskipun katanya giliran Ayara. Tetap Nalendra yang mendominasi.

"Belum. Aku berencana tidak memberitahunya. Karena dia jadi lebih baik setelah bersamaku. Aku takut dia akan balik nggak benar kayak dulu."

"Perilaku mabuk kan tidak benar. Apa tidak terbalik kamu yang terpengaruh olehnya?"

Deg.

Ayara tak bisa menyangkalnya. Sedikit meringis, ia memberi alasan, "pengaruh pergaulan juga di sana. Kan liberal apalagi usiaku bukan di bawah umur."

"Tampaknya aku harus mendidikmu." Terkekeh. Tapi, terasa ancaman bagi Ayara.

"J-jadi, apa kau akan memintaku untuk putus dari Aaron?"

"Benar," jawab Nalendra.

Terpopuler

Comments

raazhr_

raazhr_

harus dong Ay, kmu kan udh istri org🤧

2023-08-27

0

raazhr_

raazhr_

semoga ga balik lagi ya Safira🤧

2023-08-27

0

mama Al

mama Al

aku kasih bunga biar othor semangat

2023-08-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!